Pola Aktivitas Harian Harimau Sumatera dan Mangsanya

antara perjumpaan harimau dengan perjumpaan satwa mangsanya dan sebaliknya. Pada kamera RC 07 dan RC 02 tingginya tingkat perjumpaan harimau diikuti oleh tingginya tingkat perjumpaan satwa mangsanya namun tidak pada kamera lainya dimana tingkat perjumpaan satwa tetap tinggi namun tingkat perjumpaan harimau tidak ada. Pada kamera RC 03 tingkat perjumpaan harimau 6.41 foto 100 hari tidak diikuti oleh perjumpaan satwa mangsa harimau dimana pada kamera tersebut tidak terjadi perjumpaan dengan satwa mangsa harimau. Tidak adanya korelasi antara tingkat perjumpaan harimau dan mangsanya disebabkan mangsa harimau yang beragam dengan jumlah yang banyak serta memiliki wilayah penyebaran yang merata memungkinkan harimau tidak terkonsentrasi pada titik tertentu yang memiliki tingkat konsentrasi satwa yang cukup tinggi. Pemasangan kamera yang dilakukan tidak serentak pada semua lokasi penelaahan diduga ikut mempengaruhi tingkat perjumpaan satwa terutama harimau yang memiliki daerah jelajah yang luas. Daerah jelajah harimau yang yang luas meyebabkan harimau tidak tertangkap perangkap kamera karena pada periode pemasangan perangkap kamera pada suatu lokasi harimau justru berada pada lokasi lainnya.

5.2.4. Pola Aktivitas Harian Harimau Sumatera dan Mangsanya

5.2.4.1. Pola Aktivitas Harian Harimau Sumatera

Pola aktivitas harimau pada kawasan hutan Blang Raweu dan sekitarnya digolongkan pada pola crespuscular. Artinya harimau cenderung meningkat aktivitasnya pada waktu-waktu peralihan seperti waktu menjelang subuh sampai awal pagi dan menjelang senja sampai awal malam. Berdasarkan penelitian Riansyah 2007 di taman nasional Kerinci Seblat, 69 aktivitas harimau digolongkan pada diurnal. Laidlaw 1999 dan Sunquist 1981 menggolongkan harimau sebagai satwa crespuscular karena lebih cenderung aktif pada waktu fajar dan senja hari. Hutajulu 2007 mengemukakan hal yang sama bahwa di Lansekap Tesso Nilo-Bukit Tiga Puluh harimau sumatera memiliki pola aktivitas harian crespuscular. Pola aktivitas harimau yang cenderung aktif pada selang waktu tertentu menjadikan harimau sangat aktif bergerak pada waktu tersebut dibandingkan pada waktu lainnya. Pergerakan aktivitas harimau yang aktif dan tinggi daya jelajahnya merupakan bentuk perilaku pemangsaan terhadap mangsanya. McDonald 1984 mengungkapkan bahwa harimau memiliki pola aktivitas berburu soliter yang lebih aktif mencari daripada menunggu yang menyebabkan pola aktivitasnya sangat tinggi. Mangsa harimau yang tersebar luas baik jenis maupun jumlahnya serta memiliki pola aktivitas yang berbeda-beda mendukung harimau untuk dapat mencari dan menemukan mangsanya Riansyah 2007.

5.2.4.2. Pola Aktivitas Harian Satwa Mangsa

Pola aktivitas harian mangsa bervariasi setiap jenisnya. Secara keseluruhan 54.41 mangsa aktif pada siang hari dan 45,59 aktif pada malam hari. Rusa sambar, kijang dan babi jenggot memiliki pola aktivitas yang sangat berbeda. Kijang dan babi jenggot lebih cenderung aktif pada siang hari sedangkan rusa sambar cenderung sangat aktif pada malam hari. Kesimpulan ini senada dengan pernyataan Alikodra 2002 yang menyatakan bahwa kebanyakan jenis mamalia aktif pada siang hari dan berlindung pada malam hari. Pola aktivitas harian mangsa erat hubungannya dengan pemilihan dan adaptasi satwa tersebut terhadap waktu dalam mencari pakan.

5.2.4.3. Hubungan Pola Aktivitas Harian Harimau Sumatera dan Mangsanya

Secara umum pola aktivitas harian harimau sumatera akan mengikuti pola aktivitas harian mangsanya. Sebagian besar satwa mangsa harimau berdsaarkan foto perangkap kamera meningkat aktif pada waktu peralihan antara sebelum subuh sampai awal pagi dan menjelang senja sampai malam hari atau dalam selang waktu 04.00-09.00 WIB dan 15.00-22.00 WIB. Peningkatan aktivitas mangsa pada selang waktu tersebut juga diikuti oleh peningkatan aktivitas harimau sumatera. Menurut Riansyah 2007 pola aktivitas harimau sumatera cenderung mengikuti pola aktivitas mangsa pilihan atau utamanya. Kecenderungan tersebut dapat dilihat pada pola aktivitas rusa dan kijang yang meningkat aktivitasnya pada waktu tersebut. Kecenderungan kesukaan harimau pada jenis satwa tertentu disebabkan oleh ukuran tubuh satwa tersebut yang besar yang dapat mencukupi kebutuhan untuk beberapa hari serta kemudahan untuk mendapatkannya. Menurut Sunquist 1981 harimau membutuhkan 5-6 KG daging setiap harinya. Dengan memburu satwa berbadan besar kijang ±40 KG, rusa ±200KG akan memberikan efesiensi energi pada harimau tersebut karena tidak harus berburu setiap hari. Aktivitas satwa mangsa potensial harimau yang meningkat aktivitasnya pada selang waktu yang sama dengan peningkatan aktivitas harimau dan dua mangsa utamanya memberikan kemudahan bagi harimau untuk memburu mereka. Harimau yang bersifat oportunis tidak akan melewatkan peluang mendapatkan mangsanya meskipun mangsa tersebut juga merupakan pemangsa. Sifat oportunis harimau ini terlihat dari analisis kotoran yang menunjukan bahwa kotoran tersebut merupakan kotoran harimau yang memakan jenis kucing-kucingan. Jenis kucing tersebut diidentifikasi berdasarkan bentuk kuku yang masih tersisa serta adanya bantalan seperti telapak kaki kucing yang masih menempel dengan kuku tersebut.

5.2.5. Distribusi Harimau Sumatera dan Mangsanya Distribusi Harimau