Tahap awal riset Pendekatan ethnoscience diterapkan untuk memahami perspektif lokal

Pemberian foto merupakan cara untuk cepat mengakrabkan diri kita dengan penduduk Pulau barrang Lompo. Foto yang dimaksud adalah foto-foto pendudukresponden yang kita buat. Dengan menggunakan kamera digital memudahkan saya membuat foto-foto informan dan memberikan hasilnya kepada mereka. Cara ini ternyata efektif dalam menciptakan keakraban kita dengan mereka. Ketiga, ikut aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, misalnya mengurus pernikahan, acara tujuh belasan, panitia pembentukan koperasi Ata Matua dan lain-lain. Menjadi panitia merupakan salah satu cara agar kita identik sebagai bagian dari masyarakat. Sebenarnya ada satu cara lagi yang cukup penting untuk dilakukan, yakni ’main kartu’, suatu permainan yang menjadi kegemaran penduduk pulau itu bahkan menjadi kegemaran penduduk provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya. Hal ini tidak saya lakukan karena keterbatasan keterampilan dalam bermain kartu.

3.8 Tahap awal riset

Validitas sungguh masalah dalam riset ini, apalagi pola riset yang saya lakukan betul-betul ’participation observation’ ala antropolog. Awalnya saya masih berharap bisa menggunakan kuesioner wawancara struktural. Tapi, setelah di kota Makassar bertemu dengan beberapa narasumber, seperti ahli-ahli di Pusat Studi Terumbu Karang Unhas, misal Pak Jamaluddin Jompa, Bu Audi, Pak Syaiful,dll juga dengan 2 antropolog kelautan Unhas yang terkemuka Pak Niel dan Pak Munsi Lampe, dengan beberapa orang dinas kelautan dan Perikanan Kodya Makassar, diskusi dengan DR Satoko Hamamoto dari Jepang yang juga melakukan riset di pulau yang sama bahkan ketemu di pulau, serta informasi yang saya peroleh dari sekretaris Camat Ujung Tanah dan kantor Gubernur Sulsel maka terbayang sudah betapa susahnya memperoleh ‘rapport’ yang baik dari masyarakat pulau itu. Informasi yang paling mengganggu adalah kabar tertangkapnya pedagang bahan pembuat bom asal pulau tersebut : Daeng Nyarrang, dan Haji Nuhung, serta nelayan pengguna bom Daeng Sampe kelak ketika sudah berhari-hari di pulau tahulah saya bahwa pedagang illegal bahan pembuat bom antar pulau yang posisinya berada di atas semua tersangka, yakni Haji Rustam, berhasil lolos walaupun sudah diincar semenjak lama. ‘Rapport’ atau kepercayaan bahwa saya dalam bahasa mereka : 1 bukanlah mata-mata pemerintah atau mata-mata polisi, 2 bukanlah akan menyetop usaha kenelayanan mereka yang menggunakan bahan terlarang. Karena sesungguhnyalah ada pihak yang paling dikhawatirkan oleh nelayan, yakni wartawan dan peneliti. Mereka sungguh khawatir kalau tiba-tiba wajah atau nama mereka terpampang di TV atau di koran-koran. Beberapa pengalaman mereka : 1 beberapa tahun yll ada orang Jepang katanya dari universitas, Pak Daud diberi uang dan perlengkapan menyelam, kemudian dibuat filmnyavideo ketika dia melakukan pengeboman, katanya hanya untuk keperluan universitas, tidak akan disiarkan ke koran atau majalah apalagi TV janjinya. Sepulang orang itu, tidak lama kemudian ada cerita tentang pengeboman di Pulau Barrang Lompo di TV kalau tidak salah di RCTI dengan gambar utama Pak Daud. Habislah dia dimarahin orang sepulau. Selama satu bulan orang pulau tidak berani lagi pergi ke laut, takut ditangkap polisi, 2 sering ada wartawan dulu ke pulau, sepulangnya ada beritanya di koran dan tidak lama kemudian polisi aktif menangkapi mereka atau meminta uang, 3 setelah banyak pelatihan-pelatihan di mess Unhas di pulau ini khususnya yang dilakukan oleh Forum Mitra Bahari dan sebuah LSM Lemsa, banyak orang yang ditangkapi dan diperketat penggunaan bom ikan itu. Apalagi menjelang riset ini dilakukan ada penangkapan besar-besaran sebagaimana telah disebutkan di atas. Beberapa kelemahan riset ini adalah : 1 sewaktu mengurus perijinan menyebutkan dengan gamblang dalam judul ......destructive fishing..... ini sungguh membuat mereka langsung menutup diri dan memproteksi diri, dan jaringan informasi mereka cepat dan bagus, saya belum sampai di pulau sudah sampai informasi bahwa akan datang peneliti kenelayanan destruktif. Pada awalnya situasi ini menyebabkan saya frustrasi, tapi tertolong dengan banyaknya kegiatan pernikahan dan tujuh belas agustus-an yang berhari-hari. Saya berperan aktif sebagai panitia, termasuk mengetik undangan, memotret, menghadiri rapat- rapatnya, mengikuti pelatihan kesenian, dll.; selain itu, melewati beberapa tokoh masyarakat saya jelaskan bahwa tujuan riset saya bukanlah yang utama tentang bom dan bius, tapi tentang cara berpikir mereka dalam melakukan usaha kenelayanan dan mencari upaya untuk pemberdayaan mereka. Itulah sebabnya, di waktu yang akan datang sebaiknya pihak IPB bersedia memberi surat pengantar riset dengan judul dan mungkin juga sebagian isinya dirubah, apabila judul dan sebagian isinya berkaitan dengan hal-hal yang sensitif bagi masyarakat ; dan 2 keterbatasan dana yang menyebabkan keterbatasan waktu riset. Satoko melakukan riset untuk penyusunan disertasi doktornya selama 2 tahun 8 bulan. Lebih dari 6 bulan dia tidak melakukan kegiatan apapun kecuali bergaul dan mengenal orang- orang yang tinggal di pulau.. Setelah itu barulah melakukan riset. 3 mestinya waktu mengurus surat ijin riset juga ditujukan kepada pihak keamanan polisi, TNI-AL, dll. agar ketika ikut kapal nelayan untuk melakukan pengeboman, kita aman-aman saja, khususnya bila tertangkap polisi, 4 mestinya juga melakukan riset-riset singkat ke beberapa pulau lain sekitarnya, karena berdasarkan informasi banyak orang, variasi fenomena pulau-pulau lain beserta karakteristik penduduknya dalam kaitan dengan destructive fishing.

3.9 Proses riset