membawa material bom ikan yang diletakkan di Lepa-lepa perahu kecil bertelinga. Dengan perahu kecil itulah mereka bertiga berangkat dari pantai
menuju ke kapal yang berlabuh agak jauh dari pantai.
5.3.1.5 Teknik Penggunaan Bom
Bom ikan dalam bahasa lokal Makassar disebut Mercun, dan dalam percakapan sehari-hari lebih sering digunakan istilah Rudal. Yang menarik, kata
Rudal dalam pergaulan sering digunakan dalam kalimat sebagai padanan yang santun euphemism untuk jenis kelamin laki-laki penis. Suatu kebanggaan bagi
seorang nelayan apabila mampu menguasai teknik penggunaan bom ikan. “Belum jadi nelayan, kalau belum bisa ngebom....,“kata seorang nelayan Pa’es. Selain itu,
dalam sistem kenelayanan Pa’es, menjadi pengebom patunu berarti mempunyai posisi penting.
Ada dua jenis perahu yang dipakai bersamaan dalam suatu operasi penangkapan ikan, yang satu adalah kapal besar bermesin dan satu lagi adalah
Lepa-lepa, perahu kecil tidak bermesin, yang dibawa dalam kapal besar serta baru diturunkan ke laut ketika akan melakukan penangkapan ikan. Bila kapalnya
panjang sekitar 10 meter-an biasanya hanya mengangkut satu Lepa-lepa. Jika panjang kapal lebih dari 10 meter-an, misalnya 17 meter umumnya terdapat dua
Lepa-lepa. Di dalam perahu Lepa-lepa biasanya terdiri dari 3 orang yang merupakan ujung tombak pencarian ikan, yakni patunu, patula dan pa’dayung.
Ketiganya biasanya adalah nelayan-nelayan yang berpengalaman atau senior dibandingkan awak kapal lainnya.
Orang pertama adalah ’patula’ atau dalam kata lain disebut ’tukang ngaca’ yaitu orang yang punya keahlian mengetahui di mana keberadaan ikan. Biasanya
dia juga menguasai magic dan mantra-mantra tertentu. Umumnya posisi ini dipegang langsung oleh Punggawa LautJuragan. Kesuksesan tim nelayan ini
sangat tergantung pada Patula. Dia bekerja keras untuk mengetahui keberadaan ikan. Kepalanya sering dimasukkan ke dalam air untuk mengetahui ada tidaknya
ikan. Kadangkala dia menyelam dalam usaha menemukan kelompok ikan. Orang kedua dalam perahu Lepa-lepa adalah ‘Patunu‘ yang bertugas
melemparkan bom ke kelompok ikan berdasarkan komando dari Patula. Patunu
terlatih dalam merakit bom ikan dan melemparkannya ke kelompok ikan. Material bom yang dibawa seperti pupuk, sumbu, detonator, batangan besi,
derigen, solar dan bensin disimpan di kapal dalam bentuk yang terpisah-pisah. Awak kapal lainnya akan membantu merakit bom, kecuali memasang sumbunya.
Patunu lah yang memutuskan berapa panjang sumbu yang biasanya dilakukan sebelum dia melemparkannya. Itulah sebabnya dia selalu membawa pisau dalam
bertugas. Panjang sumbu untuk bom 5 liter adalah 17 cm, untuk bom 2 liter 5 cm dan untuk bom 1 liter atau 0,5 liter juga 5 cm. Alat untuk pengukurannya
dipergunakanlah sebatang korek api yang berukuran 5 cm. Dia melatih dirinya dengan sejumlah latihan. Biasanya calon nelayan yang
masih berusia muda sekali dilatih oleh ayahnya atau pamannya, dan kelak setelah ikut menjadi awak kapal, dia menjadi mahir di bawah pelatihan oleh
Punggawanya. Awalnya dia mencoba melempar bom ikan ukuran kecil 0,25 liter ukuran botol Krating Daeng di perairan Pulau Barrang Lompo. Sumbunya
cukup panjang tidak menggunakan standar yang ada. Kemudian dia mencoba melemparkan bom ikan yang lebih besar ukurannya, sehingga dia dapat
melemparkan bom 5 liter. Untuk membakar sumbu bom dia menggunakan rokok yang sudah terbakar, obat nyamuk atau sabut kelapa yang sudah terbakar.
Ada dua prosedur yang berbeda dalam melempar bom. Pertama, untuk bom yang berukuran kurang dari 5 liter, bom dibawa ke dekat dada, dibakar sumbunya
lalu dilempar ke gerombolan ikan. Kedua, untuk bom 5 liter, sumbu bom dibakar di samping perahu, kemudian bom ditenggelamkan .
Begitu juga dengan ikan target menentukan ukuran bom yang dilempar. Jika ikan-ikan pelagis yang memang paling sering menjadi target lemparan bom si
nelayan akan menggunakan bom ikan ukuran 0,5 liter biasanya dalam wadah botol aqua atau Karatingdaeng. Jika ikan target berada pertengahan, beberapa
meter dari permukaan air laut, digunakanlah bom ikan 2 liter wadahnya derigen plastik. Jika ikan demersal yang hidup di dasar laut dipergunakanlah bom 2 liter.
Dalam operasi pencarian ikan umumnya bom dilemparkan tidak hanya sekali saja ke suatu gerombolan ikan. Nelayan biasanya melemparkan bom beberapa
kali dengan ukuran bom yang berbeda. Jadi setelah dibom pertama kali, entah gerombolan ikan pelagis, pertengahan atau demersal akan membuat ikan-ikan
tersebut limbung. Menurut nelayan, ikan-ikan menjadi limbung, pingsan bahkan mati karena getaran dari ledakan bom tadi.
Kemudian, Patunu akan melakukan lemparan kedua dengan ukuran besar bom tergantung jarak ikan-ikan limbung tadi dari permukaan air. Bila jarak ikan yang
sudah limbung tadi sekitar 5 meter dari permukaan air, dipergunakan bom ikan 0,5 liter dan bila hanya sekitar 2 meter dari permukaan dipergunakan bom ikan 2
liter. Bila masih ada juga ikan-ikan limbung tersisa di bawah permukaan air, maka digunakan bom ikan 5 liter pada lemparan ketiga, yakni dengan cara menaruh
bom tersebut pada permukaan air laut di pinggir perahu, dibakar sumbunya, lalu ditenggelamkan begitu saja.
Ikan-ikan yang dibom berserakan di dasar laut. Awak kapal akan menyelam dengan membawa bunre sebagai alat untuk mengumpulkan ikan. Bunre adalah
sebuah jaring kecil yang dililitkan di pinggang si nelayan seperti ikat pinggang. Penyelaman mungkin dilakukan beberapa kali tergantung berapa banyak ikan.
Orang ketiga adalah Sawi biasa yang bertugas mengayuh perahu dengan menggunakan dayung. Dia menggerakkan perahu ke kumpulan ikan dan
menempatkan perahu pada posisi di belakang kumpulan ikan. Pada prinsipnya, dia hanya mengikuti instruksi dari Patula. Bila si Patula menyuruhnya membawa
perahu ke kanan atau ke kiri dia akan mengerjakannya sesuai dengan instruksi tersebut. Sesungguhnya tiap Sawi bisa mengerjakan tugas ini, tetapi umumnya
Patula akan memilih teman dekatnya atau kerabat dekatnya. Dia menerima bagian yang sama sebagaimana Sawi yang lain. Berbeda dengan Patula yang menerima
dua kali lipat dibandingkan Sawi biasa atau Patunu yang menerima juga ’uang ekstra’ dari Punggawa. Selain itu, posisi orang ketiga ini tidaklah tetap, yang
berarti pada pelayaran berikutnya mungkin orang lain yang bertugas sebagai orang ketiga. Sebaliknya, posisi Patula dan Patunu lebih permanen, diganti orang
lain hanya bila mereka berhalangan ikut pelayaran, misal karena sakit atau ada kerabat dekatnya meninggal dunia.
5.3.1.6 Ikan target dan penjualannya