Sastra Banding sebagai dasar metode perbandingan

51 membawa kita pada ambang peran teori sastra sebagai generator dari model- model investigasi. Jost 1974 menyebut bahwa penyelidikan komparatif dibagi dalam 4 bidang dasar: pengaruh dan analogi; aliran dan trends; genre dan bentuk; dan motif, tipe dan tema. Sedikit berbeda dengannya, Kazim 1996 menambahkan satu bidang sehingga ada lima bidang kajian sastra banding: 1 Tema dan motif, 2 genre dan bentuk form, 3 aliran movement dan angkatan, 4 hubungan karya sastra dan ilmu pengetahuanagamakarya seni, teori sastra, sejarah sastra, dan teori kritik sastra. Model B yang dipilih dengan alasan, meskipun satu sastra berasal dari Timur Indonesia dan satu lainnya dari Barat Belanda, keduanya membidik setting waktu dan tempat yang sama yaitu East Hindia Belanda atau Indonesia tempo dulu. Hal ini dapat diartikan bahwa perbandingan tidak mempermasalah asal muasal kemiripan atau pengaruh-mempengaruhi kedua karya sastra. Sejarah penciptaan kedua novel tidak akan disinggung. Perbandingan difokuskan pada bidang yang terkait dengan tema dan motif kedua karya sastra. Bagaimana tokoh dan urutan cerita dibangun untuk mengemukakan tema resistensi pribumi terhadap kolonial. Sasaran utama penelitian ini adalah pembacaan pascakolonial terhadap novel-novel dua novel yang bersetting penjajahan di Hindia Belanda, maka pada dasarnya perbandingan digunakan sebagai alat bantu metode agar tidak ada bahasan penting terlewatkan. Analisis perbandingan terhadap struktur 52 novel dan bagiannya: tema, penyajian, penokohan dibatasi pada tema terkait wacana kolonial permasalahan kolonialisme dan alur cerita, artinya pada representasi masa kolonial Hindia Belanda dalam kedua novel tersebut dilakukan. Pembacaan pascakolonial yang diterapkan kemudian juga tidak melupakan cara perbandingan sehingga persamaan dan perbedaan kedua novel dalam merepresentasikan masa kolonial tidak terlewatkan. Bagaimana DSK melihat ‘Timur’ dan Hindia Belanda; bagaimana BM melihat ‘Barat’ dan Hindia Belanda. Karya Couperus, DSK dan karya Pramoedya, BM, adalah dua karya sastra memiliki kesejajaran untuk dibandingkan dan dibaca secara pascakolonial. Cara ini adalah langkah yang sangat relevan, sebagaimana pemikiran O’Reilly 2007: 117-118. Pertama, membandingkan dua karya sastra yang menanggapi sebuah periode atau peristiwa bersejarah; BM dan DSK menanggapi sejarah kolonialisme di Indonesia akhir abad 20 dan awal abad 21. Kedua, membandingkan dua karya sastra, teks kolonial dan teks poskolonial yang memiliki settingregion yang sama dengan mendiskusikan masalah representasi dan perspektifnya dan kaitan antara keduanya. Kedua novel juga dapat dipandang sebagai teks naratif sehingga teori teks naratif dan model analasisnya dapat digunakan. Representasi dalam kedua novel akan dibandingkan dan dihubungkan kaitan teksnya. Novel BM adalah wacana pascakolonial yang melakukan pelawanan terhadap kolonialisme. DSK karena ditulis oleh pihak kolonisator dan ditulis dalam bahasa mereka serta 53 diterbitkan pada masa penjajah maka boleh dikatakan sebagai wacana kolonial sebuah sebutan dalam kerangka teori pascakolonial. Akan tetapi, karena munculnya pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa novel tersebut juga melakukan kritik terhadap kolonisator sebagaimana Max Havelaar, maka tepat kiranya digunakan teori pascakolonial untuk menganalisisnya. Hal yang sama juga dilakukan terhadap BM. Maman S. Mahayana 2008 mempersoalkan konsep sastra bandingan yang menekankan pada perbandingan dualebih karya sastra yang dituntut berasal dari dua negara atau nasionalitas. Pikiran tersebut muncul ketika peneliti menghadapi dua negara dengan bahasa yang sama, misal Malaysia dan Indonesia, Amerika dan Australia. Persoalan konseptual juga timbul bila peneliti membandingkan dua karya sastra dengan menggunakan dua bahasa yang berbeda tetapi keduanya berada dalam satu negara, misal sastra Sunda dan Batak atau karya sastra berbahasa Perancis dan Belanda di Belgia. Maman S. Mahayana Ibid. juga mengingatkan peneliti agar kajian sastra bandingan tidak hanya berhenti dengan melihat persamaan dan perbedaan tekstual tetapi berlanjut pada masalah interpretasi budaya yang melahirkannya. Pada akhirnya kajian banding juga menelorkan persamaan kemanusiaan universal dan perbedaan sosio-kultural, ideologi, dan sistem kepercayaan. Dalam hemat saya, pembacaan pascakolonial akan melengkapi idealisme perbandingan kedua karya sastra. 54 Perbandingan terhadap dua novel: DSK dan BM akan dilakukan untuk mempertajam penafsiran postkolonial atas kedua novel tersebut. Sebuah novel yang menggambarkan permasalahan kolonialisme maka novel itu dapat dilihat dalam kerangka kolonialisme sejarah, budaya, agamakepercayaan dan lainnya pada masa itu. Karenanya, isu-isu atau permasalahan kolonialisme representasi dan pandanganperspektif yang muncul dalam kedua teks tersebut yang diamati. Berdasarkan pandangan-pandangan dan permasalahan antar kolonialisme Belanda di Hindia Belanda Indonesia maka novel BM dan DSK dibandingkan; bagaimana dua teks mengangkat permasalahan seputar wacana kolonial.

1.6.6 Analisis Struktural: Novel sebagai teks naratif

Rimmon-Kenan menyimpulkan bahwa karya sastra sebagai narrative fiction represents a succession of events succession of fictional events. Definisi ini memberikan perkembangan klasifikasi pada aspek-aspek dasarnya: 1 the events, 2 their verbal representation, 3 the act of telling or writing. Ketiga aspek tersebut dinamainya: story, text, dannarration. Aspek pertama mengandaikan pergantian atau urutan peristiwa-peristiwa fiksional. Aspek kedua mengisyaratkan bahwa semua pokok naratif disaring melalui prisma atau perspektif atau istilah lain adalah fokalizer; aspek ini berkait erat dengan perspektif atau prisma focalizer. Aspek ketiga mengandung pengertian “narration” yang dipandang berada antara kenyataan dan fiksional, di dalam 55 teks jalinan komunikasi meliputi pencerita fiksi yang menyampaikan cerita kepada penerima cerita 1983: hal 2-4. Novel Bumi Manusia dan DSK adalah teks naratif yang tersusun oleh unsur-unsur naratif yang membangunnya. Sebagai teks naratif keduanya diharapkan menarasikan dan memfokalisasikan ruang, waktu, karakter, peristiwa dan ide di dalamnya dalam jalinan peristiwa.

1.7 Metode Penelitian

Pendekatan pascakolonial diterapkan dengan bantuan analisis struktural. Analisis pertama adalah struktural naratif dan yang kedua adalah pembacaan pascakolonial. Dengan analisis struktural naratif diharapkan permasalahan hubungan penjajah dan terjajah masyarakat masa kolonial dan kehidupannya dapat terungkap dan dengan metode banding akan terlihat perbedaan kedua novel dalam menampilkan masalah tersebut. Bogdan dan Taylor dalam Moelong, 2003:3 telah mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian untuk mendapatkan data deskriptif berupa kata-kata baik tertulis maupun lisan. Metode inilah yang digunakan dalam penelitian ini, mengingat bahwa data-data yang ingin diperoleh dalam novel adalah data deskriptif berupa tulisan. Alasan yang lain, novel menyajikan pengalaman personal maupun cerita kehidupan sehingga metode kualitatif ini cocok digunakan. Qualitative research involves the studied use and collection of a variety of empirical materials – case study; personal experience, introspection, life story, intervieuw, artifacts, cultural texts and 56 productions, observational, historical, interactional, and visual texts – that describe routine and problematic moments and meaning in individuals’ live. Denzin, 2000. 14

1.8 Sistematika Penulisan

Hasil penelitian disajikan dalam enam bab. Bab Pertama adalah pengantar: latar belakang masalah, pokok masalah, objek penelitian, tujuan penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penyajian. Bab kedua diberi judul “Representasi MasyarakatHindia Belanda dalam Karya Sastra Kolonial dan Pascakolonial.” Bab initersaji dalam tiga bagian.Bagian pertama Pengantar, bagian kedua, Latar Historis dan Kultural membahas tentang Cultuurstelsel dan Arah Politik Etis, Pendidikan dan Kebijakan Penerjemahan dan Penerbitan, bagian ketiga adalah Representasi Kedua Novel. Bagian ketiga ini berisi pengantar tentang novel sebagai teks naratif dilanjutkan dengan penyajian perbandingan struktur naratif DSK karya Louis Couperus. Story-order dan Text-order kedua novel disertai pilihan- pilihan pembahasan peristiwa dan karakter yang menentukan arah pembacaan pascakolonial, misal tentang konflik otoritas, konflik identitas, diskriminasi ras, mimikri dan bentuk resistensi dalam masyarakat kolonial, terutama pada keluarga bangsawan-Indo yang diduga paling menonjol menunjukkan citra 14 Penelitian kualitatif melibatkan penggunaan pembelajaran dan koleksi bermacam-macam material empiris –studi kasus, pengalaman personal, introspeksi, cerita kehidupan, wawancara, artifak, produksi dan teks-teks kultural, teks observasional, historis, interaksional, dan teks visual− yang menggambarkan momen-momen problematic dan rutin, dan berarti secara individual. 57 hibrid. Bagian terakhir dari bab kedua ini berisi pembahasan ringkas mengenai pandanganposisi pengarang terhadap kolonialisme dan perlawanannya dalam kedua novel. Bab ketiga menjadi awal pembacaan pascakolonial. Bab ini berjudul “Menggapai Identitas Kultural” dan terdiri dari sub judul: Pengantar Relasi Penjajah dan Terjajah dalam Kerangka Pikir Homi Bhabha, Penanda- Penanda Identitas dan dominasinya dalam kedua novel: ruang publik, pribadi, pakaian, Identitas Putih vs Identitas Indo dan Citra Verindisching dalam Kedua Novel. Bab keempat adalah pembacaan pascakolonial kedua dengan melihat mimikri dan bentuk perlawanan yang dilakukan subjek terjajah terhadap penjajah. Dalam DSK dan BM. Bagian yang berjudul “Resistensi dalam Mimikri” terbagi dalam: Pengantar: Ambivalensi mimikri, Gambaran Perlawanan Kolonial dalam Karya Sastra Indonesia dan Hindia Belanda, Fixity dan Interupsi, Hibridisasi, Kemiripan dan Ancaman, Fantasi Pribumi dan Hasrat Kolonial, Islam dan Pengingkaran, Kamuflase dan Resistensi, ‘Perbudakan Superioritas dan Inferioritas’ . Bab kelima adalah kesimpulan dan saran diikuti bagian lampiran. Bagian lampiran terdiri dari daftar karya sastra Hindia Belanda dan informasi penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia, daftar karya kedua pengarang dan cuplikan skenario film DSK dan juga cuplikan terjemahan DSK dalam bahasa Indonesia yang menunjukkan perbedaan kisah antara novel dan skenario.