Pakaian sebagai Penanda Identitas : pakaian Jawa atau Eropa

217 Pada awal kedatangannya dia mempertahankan tatacara elite Eropa. 12 Saat makan malam dia dan suaminya berpakaian resmi, meski di Hindia Belanda sudah berlaku cara berpakaian adaptif, verindischen. Acara makan malam setiap tanggal 14 di rumah Eva juga dihadiri masyarakat Eropa yang berpakaian resmi di ruang tanpa AC di Hindia Belanda... Maar zij ging door en zorgde voor wat Europese beschaving.om niet al te veel te beschimmelen in Laboewangi. En men deed laagheden om toch maar geinviteerd te worden op hare dinertjes, die waren beroemd en berucht. Want zij eiste, dat hare heren in rok kwamen en niet in hun Singaporese jasjes, zonder hemd. Zij stelde rok en witte das in, en zij was onverbiddelijk. De dames waren als altijd gedecolleteerd, voor de koelte en vonden dat heerlijk. Maar hare arme heren stribbelden tegen, puften de eerste maal, kregen congestie in hun hoge boord; de dokter beweerde, het was ongezond; de oudgasten bewerden, het was dolligheid en breken met alle goeie, oude, indische gewoonten... Maar toen men eerst een paar maal gepuft had in die rok en die hoge boord, vond iedereen de dinertjes van mevrouw Eldersma verrukkelijk, juist omdat ze zo Europees werden gehouden. DSK: 49 Tetapi, dia tetap menyelenggarakan peradaban Eropa agar tak “berjamur” di Labuwangi. Dan orang merendahkan diri agar diundang ke rumah Eva pada jamuan makan malam yang terkenal dan menghebohkan. Hal itu karena dia menuntut agar tamu pria datang mengenakan pakaian rok 13 dan bukan jas Singapura tanpa hem. Dia menentukan rok dan dasi putih dan dia tak dapat ditolak. Para wanita selalu mengenakan gaun berleher rendah yang sejuk dan berpendapat itu nyaman. Para pria yang malang menentangnya, mereka sudah kepanasan pada kesempatan pertama, pengap dalam kerah tinggi . Sang dokter berkata bahwa itu tak sehat; tamu-tamu tua berkata bahwa ini gila dan bertentangan dengan kebiasaan Indis yang tua dan baik. Namun ketika awalnya mereka kepanasan dalam kostum rok dan kerah tinggi, setiap orang menganggap makan malam Nyonya Eldersma 12 Helwig 2007, mengutip dari Furnivall, menuliskan bahwa menjelang akhir tahun 1900 jumlah orang Eropa yang bermigrasi ke Hindia Belanda meningkat: wanita 300, laki-laki 200. 13 Rok : pakaian laki-laki resmi, baju putih berkerah tinggi dengan dasi kupu-kupu, celana panjang hitam dan jas hitam berekor panjang yang terbelah dua di bagian tengah 218 lezat justru karena dia menggunakan cara Eropa, KD: 50. Pada akhirnya Eva melepaskan tradisi jamuan malam ala Eropa saat makan berdua dengan suaminya. Dia kasihan melihat suaminya setiap hari kepanasan dalam jas Eropa. Dia kemudian membiarkan suaminya bercelana panjang batik dan berbaju koko lengan panjang. Dialog di antara orang Eropa sendiri tentang bagaimana hidup di Hindia Belanda tetap selalu berlangsung, bagaimana memelihara citra Eropa, tentang opini bahwa cara Eropa tidaklah bisa diterapkan di Hindia Belanda dan juga diskusi tentang pendidikan di Hindia Belanda. Ketika anak-anak mencapai usia sekolah menengah, mereka yang cukup berduit akan mengirim anaknya bersekolah di Eropa. Eva Eldersma yang mulai beradaptasi dengan kehidupan Hindia Belanda masih selalu khawatir anaknya tidak berbahasa Belanda secara benar. Semua budaya kalian, sebagai cara kalian menjadi kaya, adalah ide Barat yang lama-lama akan gagal. Mengapa jika kita tidak ingin hidup di sini, kita tidak hidup sederhana dengan menanam padi dan hidup tanpa ongkos banyak. KD: 150 Ungkapan di atas diucapkan oleh Van Helderen, karyawan Van Oudijck, yang tidak pernah melihat Eropa karena dilahirkan dan dibesarkan di Hindia Belanda. Cara ini menguatkan sikap narator yang menuduh orang Barat datang ke Hindia dengan alasan menjadi kaya. Sikap narator sejalan dengan dorongan para cendekiawan Hindia Belanda yang meminta pemerintah kolonial meninggalkan semangat batig slot. Pergantian abad ke-19 menuju 219 abad ke-20 dorongan serupa itu semakin kuat, bahkan juga oleh partai-partai politik Poesponegoro dan Notosusanta, 2008 : 16. Di tengah dorongan membawa Hindia Belanda menuju peradaban dan kemakmuran Hindia Belanda, sebenarnya Belanda datang ke Nusantara dengan membawa konstruksi identitas diri mereka sebagai yang tertinggi meer sehingga boleh memimpin pribumi yang minder. Mereka membangun kota Eropa yang megah di Timur yang jauh, lengkap dengan atribut penamaan ruang publik. Pribumi yang dikonstruksi minder ini lewat seruan-seruan ‘fixity’ dipicu dan terpicu untuk melakukan tindak mimikri kolonial. 220

BAB IV MIMIKRI dan RESISTENSI

4.1 Pengantar

Dalam pendapat Moore-Gilbert 1997:114-121, Homi Bhabha menggabungkan teori Foucault material repeatability 1 dan Derrida iterability dan difference. Konsep dari Foucault ini mengungkapkan bahwa definisi karakteristik pernyataan adalah bila secara material berbasis dan juga dapat diulang, material dan maknanya akan berulang meskipun muncul dalam artikulasi yang baru. Konsep Derrida menyinggung hal pengulangan, sekaligus perbedaan. Derrida juga menyinggung adanya pemlesetan makna istilah populernya adalah differance; dalam kondisi pascakolonial dapat diartikan bahwa apa yang ditiru tidaklah sama persis maknanya, tetapi ditranslasikan. 2 Mimikri dilakukan terjajah untuk menghindari dominasi dan permintaan pengakuan otoritas. 1 material repeatability - Material repeatability is a defining characteristic of the statement. It is also a kind of paradox: if we identify a single statement solely on the basis of its specific material existence, that statement will never be truly repeatable it will be a different statement with each new articulation; but if we identify a statement solely on the basis of what it means i.e., its propositional content, that statement can be repeated ad infinitum, without regard to the differences in its material, time-space coordinates. The aspect of articulated language that Foucault designates statement, however, lies between these two poles. Its material coordinates are important, but not absolutely binding. Two sentences printed at different times even, in some cases, with different words may be identical as statements, and two sentences with exactly the same content i.e., the same words may constitute two different statements. Material repeatability refers to the first of these two possibilities, in which the statement is both materially based and repeatable diunduh dari SPARKNOTES 2 Dalam bidang matematik titik yang ditranslasikan selalu memiliki ordinat yang berbeda dengan titik hasil dari proses translasinya. Proses translasi selalu mengasilkan jarak bagi kedua titik tersebut. 221 Dalam mimikri ada proses pengingkaran; mimikri adalah tanda artikulasi ganda: Pertama, tanda kesepadanan mimikri adalah sebuah strategi kompleks pembentukan, pengaturan, dan disiplin yang memadankan Other. Kedua, tanda ketidaksepadanan mimikri membawa sebuah perbedaan atau kekerasan kepalaperlawanan yang menempel pada fungsi strategis kekuatan kolonial. Efek mimikri kolonial yang ambivalen terhadap pandangan penjajah bersifat mendalam dan mengganggu otoritas mereka. Bhabha 1994 telah menggunakan kerangka kerja Foucault yang mengisyaratkan bahwa ambivalensi, kurang lebih, hanyalah kanal aliran kekuasaan yang memungkinkan maksimalisasi kekuasaan itu, pengacuhan pada intensi penjajah. Ambivalensi dilukiskan sebagai ambiguitas secara seimbang di alam konteks terjajah. Kemiripan yang Mengancam Salah satu efek mimikri adalah menggelisahkan otoritas penjajah, maka mimikri harus dikontrol dan dijaga ketertibannya. Mimikri tidak boleh melewati batas-batas rasa terima kasih, dan si terjajah justru menuntut otoritas. Tuntutan ini tidak diinginkan penjajah. Mimikri akan menghasilkan masyarakat serupa tapi tak sama, menghasilkan identitas baru yang tambal sulam. Identitas ini pada akhirnya juga dapat mematikan kolonialisme. Membawa dobel visi, mimikri memperlihatkan ambivalensi wacana kolonial sekaligus mengacaukan otoritasnya. Situasi kolonial setiap harinya 222 memberikan konstelasi igauan. Negro diperbudak oleh inferioritasnya, si Putih diperbudak oleh superioritasnya tampak berperilaku sesuai orientasi neuritik Bhabha, 1994. Resistensi dalam mimikri Teori mimikri oleh Lacan dalam Bhabha, 1994 diilustrasikan dalam istilah analogis dengan pertahanan serangga secara biologis, dan akibatnya pertanyaan tentang intensi sadar atau rencana sengaja sama sekali tak dapat dibangun. Meskipun tidak dibangun terencana, keefektifan resistensi seperti itu diasumsikan secara pasti oleh Lacan dan Bhabha Moore-Gilbert, 1997: 133. Dengan demikian, pembicaraan Homi Bhabha tentang mimikri tidak terlepas dari resistensi. Konsep mimikri dan juga resistensi ini muncul dalam karya teori pascakolonialnya; dalam mimikri terbias resistensi. Kondisi ini dimaknai Bhabha sebagai salah satu tanda bahwa wacana kolonial labil dan dapat diinterupsi, Mengikuti Lacan, Bhabha 1994 berpendapat bahwa pandangan otoritas kolonial selalu disulitkan oleh fakta bahwa identitas kolonial selalu sebagian tergantung pada konstitusinya pada Otherterjajah yang secara potensial berlawanan. Ruang kolonial adalah ruang agonistik King, 1999. Pendapat ini dapat diartikan bahwa hubungan terjajah dan penjajah bersifat kompetitif. Dalam hemat saya, “mimic man” meniru sekaligus ingin menunjukkan daya kompetisinya; dengan meniru sekaligus dia menyatakan 223 bahwa kemampuannya tidak kalah dengan kemampuan yang ditiru. Daya kompetisinya menjadi senjata untuk bertahan bahkan untuk menyerang. Dengan sifat wacana kolonial yang labil, setiap saat Barat perlu mengulang- ulang seruan budaya yang mempromosikan tujuan memperadabkan Timur sekaligus menyerang cacat ras yang dimilikinya; Timur selalu dibandingkan dengan Barat yang memiliki kemurnian ras. Perulangan ini diharapkan menciptakan stereotip dan keyakinan yang dipegang pribumi seperti mereka memegang „jimat‟. Namun, kelabilan wacana kolonial tidak bisa diingkari sehingga muncullah sifat ambivalensi dalam mimikri, efek kamuflase dalam mimikri dan juga unsur perlawananresistensi dalam mimikri. Menurut Moore-Gilbert 1997: 130-140, ada dua bentuk resistensi: transitif dan intransitif. Resistensi intransitif adalah ambivalensi dari otoritas kolonial adalah robekan antar aimajiner otoritaskolonial danperforma pengalaman kolonial; resistensi ini merupakan bagian dari perubahan- perubahan pada semua bahasa yang pada hakikatnya tak bebas, khususnya melalui proses-proses repetisi dan translasi. Dalam kesimpulan saya resistensi transitif ini muncul dari sifat wacana kolonial sendiri yang mengandung dan mengundang. Semakin liar atau agresif wacana kolonial itu maka sifat inisiasi perlawanannya semakin tinggi . Bentuk resistensi intransitif membuka peluang bagi resistensi transitif danoleh Moore Gilbert Ibid., bentuk resistensi yang dikemukakan Bhabha dimasukkan ke dalam resistensi transitif. Resistensi yang terbentuk dalam