Tabu dalam Aktivitas Pa’es

kali. Tujuan dari ritual ini untuk menyelamatkan si penyelam dari bahaya di dalam laut seperti bertemu syaitan atau ikan hiu. Seorang nelayan lain, Polo menuturkan cara dia mengatasi hiu, ”Kalau berenang kita bawa jahe yang dikalungkan di tubuh. Hiu tidak suka bau jahe” seringkali jahenya dimasukkan dalam kain yang dijahit. Dia juga memakai besi putih, berupa gelang, cincin atau yang lain, yang menurut pendapatnya akan menyebabkan hiu tidak menyerang kita. Ketika ditanyakan apakah ada mantera atau bacaan yang dia lafalkan untuk menghadapi ikan-ikan buas seperti hiu dia menolak untuk menjelaskan dengan berkata, ”Ada tempatnya untuk menyampaikan bacaan-bacaan,” katanya dia tidak mau menjelaskan doa-doa itu di sembarang tempat, sebab terlarang. Polo juga menuturkan bila kita melihat hiu kita baca doa tertentu, akan menyebabkan mulut hiu tertutup, begitu kita sudah sampai di atas segera dibaca doa pembukanya agar ikan hiu tersebut bisa membuka mulutnya lagi.

5.3.1.8 Tabu dalam Aktivitas Pa’es

Para nelayan mempercayai adanya beberapa tabu gassipalli . Para nelayan Pa’es khususnya sangat berhati-hati dan menghindari tabu-tabu tersebut. Ada dua kelompok tabu, yakni tabu sebelum melaut dan saat operasi penangkapan ikan. Contoh tabu sebelum berangkat melaut adalah larangan bagi nelayan Pa’es untuk melakukan hubungan seksual dengan banci 5 effeminate atau transvestite homosexual. Bila si nelayan melanggar tabu ini dipercayai bahwa ia akan gagal dalam mencari ikan selama 40 hari. Itulah sebabnya seseorang akan ditolak untuk ikut melaut dalam suatu kelompok operasi penangkapan ikan bila melanggarnya. Tidak hanya itu, pelanggaran terhadap tabu itu akan menimbulkan situasi yang berbahaya pada saat di laut, seperti adanya gelombang ombak yang besar, badai dan mesin kapal yang rusak. Ada beberapa banci di pulau ini 6 , dan dikabarkan banyak sekali banci di kota Makassar. 5 Penduduk menyebut mereka banci atau bencong. 6 Ada beberapa orang banci di pulau ini, contohnya Syam bukan nama sebenarnya yang dikabarkan mempunyai baju ’serua’ . Jika dia memakainya, dia tidak akan terlihat. Lat bukan nama sebenarnya yang bekerja sebagai perias pengantin dan tukang cukur rambut di RW 02. Di kota Makassar terdapat banyak banci, khususnya di lapangan Karebosi dan di Jalan Nusantara. Masalah untuk nelayan muda, mereka banyak mengeluarkan uang untuk minuman keras alkohol dan ke pelacuran. Contoh tabu lain, yakni larangan untuk menerima perempuan yang sedang menstruasi sebagai penumpang. Pernah dialami oleh seorang Punggawa Pa’es pak Jaffar yang akan mengambil es balok di kota Makassar. Ada tiga orang perempuan yang ingin ikut menumpang karena mereka tertinggal kapal penumpang regular yang sudah berangkat pagi hari. Agar tidak tertunda dan bermalam lagi di pulau, ketiga perempuan tersebut minta ikut ke Makassar pada pak Jaffar. Sesungguhnya hal yang sulit dalam budaya Makassar untuk bertanya kepada ketiga perempuan itu apakah mereka sedang menstruasi atau tidak. Akhirnya dipanggil istri dari seorang nelayan untuk menanyakan keadaan perempuan- perempuan tersebut. Sayangnya, salah seorang dari ketiga perempuan tersebut sedang mengalami menstruasi, sehingga Pak Jaffar dengan berat hati menolaknya mereka untuk ikut serta. Kelompok nelayan dari Pak Jaffar ini mempercayai tabu itu bahwa bila seorang perempuan menstruasi ikut menumpang kapal mereka, akan terjadi bencana seperti badai pada saat melakukan operasi penangkapan ikan di laut. Selama sehari sebelum perjalanan dilakukan dari pagi sampai sore, awak kapal menghindari untuk membunuh binatang, khususnya di kapal. Umumnya ada binatang kecil di kapal seperti tikus, kecoa, dan lain-lain. Bila Gassipali ini dilanggar, akan terjadi hal buruk dalam perjalanan di laut, seperti tidak memperoleh hasil tangkapan ikan, mesin rusak, dan lain-lain. Tabu yang terakhir sebelum melaut adalah si nelayan yang akan berangkat melaut dilarang menoleh ke belakang setelah mereka keluar dari rumahnya. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada malam hari sebelum berangkat melaut, sang nelayan melakukan berbagai macam ritual. Setelah itu, si nelayan berjalan kaki ke luar rumah menuju ke kapal 7 . Ia diharuskan menjaga pandangannya agar lurus ke kapal dan mengacuhkan orang-orang yang ditemui di sepanjang jalan. Masyarakat di pulau ini memahami bahwa si nelayan enggan untuk berbicara apapun dengan orang lain. Jika tabu ini dilanggar, boleh jadi akan ditemui bencana di tengah laut. 7 Mereka tidak melabuhkan kapal di dermaga lokal, tetapi di sisi yang lain dari pulau ini. Adapun gassipali utama yang seharusnya dihindari oleh nelayan selama res adalah menghindari minuman alkohol. Miras akan membuat si nelayan mabuk dan menyebabkan tingkah lakunya tidak terkontrol lagi. Bila hal tersebut terjadi akan menimbulkan banyak hal negatif seperti bertengkar dengan teman sekapal, tidak bisa bekerja dengan baik, dan bila menyelam kemungkinan terjadi kecelakaan. Bila minum dan mabuk di pulau atau di kota Makassar tidaklah menjadi persoalan, tetapi dilarang pada saat kerja di laut. Bila dilanggar Punggawa akan marah dan perjalanan berikutnya ia tidak akan diijinkan ikut. Nelayan pa’es percaya bahwa dilanggarnya Gassipali ini akan menyebabkan sulit memperoleh hasil yang baik. Dilarang keras bagi seorang nelayan bersiul di tengah laut, karena siulan tersebut dipercayai akan mengundang badai dan ombak besar. Selain itu, nelayan juga dilarang berbicara ‘kotor’ , khususnya yang berkaitan dengan aktivitas seksual, karena juga akan berakibat sama sebagaimana kalau bersiul. Ada ‘gassipalli‘ yang penting yang seharusnya dihindari oleh nelayan selama di laut, yaitu ‘buang angin’ pada ‘peti ikan‘ tempat hasil tangkapan ikan, walaupun tidak disengaja. Pelanggaran terhadap larangan ini akan berakibat terjadinya kecelakaan pada si nelayan tersebut dan membuat kelompok kerja nelayan ini jauh dari keberhasilan penangkapan ikan. Beberapa larangan lainnya yang dipegang teguh juga oleh nelayan dari pulau ini adalah : 1 tidak boleh bilang ’tidak’ kalau ditanya, jawabnya ’toa’. Misalnya kalau ditanya ada rokok, maka bila tidak ada harus dijawab ’toa’. Kuatir nanti tidak dapat apa-apa dalam operasi penangkapan ikan; 2 tidak boleh bilang ’banyak ikan’, bilang cukup; ini menghindari sifat sombong; 3 tidak boleh bilang ’kurang ikan’, bilang saja ada – menghindari sifat rakus; 4 tidak boleh membunuh binatang di perahu yang sedang berjalan, nanti kuatir ombak masuk ke kapal ; 5 tidak boleh memegang ikan pada matanya, nanti mata kita juga rusak.

5.3.1.9 Semangat Kenelayanan