Metode Penelitian Sistematika Penulisan

58 58

BAB II REPRESENTASI MASYARAKAT HINDIA BELANDA DALAM

KARYA SASTRA KOLONIAL DAN PASCAKOLONIAL

2.1 Pengantar

Memahami representasi masyarakat Hindia Belanda dalam karya sastra, berarti konteks historis dan kulturalnya: bagaimana kolonialisme berjalan, bagaimana sistem politik diterapkan dalam kehidupan masyarakatnya dan juga pertentangan wacana kolonial. Selanjutnya, dalam bagian ini disajikan analisis struktural kedua novel untuk melihat representasi kehidupan masa kolonial dan pandangan pengarang terhadapnya. Kolonialisme dan Orientalisme adalah dua hal yang dapat dihubungkan karena orientalisme telah menjadi paham yang diyakini dan terbukti telah ikut memelihara kelangsungan kolonialisme. Said, menurut King 2001:162, telah memberi kritik pedas pada cara-cara atau bagaimana wacana orientalis telah melegitimasi agresi kolonial dan supremasi politik dunia Barat. Masuknya orientalisme ke dalam lembaga negara dan kasanah penelitian, jurnalistik, atau sastra memberi sumbangan terhadap ketahanan paham orientalisme tersebut dan pada akhirnya terhadap praktik kolonialisme. Orientalisme mempengaruhi cara pandang terhadap Timur baca daerah koloni sebagai yang terbelakang. Karena keadaan itu, Timur boleh diatur, dikuasai dan direkonstruksi oleh Barat. Orientalisme yang disebut Said sebagai wacana adalah pengetahuan 59 mengenai dunia Timur. Padahal perlu kita ingat, kepulauan Nusantara bukanlah daerah yang tidak memiliki sejarah. Bangsa ini, yang hidup dalam wilayah mereka sendiri-sendiri, telah mengenal sistem pemerintahan, sebelum dan bahkan sepanjang Belanda menduduki tanah ini kerajaan Samudera Pasai, kerajaan Majapahit, Kediri, Mataram dll.. Asal diberi hati orang Jawa tekun sekali, ia mampu membuat jalan- jalan dan saluran irigasi yang paling bagus di daerah-daerah rawan; waktu perang ia dapat menahan rasa lapar dan haus; ia tak kenal lelah kalau memikul sesuatu;..Hartoko, 1979: 46; bagian dari tulisan Ph.P. Roorda van Eysinga. Orang Eropa pada masa kolonial tidak semuanya menyetujui tulisan tersebut. Masih ada sekelompok orang Eropa yang memandang orang Jawa dalam karakter sebaliknya: “Orang Jawa adalah orang malas, tak suka mengembalikan hutang, mereka penipu”. Pandangan terakhir ini masih selalu bergaung dalam pikiran orang-orang Eropa selama kolonisasi berlangsung. Ucapan yang mengatakan bahwa orang Jawa percaya takhayul dan kafir masih muncul, meskipun di Jawa telah masuk Hindu, Budha dan Islam. Pandangan yang berseberangan ini mewarnai banyak pikiran orang Eropa selama kolonisasi berlangsung. C. Th van Deventer Termorshuizen, 2011: 15 sebagai orang di pihak kelompok politik etis, pernah menuliskan harapannya dalam puisi yang muncul dalam Weekblad voor Indie 1 ; dia 1 Hoe dikwijls droom ik van een heerlijk land, Ons Indie zoals gaarne ik ‘t zou zien groeien, Ons Indie zoals gaarne ik ‘t zou zien groeien, Waar Wijsheid Welvaart bracht en houdt in stand, Waar Recht en Wetenschap en Schoonheid bloeien. dikutip dari buku Termorshuizen, 2011 Terjemahan: Seringkali aku memimpikan negeri yang nyaman 60 menaruh harapan tinggi untuk melihat kebijaksanaan, kemakmuran, hukum, pengetahuan dan keamanan bertumbuh di Hindia, Hindia kita. Kenyataannya, harapan tinggi dari Deventer memang sering tinggal sebagai mimpi, meskipun lembaga-lembaga pengetahuan dan penelitian didirikan dengan tujuan memajukan daerah koloni. KITLV atau Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde adalah salah satu lembaga di Hindia Belanda yang telah berdiri sejak tahun 1851. Lembaga ini bergerak dalam penelitian tentang koloni Belanda, Hindia Belanda dan kepulauan Antilla Belanda di Karibia. Idealnya tujuan ilmu pengetahuan adalah murni untuk pengembangan ilmu pengetahuan tanpa bercampur dengan politik. Kuitenbrouwer 2001:303-304 melaporkan bahwa ketua pertamanya, J.C. Baud periode 1851-1859, 2 memiliki pendapat bahwa ilmu pengetahuan dan keanggotaan partai adalah dua hal yang tidak cocok. Kenyataannya, tiga pendiri KITLV, Baud sendiri, Simons dan Roorda, tidak diragukan lagi adalah pengikut kendali pemerintahan konservatif, terutama dalam kawasan kolonial. Baud telah berbicara mengenai wilayah-wilayah luar dalam artikelnya dalam Bijdragen; hal ini berarti para aktivis KITLV tidaklah lepas dari pendapatnya dalam politik Hindia Belanda. Sesudah Baud, yang disebut sebagai tokoh konservatif, kepengurusan KITLV berada di tangan para Hindia Belanda kami yang kudamba bertumbuh Dimana Kebijaksanaan membawa Kemakmuran dan melestarikannya Dimana Hukum dan Pengetahuan dan Keindahan berkembang 2 J.C. Baud juga menjadi Gubernur Jendral dari Juni 1933 sampai Februari 1936, pernah menjadi Menteri Koloni pada Januari 1840 sampai dengan Maret 1848. Lihat Gerard Termorshuizen, Realisten en reactionairen, Een geschiedenis van Indisch-Nederlandse pers 1905-1942 Amsterdam-Leiden, 2001, hlm.838-839. 61 guru besar dari Leiden yang berorientasi liberal, seperti Kern, Snouck Hurgronje, Van Vollenhoven; mereka aktif dalam debat publik tentang politik kolonial. Melihat tulisan Kuitenbrouwer, dapat disimpulkan bahwa KITLV tidaklah bebas sama sekali dari kehidupan politik. Hurgronje bahkan melemparkan teori asosiasi. Edward Said 2001: 1-28 berpendapat bahwa orientalisme adalah sebuah wacana yang dipaksakan. Lebih lanjut Said mengatakan bahwa orientalisme adalah sebuah perpustakaan atau arsip informasi yang dikuasai bersama, dan dalam beberapa seginya, secara anonim dan sekelompok ide-ide tentang Timur yaitu perilaku orang-orang Timur menjadi tali pengikat arsip tersebut. Said telah meneliti sejumlah teks termasuk karya sastra dengan meneropong pemikiran Barat terhadap Timur. Pemikiran itu disebut dengan orientalisme yang menjadikan Timur sebagai bagian integral dari peradaban dan kebudayaan material Eropa karena Timur telah membantu mendefinisikan Eropa Barat sebagai imaji, idea, kepribadian dan pengalaman yang berlawanan dengannya. Orientalisme sebagai suatu cara untuk memahami Timur juga mengungkapkan dan menampilkan bagian integral tersebut sebagai suatu mode of discourse dengan lembaga-lembaga, perbendaharaan bahasa, studi kesarjanaan, lambang-lambang dan doktrin-doktrin yang mendukungnya. Ekspansi kolonial orang Eropa secara serentak memulai institusi inkuisisi Katolik yang menggantikan abad-abad multikulturisme Islam Young, 2001: 21. Orientalisme juga memaksakan pembatasan terhadap pemikiran