Lingkungan sosial dipahami melalui observasi dan wawancara mendalam dengan sejumlah orang. Pemahaman dimulai dengan mencari informasi asal-usul
penghuni pulau ini, suku bangsa yang mendiami pulau ini, pemerintahan dan stratifikasi masyarakatnya. Perubahan sosial yang terjadi dilihat dari banyaknya
pendatang, berbaurnya berbagai etnis dan pendatang, mobilitas sosial berupa naiknya status seseorang dalam stratifikasi sosial di masyarakat pulau ini.
4.3 Hasil penelitian 4.3.1 Lingkungan fisik
4.3.1.1 Lokasi
Pulau Barrang Lompo merupakan sebuah pulau kecil dari gugusan kepulauan Spermonde. Dari sisi pemerintahan, pulau ini sebuah kelurahan dari
kecamatan Ujung Tanah, kotamadia Makassar. Jaraknya dari Makassar sekitar 11 mil. Walaupun merupakan pulau, tetapi tidaklah terisolir, mudah dicapai dengan
perahu nelayan atau kapal penumpang dari dermaga tradisional Kayu Bengkoah
1
di Makassar hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam saja. Adapun secara geografis pulau ini terletak pada posisi 119
19’48’ Bujur Timur dan 05 02’48’
Lintang Selatan. Di sebelah utara pulau ini berbatasan dengan Pulau Badik dan Pulau
Balang Lompo yang termasuk dalam wilayah kecamatan Liukang Topabiring, kabupaten kepulauan Pangkajene. Pulau Barrang Caddi dan Pulau Kodingareng
menjadi batas selatan dari pulau ini. Adapun batas baratnya adalah Pulau Lumu- lumu. Batas timurnya dua pulau tempat rekreasi yang ramai dikunjungi orang,
yakni Pulau Lae-lae dan Pulau Kahyangan. Pulau ini terletak kurang dari 0,5 meter dari permukaan laut dan luas pulau
sekitar 2,3 km². Lapisan tanahnya memang pasir, tetapi terdapat pula lapisan tanah yang subur di bawahnya, sehingga menjadi lahan yang baik untuk tumbuhnya
berbagai macam tanaman, seperti pohon bakara sukun, pohon kelor, pohon kelapa, pohon pisang, dan lain-lain. Sebagai catatan, menurut keterangan
1
Ini adalah dermaga kecil tempat bertambatnya kapal-kapal penumpang dengan tujuan ke pulau-pulau kecil, seperti Barrang Caddi, Barrang Lompo dan
Kappoposang
.
Gambar 6. Psosisi Pulau Barrang Lompo, Makassar, Sulawesi Selatan
beberapa informan, pohon sukun dibawa oleh pasukan kerajaan Bone yang pernah singgah di pulau ini.
Perubahan yang terjadi, di waktu yang lalu pulau ini penuh dengan pohon kelapa, pohon Sukun dan pohon Bidara. Kini hanya terlihat sedikit pohon besar.
Pohon-pohon banyak ditebangi untuk bahan bangunan rumah. Ada beberapa pohon besar yang masih tersisa yang menurut informasi dari
penduduk usianya sudah ratusan tahun. Menurut keterangan penduduk, pohon- pohon besar itu menyimpan air tawar. Tidaklah mengherankan bila di pulau
terdapat beberapa mata air yang jernih airnya. Penduduk berusaha mengkonservasi pohon-pohon besar tersebut untuk tetap memperoleh air tawar
yang jernih bagi kebutuhan sehari-harinya. Dari informan lainnya diperoleh alasan mitologis mengapa di pulau ini ditemukan beberapa mata air yang jernih airnya,
yaitu bahwa di pulau inilah terdapat makam Syekh Alwi Assegaf yang ada di samping masjid Nurul Yaqin.
Curah hujan cukup tinggi, sekitar 2.144 mm dan rata-rata temperatur di pulau ini 31 derajat. Iklimnya banyak dipengaruhi oleh angin timur ti moro dan angin
barat bara‘. Kedua musim ini sangat mempengaruhi kehidupan dan aktivitas penduduk di pulau ini. Musim angin barat antara bulan November dan Februari.
Adapun antara bulan Maret dan April merupakan transisi ke musim angin timur. Sementara itu musim angin timur sekitar bulan Juni, Juli dan Agustus. Periode
transisi ke angin barat adalah bulan September dan Oktober. Dulu ketika perahu- perahu layar tanpa motor, sebelum tahun 1970-an, musim angin barat menjadi
kendala bagi nelayan dan musim angin timur adalah saat yang tepat untuk berlayar.
Musim barat keras ombak nelayan mencari ikan ke teluk Bone dan ketika musim timur teduh ombak mereka ke Selat Makassar, begitu pola kerja nelayan-
nelayan di Provinsi Sulawesi Selatan di masa yang lalu. Khusus untuk nelayan pa’es dari pulau ini berbeda, karena nelayan Pa’es mencari ikan jauh ke luar
pulau, bahkan sampai ke Jawa maupun arah perairan Kalimantan Timur.
4.3.1.2 Asal usul nama pulau