Aturan-aturan dalam Kehidupan Sehari-hari : Pengukuhan Identitas dan Penerapan Apartheid

100 mencoba bertindak sangat Eropa dengan berbicara bahasa Belanda rapi. Bahkan dia berpura-pura bahwa bahasa Melayunya tidak bagus, dan juga tidak menyenangi jamuan nasi, maupun rujak. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut hidup berdampingan, terutama dari kelompok Belanda, Indo dan pribumi Jawa. Mereka tinggal dalam rumah masing-masing, bahkan dalam kampung masing-masing, tetapi gaya hidup mereka saling mempengaruhi. Pada lingkungan bangsawan Jawa tersedia wisky-soda untuk menjamu tamu mereka. Pada lingkungan Belanda- Indo masalah takhayul ikut mewarnai hidup mereka. Dalam Het land van herkomst Tanah Asal, E. du Perron menampilkan ayah tokoh utama ayah Ducroo yang gemar pijit, mendengarkan gamelan, percaya dukun dan ilmu gaib. Kalaupun tidak memercayainya, mereka harus bertemu dengan takhayul lewat para pembantunya. Dalam novel DSK tokoh Leoni, seorang wanita asli Belanda yang lahir dan besar di Hindia Belanda, sangat terganggu oleh hal-hal mistik yang ada di Jawa. Leoni, nyonya residen, yang sangat cuek pun harus membujuk suaminya untuk memberi sedekah pada sumur yang baru sebelum digunakan. Dia juga merasakan getar ketakutan mendengar cerita kuntilanak dari pembantunya, mendengar dugaan tenung dari kabupaten. Residen yang disebut sangat logis pun harus kalah oleh mistik. 15 Doddy, anak gadisnya dari istri terdahulu 15 Hij geloofde aan een kracht, diep verborgen in de dingen van Indië, in de natuur van Java, het klimaat van Laboewangi, in het gegoochel ─ zo noemde hij het nog ─ dat de Javaan soms knap maakt boven de Westerling, en dat hem macht geeft, geheimzinnige macht, 101 seorang wanita Indo, selalu dihantui oleh sosok haji putih, sosok berpakaian haji warna putih plus tulban putih. Bila sosok ini muncul, ada kepercayaan akan adanya hal-hal celaka. Haji putih adalah haji tak baik; haji putih adalah hantu. Bagaimana bisa sosok haji ─tokoh pimpinan dalam agama Islam─ bisa dikonotasikan dengan hantu dalam novel tersebut? Dalam sejarah pengaturan agama dan naik haji Bloombergen, 2011:23 Gubernur Jendral A.J. Duymaer yang berkuasa dari 1851-1856 telah menghapus pungutan naik haji sebesar 110 gulden pada tahun 1852. Pungutan tersebut sudah ada sejak tahun 1825. Penghapusan diikuti persyaratan bahwa surat jalan dapat dimintakan pada bupati bila calon haji membuktikan kepemilikan uang untuk menghidupi diri sendiri di Mekkah dan keluarga yang ditinggalkannya. Keputusan ini berakibat pada kenaikan jumlah orang yang naik haji. Akibat langsung adalah jumlah haji yang bertambah, dan akibat tak langsung adalah semakin banyak ditemukan orang-orang berpakaian haji putih. Keadaan ini mencemaskan dan menakutkan kelompok Eropa. Mereka sering menengarai kelompok haji berada di belakang pemberontakan para petani. Djoko Surjo, dkk. 1985: 25 menyinggung peranan kyai yang berawal dari pemimpin agama berkembang menjadi pemimpin masyarakat dan niet om zich te bevrijden van het juk, maar wel om ziek te maken, te doen kwijnen, te plagen, te treiteren, te spoken onbegrijpelijk en afgrijselijk; DSK :200. Dia percaya pada kekuatan yang tersembunyi di kedalaman benda-benda di Hindia, di alam Jawa, pada cuaca Labuwangi, pada guna-guna, dia masih menyebutnya guna-guna, percaya bahwa kadang-kadang orang Jawa lebih pintar di atas orang Eropa, dan hal itu memberinya kekuasaan, kekuasaan rahasia. Kekuasaan yang bukan untuk membebaskan diri dari beban, tetapi kuasa untuk membuat sakit, untuk membuat merana, untuk menganggu, untuk mengusili, menghantui secara mengerikan dan tak dapat dimengerti KD: 206 . 102 politik yang menghadapi penetrasi kolonial di pedesaan pada abad ke-19 dan awal abad-20. Meskipun orang Eropa mencemaskan fanatisme Islam yang dinilai tumbuh di Hindia Belanda seiring dengan kenaikan jumlah orang yang berangkat haji dan juga pembangunan Islam, di tanah Jawa dari jaman dulu hingga kini dikenal luas dua cerita besar, epos Ramayana dan Mahabarata yang bersumber dari agama Hindu. Menurut Mulder 1980 keduanya mengajarkan adanya keseimbangan, adanya kelompok baik dan kelompok buruk: ada Rama dan Rahwana, ada Pandawa dan Kurawa. Kedua kekuatan, baik dan buruk, hidup berdampingan. Kekuatan jahat disimbolkan oleh hal-hal lahir dan kekuatan baik adalah hal-hal batin. Juga dalam masyarakat yang sebagian besar beragama Islam masih berkembang hal-hal mistik dan takhayul. Suyono 2009 16 menyimpulkan, pada tahun 1920 secara garis orang Jawa menganut agama dan kepercayaan : Tiang Tenger, Animisme, dan Islam. Tiang Tenger bersumber pada Hindu, sedangkan animisme adalah keyakinan asli Jawa. Islam yang kemudian dianut orang Jawa dapat dibedakan menjadi empat: a. Kaum Islam yang masih memegang kepercayaan Brahma dan Budha, b. Kaum Islam yang menganut kepercayaan magis dan dualisme, c. Kaum Islam yang masih menganut animisme, d. Kaum Islam yang menganut agamanya secara murni. 16 Seperti diakui oleh pengarangnya, Capt. R.P. Surono, buku berjudul Dunia Mistik Orang Jawa disadur dari karya Van Hien. Karya ini juga telah dibaca oleh Louis Couperus. 103 Dunia mistik dalam masyarakat Jawa yang sudah mengenal agama, mengundang ketertarikan Niels Mulder untuk menelitinya. Mulder 1978 menyimpulkan bahwa pada alam mistik Jawa dikenal adanya dunia kosmos jagad raya dan mikrokosmos jagad cilik. Muncul konsep keharmonisan antara keduanya; sesuatu yang beres adalah keselarasan dengan maksud kosmis: ada pencipta dan ciptaan, ada tuan dan pelayan, ada asal dan tujuan sangkan-paran. Di dalam kehidupan praktis bernegara muncul Raja dan kawula rakyat. Raja sebagai penguasa adalah wakil Tuhan. Muncul pemahaman bahwa menghormati yang lebih tua, menghormati orang tua, menghormati guru, dan menghormati Raja, adalah salah satu cara menghormati Tuhan atau sang penguasa alam. Alam di dalam mistik Jawa dipercaya dihuni roh, artinya ada sejumlah roh yang meninggali tempat-tempat tertentu. Mereka adalah hidup. Agar kehidupan manusia mengalami ketenangan, apa yang terlihat wadag dan yang tak terlihat halus, roh, harus sama-sama diperhatikan. Bila ada orang yang akan menebang pohon, dia harus mengadakan upacara atau memberikan sesaji agar roh yang ada dalam pohon merelakannya. Bila orang ingin membuat sumur maka sesaji harus diadakan sebelum sumur dibuat. Keselarasan antara wadag dan batin, antara kasar dan halus, antara manusia dan Tuhannya. Dapat dimengerti bahwa rakyat Jawa sangat tunduk pada rajanya, pada penguasanya. Raja adalah orang yang terpilih. Berikut pernyataan J. Kajat Hartoyo dalam Kuntowijoyo, 2006: XXIV. 104 “Raja melihat kawula dan priyayi sebagai abdi yang harus duduk di lantai....Priyayi dan kawula melihat raja sebagai pemilik sah kerajaan melalui kepercayaan akan adanya wahyu...Priyayi melihat kawula sebagai wong cilik, yang tidak mempunyai simbol kekuasaan, oleh karenanya rendah, kasar, dan tak terpelajar.” Pemahaman tersebut juga terekspresi melalui bahasa. Kuntowijoyo menyebut bahwa penghormatan terhadap yang lebih tinggi ditunjukkan melalui hierarki bahasa: bahasa keraton, krama tinggi inggil, krama madya menengah, kromo desa, kromo nggunung dan bahasa ngoko. Karena dianggap penting di Surakarta, pada tahun 1900-an, terdapat organisasi pemelihara bahasa atau Mardi Basa, pimpinan Ki Padmasusastra Ibid., hlm. 28. Untuk mengatakan makna “tidur” bahasa Jawa bisa memiliki berbagai bentuk bahasa: micek, turu, tilem, sare. Di tengah kepercayaan akan mistik Jawa, ajaran Islam, Belanda mengusahakan pendidikan formal; suatu usaha yang cukup berat mengingat juga adanya tuduhan bahwa sekolah Belanda adalah sekolah kafir. Di lain pihak, zending dan misionaris masih tetap berjalan. Dimulai dengan masuknya perserikatan dagang Belanda VOC dan dilanjutkan oleh pemerintahan Belanda, kolonialisme Belanda merasuki kehidupan masyarakat Nusantara. Mereka mengoloni, mengatur, dan menerapkan hukum bagi penduduk Hindia Belanda. Berbekal misi peradaban, berbekal paham ‘orientalisme’ pribumi diundang untuk mengikuti peradaban, para bangsawan dilibatkan dalam pemerintahan. Mereka juga mengurus bacaan atau teks-teks yang tidak mengundang perlawanan pribumi sehingga 105 kolonialisme berlangsung dalam waktu lama dan nampak ada kerjasama antara pribumi dan pemerintahan Belanda. Namun, bertolak pada pandangan perlunya peradaban bagi pribumi mereka menciptakan mitos bahwa pribumi terbelakang: malas, tidak berpendidikan, bertakhayul dan tidak rasional; mereka telah menciptakan konstruksi identitas rasial dengan pembedaan hak dalam fasilitas, ruang pemukiman, dan hukum. Kondisi ini mendapat pertentangan dari para pribumi sebagaimana tercermin dalam tulisan pers maupun karya sastra. Hal ini menunjukkan bahwa wacana kolonial selalu membuka peluang interupsi, membuka pintu perlawanan dan kontradiksi, bahkan bagi orang Belanda sekalipun.

2.3 Representasi Masyarakat Kolonial dalam DSK dan BM : Analisis Struktural

Sastra yang ditulis oleh pengarang yang berada dipihak penjajah dapat dikatakan sebagai sastra kolonial, terlebih DSK 1900 ditulis ketika kolonialisme di Hindia Belanda masih berlangsung. BM diterbitkan 1980 ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer ketika masa Indonesia telah merdeka. Bila berbicara tentang pascakolonialisme dari segi waktu, jelas BM ditulis sesudah masa kolonialisme; BM juga mengemukakan pengalaman-pengalaman kolonialisme dan antikolonialisme. Seperti telah disinggung di atas, kedua novel merepresentasikan masa kolonialisme menjelang akhir abad ke-19. Pada kedua novel menyebut ratu 106 Wilhelmina sebagai penguasa Belanda saat itu. Bahkan dalam BM disebut jelas tentang penobatan Ratu Wilhelmina pada 7 September 1898; penobatan dirayakan dengan pertandingan, pameran ketrampilan dan kebiasaan dari Eropa seperti sepakbola, standen, kasti; suara meriam pun berdentam. Rimmon-Kenan 1993: 3-4 melihat bahwa teks adalah satu-satunya bahan yang tersaji pada pembaca, pembaca akan memperoleh pengetahuan mengenai cerita story dan penceritaan. Teks tidak akan tercipta tanpa adanya tindakan bercerita. Teks adalah sekumpulan cerita story. Story sendiri dijelaskan sebagai sebuah pergantian peristiwa-peristiwa a succession of events. Peristiwa dimaksudkan bukan hanya kejadian fisik, aksi atau ucapan, tetapi juga perubahan karakter atau sikap, sebuah pandangan, sebuah keputusan Ibid., hlm. 17. Di dalam teks muncul peristiwa-peristiwa yang tidak ditampilkan dalam urutan kronologis, karakteristik dari peserta diedarkan menyeluruh dan semua item dari isi narasi disaring melalui semacam prisma atau perspektif fokalizerfokalisator. Teks juga mengimplikasikan siapa yang menulis atau berbicara. Aspek ketiga dari tindak produksi tersebut adalah narrationpenceritaan yang dapat dianggap sebagai real dan fiksional sekaligus. Pada saat terjadi fokalisasi Ibid., hlm. 71-85 dalam novel, objek fokalisasinya dapat berupa tokoh, ruang, waktu, maupun opini; fokalisasi dapat dilakukan oleh tokoh maupun narator dan dapat berlangsung eksternal dan internal. Kedua novel yang diteliti memiliki latar yang sama dan khas, 107 yaitu jaman penjajahan Belanda akhir abad sembilan belas hingga awal abad duapuluh. Meskipun memiliki kemiripan masa, ruang yang dihadirkan akan berbeda dan juga diberi makna berbeda. Dalam DSK ruang sekolah tidak hadir, dalam Bumi Manusia alam Jawa yang misterius tidak dimunculkan. Dalam orientalisme, menurut Said 1979, Timur adalah serupa ruang kosong yang diberi makna oleh Barat sesuai dengan maksud dan harapan mereka. Rimmon-Kenan 1993, lebih menyukai sebutan narator dan narratee, pencerita dan tercerita; narator adalah suara atau speaker dari teks. Baginya tercerita tidaklah sama dengan pembaca real dan pengarang real bukanlah narator. Dalam pembahasan ini konsep narator akan digunakan. Berkaitan dengan cerita dan teks, Rimmon-Kenan 1993: 43-58 membedakan story-order dan text-order; apa yang dimaksud dengan urutan cerita dan urutan teks. Urutan cerita adalah cerita-cerita yang berurutan secara logis, menurut logika kejadian, sedangkan urutan teks adalah pengaturan penyajian cerita di dalam teks. Bisa terjadi urutan cerita tidak tersaji sama dalam teks, Rimmon-Kenan menyebutnya ketidaksesuaian antara story–order dan text-order. Tipe-tipe utama dari ketidaksesuaian antara urutan-cerita dan urutan teks, secara tradisional dikenal sebagai flashback atau retrospeksi dan foreshadowing atau antisipasi. Dalam ulasan ini saya akan merujuk pada istilah yang digunakan Rimmon-Kenan, yaitu analepsis a narration of a story-event at a point in the text after later events have been told dan prolepsis a narration of a story-event at a point before earlier events have been 108 mentioned. Kedua cara dibagi ke dalam tiga hal yaitu : homodiegetic analepsisprolepsis, heterodiegetic analepsisprolepsis, dan autodiegetic analepsisprolepsis. Pada cara analepsis, peristiwa yang lama telah terjadi baru dituturkan pada masa kini. Baik analepsis yang bersifat homodiegetic maupun autodiegetic, narator adalah pelakutokoh cerita. Bila dia menjadi tokoh utama maka ketidaksesuaian tersebut dinamakan autodiegetic analepsis. Bila narator bukan tokoh utama maka akan terjadi analepsis homodiegetic. Minke dalam Bumi Manusia adalah pencerita sekaligus tokoh utama. Pada narasi oleh Minke digunakan autodiegetic analepsis. Cara yang lain, yaitu heterodiegetic analepsis menghadirkan pencerita yang absen atau berada di luar cerita yang bertutur tentang cerita masa lalu. Dengan cara prolepsis tokoh atau peristiwa ditampilkan dalam jangka waktu yang lebih awal dari sesungguhnya. Peristiwa yang akan terjadi telah dituturkan pada masa sekarang. Menurut Rimmon-Kenan, cara ini lebih sedikit digunakan dalam tradisi Barat dibandingkan cara analepsis. Cara ini memang memicu pertanyaan atau penasaran atau suspenseketegangan: apa yang akan terjadi, bagaimana hal itu nanti akan terjadi?

2.3.1 STORY-ORDER dan TEXT-ORDER KEDUA NOVELDSK dan BM

Berikut gambaran organisasi peristiwa-peristiwa dalam kedua karya sastra. 17 Rimmon-Kenan menyatakan bahwa text-order adalah urutan kejadian- 17 Karena penelitian juga menggunakan perbandingan sebagai metode, penyajian analisis struktural dan hasilnya secara langsung disandingkan atau dibandingkan.