masyarakat sebagai social amoeba, yaitu sebagai orang miskin yang bodoh, sebagai perusak lingkungan dan kriminal dan lain-lain, bukan
melihatnya sebagai manusia yang subyek dari pembangunan. • Secara teoritis pihak proyek menyebutkan pentingnya kearifan lokal local
wisdom, akan tetapi dalam prakteknya seringkali tidak mengindahkannya dengan berbagai alasan, khususnya bila kearifan lokal itu sudah hampir
punah atau sudah punah. • Masalah lingkungan di Indonesia kental dengan masalah politik dan
kekuasaan, dan pihak proyek seringkali mengabaikan faktor ini dalam perencanaan, sehingga tidak heran banyak program yang terhenti di tengah
jalan.
8.4 Pendekatan untuk Perubahan Perilaku
Oleh karena perubahan perilaku menjadi target dari studi ini,maka pendekatan yang dipakai untuk mewujudkan hal tersebut adalah a behaviour-
centered approach. Adapun skema yang dipakai adalah sebagai berikut : Identifikasi perilaku yang relevan
Fokus kepada perilaku kunci Menentukan kendala dan benefit
Mengembangkan dan menerapkan program-program untuk mengubah perilaku
monitor dan evaluasi Sumber : Bruce A.Byers, 1995, hlm.18
Gambar 19 Tahapan penyusunan perubahan perilaku
8.5 Perilaku Kunci untuk perubahan
Perilaku yang diharapkan adalah : berubah dari DF ke SF dengan mengubah perilaku yang sudah didentifikasi. Perilaku di sini dipengaruhi oleh
kombinasi faktor pengetahuan, kepentingan, kultur. Perilaku positif yang sebaiknya dipertahankan bahkan dikembangkan terus adalah sebagaimana yang
tertera pada Tabel 12. Tabel 12
Perilaku Kunci nelayan Pulau Barrang Lompo dan implikasinya Perilaku
kunci Implikasi Informasi
tekstual
1 Perasaan bersalah
Jika alternatif pekerjaan jelas,
akan pindah “dari dulu orang-orang tua selalu bilang
ini melanggar ,ayah saya bilang ini melanggar, kakek saya juga bilang ini
melanggar, sampai buyut-buyut saya juga bilang melanggar. Maklum pak, kita ini
orang miskin, kalau tidak begini bagaimana kehidupan kita” , tutur kepsek
SD dan penjual material bom ikan
2 Takut dipenjara
Harus ada alternatif kerjaalat tangkap
yang aman dari kejaran polisi
“kita pikir nasib anak isteri di pulau….makan apa….kalau di penjara
terlalu lama,” kata Bh nelayan pa’es
3 Hormati pemimpin
Kemudahan dalam mempekerjakan di
bawah pengawasan kita, syaratnya kita
adil dalam pengupahan, yang
bekerja banyak upahnya juga lebih
dibanding yang bekerja kurang
“kita dengar apa kata punggawa….suruh ke kanan kita ke kanan, ke kiri kita ke kiri.
Kalau ada Sawi yang bertengkar, asal Punggawa sudah bicara semua ikut,”kata
R – Punggawa Pa’es
4 Budaya mandiri
Harus ada bantuan teknologi-finansial
untuk mendorongnya
keluar dari pekerjaan nelayan
Pa’es “…lebih enak kerja di perahu joloro
sendiri. Tidak ada yang nyuruh- nyuruh...,”jawab Bh.
5 Pernah variasi
kerja Cukup fleksibel
untuk pindah kerja “orang pulau…apa-apa yang bisa jadi
uang dikerjakan,” encik M.pegawai perusahaan karang dan ikan hias untuk
akuarium
Perilaku kunci
Implikasi Informasi tekstual
6 Betah di laut
Bagus untuk pekerjaan di laut
“…kerja di laut itu keras, berhari-hari dimakan ombak….itu kehidupan kita. Biar
di pulau, kita sering tidur di kapal ”tutur Rn nelayan Pa’es
7 Pemberan i dan
agresif siri’ na
pacce Bisa menangani
pekerjaan penuh risiko, misal
petugas keamanan di laut
“…maksudnya biar ada badai dan ombak besar di laut, kalau kapal sudah berangkat
dari pulau, lebih baik mati tenggelam bersama kapal, daripada pulang tanpa
hasil,” jelas Bu St sanrodukun kelautan tentang makna ritual kenelayanan
8 Biasa tinggal di
rantau Mudah dipindahkan
ke lokasi lain, yang penting tidak lepas
hubungan kekeluargaan
dengan di pulau mis.di Balikpapan,
Sorong,dll “…mana-mana yang ada hasil saja. Kalau
kita dengar di sana banyak hasil, orang pulau mau tinggal, apalagi kalau ada
keluarganya di sana,” kata pak S, pemilik warung Italy
Sumber : hasil penelitian penulis di Pulau Barrang Lompo Catatan :
Tahap inisiasi : menekankan penghentian dagang ilegal material bom ikan dan hukuman penjara bagi nelayan selama ini denda. Awareness dalam penyuluhan
dan brosurstiker spanduk ditekankan pada hukuman penjara perilaku kunci 1,2,3.
Tahap pemberdayaan : menekankan pada variasi pekerjaan dan pendampingan jangka panjang perilaku kunci 4,5,6,7,8
Ada beberapa kondisi aktual di daerah penelitian yang menguntungkan untuk melakukan perubahan ke arah kenelayanan yang lebih ramah lingkungan
benefit, setidaknya ada 7 kondisi sebagaimana tertulis di bawah ini.
Kondisi 1.
Pada saat penelitian ini dilakukan sudah terjadi penghalauan terhadap nelayan pelaku destructive fishing, misal yang dilakukan masyarakat di
Kabupaten Barru. Bila hal ini bisa dilakukan secara massal di berbagai tempat akan menyebabkan terhentinya DF dengan sendirinya Prosesnya : melakukan
program awareness ke daerah-daerah nelayan, khususnya yang perairannya
menjadi fishing ground DF. Kondisi 2
. Telah munculnya kesadaran akan perusakan lingkungan akibat penggunaan alat tangkap destruktif seperti potassium sianida, yang kini nelayan
penggunanya sudah dikejar penduduk lokal dengan parang. Pemerintah harus bisa
membuktikan tentang bahayanya teknologi destruktif bom ikan. Prosesnya : program awareness.
Kondisi 3. Pada saat penelitian ini berlangsung, perang terhadap korupsi
sedang gencar-gencarnya di provinsi Sulawesi Selatan. Sepatutnya sasaran target pelaku korupsi juga termasuk oknum petugas keamanan dan oknum penegak
hukum. Setiap pemerasan terhadap nelayan yang diketahui seharusnya diganjar hukuman keras, misal langsung dipecat dari kedinasannya. Prosesnya : tindakan
hukum koersif
Kondisi 4.
Ketika penelitian ini dilakukan, pembasmian perdagangan ilegal bahan pembuat bom ikan maupun racun potas sianida sedang gencar-
gencarnya dilakukan, yakni dengan menangkapi para pedagang dan pendukung serta yang backingnya. Prosesnya : tindakan hukum koersif
Kondisi 5. Ketika wawancara di lapang, nelayan selalu bertanya-tanya
jenis alat tangkap alternatif ramah lingkungan. Mereka merasa perlu sekali teknologi alternatif itu, karena harga bom ikan dirasakan semakin mahal dan
ketidaknyamanan dari kejaran petugas keamanan pada waktu mencari ikan. Selain itu, nelayan sebenarnya juga sudah mulai menyadari bahwa ikan di laut sudah
mulai sulit diperoleh. Nelayan berharap dibantu sepenuhnya dukungan dana untuk beli alat itu. Sampai kini belum ada solusi dari pemerintah. Prosesnya :
pemberdayaan
Kondisi 6. Telah munculnya kesadaran teritori laut ethno-territory yang
membatasi nelayan-nelayan lain mencari ikan di dekat pulau mereka atau wilayah mereka, misalnya sikap nelayan-nelayan dari Pulau Kappoposang yang melarang
orang Pulau Barrang Lompo untuk mencari ikan di wilayah perairan pulau mereka. . Hal ini sebenarnya memberi kesempatan bagi pemerintah untuk masuk
dan mengatur penggunaan laut, tidak lagi open access seperti dulu. Juga pengaturan alat tangkap apa yang sebaiknya dipakai. Prosesnya : awareness
Kondisi 7.
Satu hal yang penting perlu dikemukakan di sini bahwa sudah begitu banyak jumlah upaya atau intervensi yang dilakukan oleh berbagai pihak
untuk mengurangi tekanan destructive fishing di Pulau Barrang Lompo, dengan
rincian sebagai berikut dalam Tabel 13 :
Tabel 13 Daftar Upaya Penghentian Destructive Fishing di Pulau Barrang Lompo
Tahun Intervensi Jenis
Tempat Agen
penggerak Tujuan
19971 998
Stiker, poster, dll awareness
Di pulau Coremap
Penyadaran 1999 Surat
pemerintah, pengumuman lisan di
masjid, awareness Di
pulau Aparat
pemerintah, khotib
Penyadaran dan Peringatan
akan sanksi 2000 Kunjungan
Pejabat pemerintahan dan pejabat
keamanan ke pulau ini awareness
Di pulau Kapolda, utusan
Walikota, Kapolairud,
Kapolres, dll Perubahan
perilaku dan peringatan
akan sanksi
2001 Pembentukan Kelompok
Pecinta Lingkungan Laut awareness Di
Makassar dilantik dgn SK
Walikota dan disaksikan juga
oleh anggota DPRD
Perubahan Perilaku
20022 003
Mulai sering ada trainingpenyuluhan ttg
larangan DF dan pentingnya terumbu
karang awareness
Di pulau Pemerintah
maupun LSM Pengetahuan
dan Perubahan Perilaku
2003 Penangkapan nelayan
pengguna bom ikan dan pedagang material bom
Koersif Di seluruh
perairan Sulawesi
Selatan Polisi
Memberi efek jera
2004 Pembagian kalender,
brosur, pemutaran film dll awareness Di
pulau LSM,
Mitra Bahari
Penyadaran 20042
005 Pembentukan DPL daerah
perlindungan laut Pemberda
yaan Di pulau
LSM, Mitra Bahari,
mahasiswa Perubahan
Perilaku 2005 Pembentukan
Pokwasmas Kelompok Pengawas
Masyarakat untuk Pulau Barrang Lompo, Pulau
Barrang Caddi dan Pulau Bonetambung
awareness Di pulau
LSM, Mitra
Bahari dan pemerintah lokal
Penyadaran dan perubahan
perilaku
20042 005
Majlis taklim Al-Ikhsan awareness
Di pulau LSM dan Guru-
guru SMP Perubahan
Perilaku 2005 Penangkapan
besar- besaran terhadap nelayan
maupun pedagang ilegal Koersif Di
pulau distributor
besar ter- tangkap di
Makassar Polisi Penghentian
total
Tahun Intervensi Jenis
Tempat Agen
penggerak tujuan
2005 Mendatangkan nelayan
Madura dgn alat tangkap jarring
awareness Di perairan
Selat Makassar
perairan Spermonde
Pemerintah-DKP kodya Makassar
Perubahan Perilaku
2005 Pembentukan koperasi Ata
Matuna Pemberda
yaan Di pulau
Nelayan pulau, DKP kodya
Makassar, Mitra Bahari dan Lesam
Perubahan Perilaku
2005 Pertemuan antar para
pihak di Makassar awareness Di
Makassar DKP Makassar
dan polisi Perubahan
Perilaku dan penghentian
total
Berdasarkan tabel di atas, di Pulau Barrang Lompo ini setidaknya sudah ada 9 kali program awareness yang telah diterapkan, 2 program pemberdayaan dan 2
program koersif untuk mengurangi tekanan destructive fishing. Implikasinya, penduduk sudah terkondisikan untuk bisa menerima penghentian praktek
penggunaan bom ikan sebagai alat tangkap. Perubahan ke arah kenelayanan yang ramah lingkungan tentu memerlukan
proses panjang dan waktu yang tidak sebentar. Penentangan tidak hanya berasal dari kalangan nelayan saja kendala, tetapi juga dari pihak-pihak yang terlibat
perdagangan ilegal material teknologi destruktif tersebut. Secara rinci pihak-pihak tersebut adalah :
1 Punggawa Pa’es, 2 Perdagangan ilegal : punggawa malaysia-punggawa Pare-pare - punggawa
Makassar – punggawa pulau, 3 Polisi : sektor 1, pelabuhan, polair, polda, polres, poltabes 4 jalur
pabalolang Punggawa Pa’es, khususnya Punggawa Pulau yang memiliki kapal
diuntungkan banyak sekali, karena dari operasi penangkapan ikan dia memperoleh banyak bagian, mulai dari kapal, mesin, kompresor, alat selam, perbekalan. Ikan-
ikan yang ditangkap oleh nelayan dihitung dan diberi harga olehnya.Selanjutnya dia jual ke Makassar. Aktor-aktor di jalur perdagangan ikan pabalolang juga
sangat diuntungkan karena mereka yang menentukan harga jual dan memperoleh keuntungan dari rantai penjualan hasil tangkapan nelayan Pa’es.
Pihak-pihak yang terlibat dalam perdagangan ilegal material bom juga memperoleh banyak keuntungan karena monopoli dan penentuan harga sepihak.
Polisi memperoleh banyak keuntungan dari ’uang polisi’ yang harus disetorkan nelayan khususnya setelah pulang dari pelayaran.
Dari pihak nelayan sendiri problem utamanya adalah mereka sudah tidak terbiasa lagi menggunakan alat tangkap lain selain bom. Ada ungkapan dari
nelayan seperti ini : ”kalau nelayan pintar memancing itu lucu...” Mereka sudah sangat lama tidak menggunakan alat tangkap lain, sehingga susah untuk pindah ke
alat tangkap lain.
Selain itu, sebagaimana yang dikemukakan nelayan dalam pertemuan Paotere lihat Bab 7 pola pandang pemerintah bahkan termasuk Dinas Kelautan dan
Perikanan kotamadya Makassar masih bias daratan hinterland oriented, mereka lupa bahwa teknologi nelayan mahal sekali, sesuatu yang jauh berbeda bila
dibandingkan di daratan seperti kerja tani atau yang sejenisnya. Mereka hanya bisa bilang teknologi tangkap harus diganti, tetapi tidak menyediakan atau
membantu dana pembelian teknologi, dan menganggap itu urusan nelayan sendiri.
Adapun problem terbesar yang menyulitkan penghentian praktek
penggunaan bom ikan ini adalah tiadanya trust di kalangan masyarakat Pulau Barrang Lompo terhadap penggerak program, aparat pemerintah maupun penegak
hukum. Berbagai program yang datang ke pulau ini diterima dengan curiga dan pandangan bahwa orang tidak memperhatikan nasib nelayan pulau ini serta hanya
mengambil keuntungan dari nelayan. Sikap ini muncul karena 1 para nelayan
telah bertahun-tahun sebagai bound group yang menyimpan rahasia perdagangan
ilegal material bom ikan maupun penggunaannya sebagai alat tangkap, sehingga kehadiran orang-orang’asing’ dengan program-programnya disikapi dengan
kecurigaan dan antipati, 2 para penggerak program selama ini bersikap ‘memusuhi’ masyarakat nelayan pulau ini dengan menyebut-nyebut keburukan
dari praktek destructive fishing. Belum ada upaya-upaya yang lebih ramah
untuk mengajak nelayan berhenti dari kerja nelayan bom ikan dan menggantinya dengan alat tangkap yang ramah lingkungan, dan 3 sudah berlangsung bertahun-
tahun nelayan harus memberikan ‘upeti’ kepada oknum-oknum tertentu.
8.6 Skenario perubahan