Pascakolonialisme Homi Bhabha: Ambivalensi dan Ruang Liminal

40 Mereka mengusahakan kembali kepemimpinan moral dan intelektual. Pihak kolonial melemparkan seruan-seruan budaya tentang keunggulan mereka dan kekurangan masyarakat terjajah; tidak jarang cara ini juga dilakukan pihak kolonial dengan melakukan pengejekan atau mockery terhadap terjajah.Walace 1998 memberi stigma bahwa orang pribumi malas, gemar berhutangkredit bahkan gemar menghirup opium. “Citra Superioritas” sebagaimana “citra inferioritas” menjadi bagian dari konsep “fixity” wacana kolonial. Untuk memperkuat wacana kolonial yang menguntungkan kedudukan pihak penjajah maka mereka melakukan seruan-seruan tentang keunggulan budaya mereka secara berulang. Bhabha Ibid. melemparkan konsep “fixity”tentang citra keunggulan dan superioritas mereka. Fixity diperlukan sebagai tanda perbedaan rasial, historis dan kultural dalam wacana kolonial. Penjajah mengorasikan kemurnian ras Putih, asal usulnya, keunggulan budayanya dan sebagai akibatnya Terjajah menyadari ketidakmurnian rasnya. Pikiran terjajah dipaksa memasuki situasi yang tidak menentu dan mempertanyakan identitas mereka. Mereka berusaha membentuk identitas mereka mengikuti “citra superioritas” Bhabha, 1994: 82. 11 Citra atau image yang dilontarkan menandai ambivalensi dari identifikasi karena citra itu sendiri representasinya selalu terpisah secara spasial Bhabha, 1994: 51. Artinya apa yang digambarkandiidealkan dalam 11 Bhabha mengutip Fanon Black Skin White Mask tentang wacana rasis terhadap negro yang goblok, jelek, seekor binatang... 41 citra tidaklah sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Mengikuti Fanon, Bhabha 1994: 40-51 yang mengatakan bahwa identitas bekerja dalam wilayah ambivalensi oleh karena adanya dominasi dan upaya keluar dari kontradiksi yang tak pernah selesai antara kebudayaan kelas, perjuangan representasi fisik dan realitas sosial, pandangan dan hasrat.

1.6.4 Lacan Psikoanalisis dan konsep mimikri Bhabha

12 Menanggapi indoktrinasi kemurnian ras dan pengejekan masyarakat, terjajah yang mengalaminya akan melakukan perlawanan atau malahan peniruan mimikri. Homi Bhabha telah mengadopsi teori Lacan dalam pembahasannya mengenai hubungan terjajah-penjajah.Pada diri terjajah maupun terjajah ada hasrat dalam ketidaksadaran manusia sehingga mereka saling mencari pemenuhan agar menjadi utuh.Rengganis 2000 menyimpulkan adanya dua cara pemenuhan.Pertama, sebagai pernyataan bahwa subjek berhasrat untuk menjadi sasaran hasrat ‘Yang Lain, yakni berhasrat untuk menjadi objek bagi hasrat ‘Yang Lain’. Kedua, sebagai pernyataan bahwa hasrat subjek adalah hasrat ‘Yang Lain’, dan bahwa asal- usulnya adalah dari lokus ‘Yang Lain’. Teori mimikri Lacan diilustrasikan dalam analogi pertahanan biologis seranggasehingga dalam resistensi 12 Diramu dari pembacaan Homi Bhabha 1994, Bart Moore-Gilbert 1997, Irsyadul Ibad 2012, Rengganis 2004. 42 tergambar mimikri Bhabha,1994: 120-121; Baart Moore-Gilbert, 1997: 133. Hasrat juga menjadi bagian dari ketidaksadaran dalam teori Lacan. Hasrat Lacan berasal dari pembacaannya atas teori Freud; Freud mencurigai bahwa kesadaran adalah sesuatu yang terus direpresi oleh hasrat yang berasal dari ruang ketidaksadaran. Meski demikian, dengan adagiumnya dimana ada id, selalu ego berpatroli Wo Es War, Soll Ich Werden, Freud dinilai tetap meletakkan kesadaran sebagai pengontrol ketidaksadaran. Lacan menolak adagium itu, ego berkuasa atas id; baginya seluruh eksistensi manusia dikontrol dan dipengaruhi oleh ketidaksadaran. Dia juga menandai konsep Freud need-demand-desire ke dalam kerangka “yang Real-yang Imajiner- yang Simbolik”. Ketika bayi memasuki tahap demand sesuatu yang tak dapat atau tak mungkin terpenuhi, dia menyadari kehadiran sang liyan yang ingin dihilangkannya. Kemustahilanpada permintaan mendorongnya memasuki tahap Yang imajiner”. Pada tahap ini, bayi melihat dirinya ego eksis melalui citra cerminal. Namun, ego yang dilihatnya di cermin, yang diakuinya sebagai dirinya itu sebenarnya berasal dari kesalahan mempersepsi citra cerminal, artinya gambaran tentang diri si “aku” tidaklah sama dengan kenyataannya. Hal ini berarti bahwa ‘tahap-cermin’yang melekat secara anatomis ke dalam perkembangan tak utuh dengan sendirinya menempatkan hubungan ganda imajiner; tahap ini menjadi dasar hubungan antar pribadi dengan sang liyan sekaligus prasyarat narsisisme primer dan sumber perilaku agresif Kurzweil, 2004. 43 Citra cerminal ini yang selalu dibawa bayi untuk mengidentifikasikan sang liyan. Bertolak dari tahap ini bayi akhirnya memasuki tahap keinginan pada kepemilikan identitas; keinginan tersebut disebut sebagai hasrat desire. Disimpulkan Ibad, “Bentuk hasrat lain adalah “keinginan untuk menjadi” sebuah subyek yang utuh, tidak terbelah, dan tanpa kekurangan dan penuh dengan pemenuhan.” 13 Karenanya, identitas selalu dikonstruksi seputar citra ideal yang bersifat imajiner. Bhabha menggunakan konsep demand dan desire dalam mengartikan hubungan terjajah dan penjajah; dia menganalisis bagaimana aktor yang ambil bagian dalam relasi itu dibentuk oleh wacana kolonial. Homi Bhabha mengikuti konsep Lacan menyebut bahwa penjajah memiliki demand for recognition; demand for recognition is negotiated at an unconcious level. Pada area ini Bhabha dalam Sarup: 2002 ada tuntutan narsistik yang bila ditolak menimbulkan terjadinya paranoya; penolakan menyebabkan penjajah merasa bahwa terjajah membencinya. Dengan kata lain penjajah telah diperbudak oleh rasa superioritasnya. Demand didefinisikan Lacan via Ibad, loc.cit. sebagai sesuatu yang tak dapat atau tak mungkin terpenuhi.Bhabha berpendapat “although there is a surveillance, fixity is not achieved” meskipun ada pengawasan, kepastian tak tercapai Sarup, 2002: 161, artinya tuntutan untuk diakui tidak terpenuhi.Kondisi ini dilukiskan Bhabha dengan meminjam konsep Lacan 13 Diringkas dari Irsyadul Ibad, www.averroes.or.id...jaques-lacan-dan psikoanalisa.html. 44 tentang cara kerja hewan yang bermimikri. Mimikri oleh hewan digunakan sebagai tindakan pertahananperlindungan diri dengan cara menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya. Bagi Lacan dalam Bhabha, 1994, mimikri kolonial analog dengan pertahanan serangga; mereka dapat bertahan hidup dengan melakukan adaptasi tinggi dengan alam sekitarnya, sebut misalnya bunglon dan gurita yang berubah warna sepertilingkungan sekitarnya, atau ikan dan katak di kutub utara yang membeku padat di musim dingin agar tetap hidup. Bahkan, ada seekor katak ini meniru suara katak jantan lain yang memanggil pasangannya dan begitu katak betina muncul, dia ‘menerkamnya’. Lacan mengartikan bahwa dalam peniruan mimikri muncul efek kamuflase dan resistensi terjajah yang berada dalam level ketidaksadaran. Hasrat dapat dipahami sebagai keinginan pada kepemilikan identitas. Sebagaimana menurut psikoanalisa Lacan, bayi selalu melihat yang lain untuk “kepenuhannya” sehingga menjadi yang utuh. Hasrat dilahirkan oleh adanya kekurangan lack; konsep lack ini mendapat sebutan sebagai ibu kandung hasrat.Identitas dalam pandangan Lacan terbentuk dalam ruang sosial, dengan demikian identitas diri yang menandakan keberadaan di antara yang lain juga menandakan perbedaan dengan yang lain. Hasrat subjek kolonial muncul dari kekurangan. Bhabha Jefferess, 2008: 36 berpendapat bahwa subjek kolonial selalu bergerak mengitari poros stereotip dan dalam tindak pengingkaran dan fiksasi, subjek kolonial dikembalikan pada narsisme imajiner dan identifikasinya pada ego ideal adalah putih dan utuh.