Wacana, Idiologi dan Hegemoni

76 sebagai penafsiran atau tindakan pada dasar simbol. Contoh yang dikemukakan Wallace dan Wolf bisa menggambarkan ini. Dalam studi tentang suasana kematian the situation of dying, peneliti mengamati strategi-strategi perawat untuk menghindari pikiran berikutnya tentang suasana kematian. Juga, menghindari shift malam yang mana banyak pasien meninggal. Mereka mengambil waktu liburan atau jatuh sakit pada peristiwa yang krusial.

2.3.4 Wacana, Idiologi dan Hegemoni

Foucault telah memainkan peran utama dalam perkembangan analisis wacana melalui karya teoretis dan penelitian praktis. Di hampir semua pendekatan analisis wacana, Foucault telah menjadi sosok utama yang dikutip, dihubungkan, dianalisis, dan dimodifikasi. Secara tradisional, karya Foucault terbagi antara fase arkeologi awal dan fase genealogi akhir, kendati keduanya tumpang tindih, dan Foucault terus menggunakan piranti-piranti dari arkeologinya dalam karya-karya berikutnya. Teori analisis wacananya membentuk bagian arkeologi-nya. Mengapa dia tertarik untuk melakukan kajian arkeologi adalah karena adanya kaidah-kaidah yang menentukan pernyataan-pernyataan mana yang diterima sebagai kalimat yang bermakna dan kalimat yang benar dalam epos historis tertentu. Karena itu, Foucault mendefinisikan wacana sebagai berikut: ‖Kita akan menyebut wacana sebagai sekelompok pernyataan yang sejauh ini merupakan milik formasi kewacanaan yang sama terdiri dari sejumlah kecil pernyataan tempat bisa ditetapkannya sekelompok kondisi eksistensi. Dalam pengertian ini wacana bukanlah bentuk tanpa waktu yang ideal, dari awal sampai akhir, wacana bersifat historis-penggalan sejarah yang memiliki batas, pembagian, transformasi, mode khusus temporalitasnya sendiri ‖. Foucault 1972:117. Foucault menganut premis konstruksionis sosial umum yang menyatakan bahwa pengetahuan bukanlah sekedar refleksi atas realitas, kebenaran merupakan konstruksi kewacanaan dan rezim pengetahuan yang berbeda menentukan apa yang benar dan yang salah. Titik awalnya adalah bahwa meski pada prinsipnya kita mempunyai sejumlah cara yang tak terbatas untuk merumuskan pernyataan- pernyataan, pernyataan-pernyataan yang dihasilkan dalam domain tertentu 77 sifatnya agak mirip satu sama lain dan berulang. Terdapat pernyataan yang tak terhitung jumlahnya dan yang tidak pernah diucapkan dan tidak akan pernah diterima sebagai pernyataan yang bermakna, kaidah historis wacana tertentu itu membatasi apa yang mungkin dikatakan. Mayoritas pendekatan analisis wacana kontemporer mengikuti konsepsi Foucault tentang wacana yakni sebagai sederet pernyataan yang relatif terikat pada kaidah sehingga menentukan batas-batas pada apa yang memberi makna. Dan pendekatan-pendekatan analisis wacana tersebut membangun ide-ide kebenaran sebagai sesuatu yang paling tidak dalam derajat tertentu, diciptakan secara kewacanaan. Namun demikian, pendekatan-pendekatan tersebut menyimpang dari kecenderungan Foucault yang hanya mengidentifikasi satu rezim pengetahuan pada setiap periode historis. Namun pendekatan-pendekatan itu bekerja menggunakan suatu gambaran yang lebih bertentangan. Di sini wacana-wacana yang berbeda secara berdampingan atau saling berjuang untuk mendapatkan hak untuk menentukan kebenaran. Dalam kerja genealogisnya, Foucault mengembangkan teori kekuasaan. Bukannya memperlakukan agen-agen dan struktur-struktur sebagai kategori- kategori primer, Foucault memusatkan perhatiannya pada kekuasaan. Sejalan dengan wacana, kekuatan bukanlah milik agen-agen tertentu seperti individu- individu atau negara atau kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan- kepentingan tertentu, namun kekuasaan tersebut menyebar dalam praktik-praktik sosial yang berbeda. Kekuasaan hendaknya tidak dipahami semata-mata sebagai sesuatu yang bersifat menindas, melainkan produktif menyusun wacana, pengetahuan, benda-benda dan subjektivitas. Apa yang membuat kekuasaan tetap langgeng, apa yang membuatnya bisa diterima, adalah kenyataan bahwa kekuasaan tidak hanya memberi kita kekuasaan untuk berkata tidak, atau sebaliknya, namun kekuasaan melewati dan menghasilkan sesuatu, menimbulkan kesenangan, membentuk pengetahuan serta memproduksi wacana. Kekuasaan perlu dianggap sebagai jaringan produktif yang melewati lembaga sosial secara keseluruhan, lebih dari sebagai sesuatu yang bersifat negatif yang fungsinya untuk melakukan penindasan Foucault, 1980. 78 Jadi, kekuasaan menciptakan kondisi yang memungkinkan tercapainya kehidupan sosial itu. Di dalam kekuasaan itulah dunia sosial dihasilkan dan objek- objek dipisahkan satu sama lain dan dengan demikian bisa mencapai karakteristik- karakteristik individu dan hubungan-hubungannya satu sama lain. Misalnya, tindak kejahatan secara berangsur-angsur telah diciptakan sebagai bidang yang memiliki lembaga-lembaga tersendiri misalnya, ‖penjara‖, subjek tertentu misalnya, penjahat, dan praktik-praktik tertentu misalnya, resosialisasi. Dan kekuasaan selalu terikat pada pengetahuan-kekuasaan dan pengetahuan memiliki pra-anggapan satu sama lain. Misalnya, sulit membayangkan sistem penjara baru tanpa adanya kriminologi Foucault, 1977. Kekuasaan bertanggung jawab atas penciptaan dunia sosial kita dan atas cara-cara tertentu dalam membicarakan dan membentuk dunia ini, dengan demikian mendorong lahirnya cara-cara alternatif pembicaraan dan keberadaan atas sesuatu. Oleh sebab itu kekuasaan bisa merupakan daya yang produktif sekaligus membelenggu. Foucault tidak berhenti sampai pada meletakkan kekuasaan sebagai daya dorong atau daya tarik terhadap realitas dunia, akan tetapi Foucault juga berhasil mengawinkan antara kekuasaan dan pengetahuan . ‖Perkawinan‖ ini memiliki konsekuensi yakni kekuasaan secara erat dikaitkan dengan wacana. Wacana terutama memberikan kontribusi terhadap pemproduksian subjek siapa kita dan objek-objek yang kita ketahui termasuk kita sendiri sebagai subjek. Konsep Foucault tentang kekuasaan dan pengetahuan juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi lain terhadap konsepsinya tentang kebenaran. Foucault menyatakan bahwa tidak mungkin mendapatkan akses ke kebenaran universal karena mustahil membicarakannya dari posisi di luar wacana; tidak ada jalan untuk lolos dari representasi. Dalam wacana tercipta efek kebenaran. Dalam fase arkeologi Foucault, kebenaran dipahami sebagai sistem prosedur-prosedur untuk pemroduksian, pengaturan dan pendifusian kalimat-kalimat. Dalam fase geneakologinya, Foucault membuat hubungan antara kebenaran dan kekuasaan, dengan menyatakan bahwa kebenaran disematkan dalam dan dihasilkan oleh, sistem kekuasaan. Karena kebenaran itu tidak bisa dicapai, akan sia-sia bila menanyakan apakah sesuatu itu benar atau salah. Namun, fokus perhatiannya - 79 hendaknya- ditujukan pada bagaimana efek-efek kebenaran itu diciptakan dalam wacana. Apa yang harus dianalisis adalah proses kewacanaan untuk mengkonstruk wacana-wacana dengan cara yang sekiranya bisa memberikan kesan bahwa wacana-wacana itu memberikan gambaran-gambaran benar atau salah tentang realitas. Ideologi Ideologi, bagi Fairclough, merupakan makna yang melayani kekuasaan Fairclough 1995b: 14. Lebih tepatnya, dia memahami ideologi sebagai pengonstruksian makna yang memberikan kontribusi bagi pemroduksian, pereproduksian dan transformasi hubungan-hubungan dominasi Fairclough 1992b: 87; cf. Chouliaraki dan Fairclough 1999: 26f. Ideologi tercipta dalam masyarakat-masyarakat. Di sinilah hubungan dominasi didasarkan pada struktur sosial seperti kelas dan gender. Menurut definisi Fairclough, wacana bisa kurang lebih bersifat ideologis, wacana ideologis yang memberikan kontribusi bagi usaha untuk mempertahankan dan mentransformasikan hubungan-hubungan kekuasaan. Pemahaman wacana tentang ideologi sebagaimana yang disisipkan dalam praktik kewacanaan bergantung pada pandangan yang menyatakan ideologi sebagai praktik yang beroperasi dalam proses pemroduksian makna dalam kehidupan sehari-hari, sebaliknya makna dimobilisasikan agar bisa mempertahankan hubungan-hubungan kekuasaan Thompson, 1990. Fokus ini bertentangan dengan konsepsi ideologi pada banyak pendekatan Marxist. Marxist tidak tertarik pada struktur ideologi-ideologi tertentu, atau pada bagaimana ideologi diartikulasikan dalam konteks-konteks sosial khusus. Namun mereka telah memperlakukan ideologi sebagai sistem nilai abstrak yang berfungsi sebagai perekat sosial, yakni mengikat orang-orang secara bersama-sama dan dengan demikian mengukuhkan keruntutan tatanan sosial. Selaras dengan Thompson dan banyak teoretisi kultural dan sosial lain yang telah merumuskan pendekatan-pendekatan pada praktik ideologis, Fairclough menggunakan karya Althuser dan juga dalam derajad tertentu karya Gramsci. Kedua teoretisi itu menggambarkan bentuk-bentuk penting perspektif Marxist kultural dan keduanya menganggap pemroduksian makna dalam kehidupan sehari-hari itu memiliki peran penting dalam mempertahankan tatanan sosial. 80 Fairclough juga mematuhi konsensus yang dibuat dalam kajian-kajian kultural kritis dengan menolak bagian-bagian teori Althuer dengan dalih bahwa Althuser menganggap orang sebagai subjek ideologis pasif dan dengan demikian meremehkan kemungkinan mereka untuk melakukan tindakan. Dalam kajian kultural dan komunikasi, sekarang ini ada konsensus bahwa makna teks sebagian diciptakan dalam proses interpretasi. Fairclough memiliki posisi konsesus yang sama. Teks mempunyai beberapa potensi makna yang mungkin bertentangan satu sama lain dan terbuka bagi beberapa interpretasi yang berbeda. Ada kemungkinan timbul penolakan kendati orang-orang tidak harus sadar akan dimensi ideologis praktiknya: Subjek diposisikan secara ideologis, tapi subjek juga mampu bertindak secara kreatif untuk menciptakan hubungan antara praktik-praktik dan ideologi-ideologi yang beragam tempat dipajangkannya subjek tersebut dan menata kembali posisi praktik dan struktur itu Fairclough 1992b: 91. Fairclough juga menolak pemahaman Althuser tentang ideologi sebagai keseluruhan entitas. Fairclough percaya bahwa orang-orang bisa diposisikan dalam ideologi-ideologi yang berbeda dan saling bersaing dan bahwa kondisi semacam ini bisa menggiring ke arah rasa ketidakpastian, yang efeknya bisa menciptakan kesadaran akan efek ideologis Fairclough 1992b. Sudut pandang ini didasarkan pada gagasan Gramsci bahwa akal sehat berisi beberapa unsur yang saling bersaing yang merupakan hasil negosiasi makna tempat berproses keterlibatannya semua kelompok sosial Gramsci 1991. Hegemoni tidak hanya merupakan dominasi namun juga proses negosiasi yang melahirkan konsensus tentang makna. Keberadaan unsur-unsur yang saling bersaing seperti itu menaburkan benih-benih perlawanan karena unsur-unsur yang menantang makna dominan membekali orang-orang dengan sumberdaya untuk melakukan perlawanan. Akibatnya, hegemoni tidak pernah stabil namun senantiasa berubah dan tidak selesai dan konsensus selalu berkaitan dengan masalah derajad - keseimbangan yang saling bertentangan dan tidak stabil Fairclough 1992b. Menurut Fairclough, konsep hegemoni memberi kita alat yang bisa kita gunakan untuk menganalisis bagaimana praktik kewacanaan menjadi bagian dari praktik sosial yang luas yang melibatkan hubungan kekuasaan: praktik kewacanaan 81 bisa dipandang sebagai aspek perjuangan hegemonis yang memberikan kontribusi bagi reproduksi dan transformasi tatanan wacana yang merupakan bagiannya dan akibatnya juga hubungan kekuasaan yang ada. Makna kewacanaan terjadi bila unsur-unsur kewacanaan diartikulasikan dengan cara-cara baru. Hegemoni Konsep wacana yang diajukan Laclau dan Mouffe tidak hanya memberikan pedoman kepada bahasa namun juga semua fenomena sosial. Wacana mencoba menata tanda, seolah semua tanda memiliki makna yang tetap dan tidak taksa dalam suatu struktur secara keseluruhan. Logika yang sama juga berlaku pada bidang sosial yang utuh; kita bertindak seolah realitas yang ada di sekitar kita itu mempunyai struktur yang stabil dan tidak taksa; seolah masyarakat, kelompok tempat kita berada, dan identitas kita secara objektif merupakan fakta- fakta yang memang telah ditetapkan. Namun seperti halnya struktur bahasa yang tidak pernah sepenuhnya bisa tetap, begitu pula masyarakat dan identitas, dan entitas yang fleksibel dan bisa diubah tidak pernah sepenuhnya bisa tetap. Meskipun Marxisme menduga adanya struktur sosial yang objektif yang harus diungkap oleh analisis, titik awal teori wacana Laclau dan Mouffe adalah bahwa kita meng-konstruk objektivitas melalui pemroduksian makna kewacanaan. Laclau dan Mouffe mengubah tradisi Marxist tersebut dengan menggunakan tiga cara. Pertama, Laclau dan Mouffe meniadakan pembagian antara dasar dan superstruktur dan memahami semua formasi kemasyarakatan sebagai produk proses kewacanaan. Kedua, mereka menolak konsepsi Marxist tentang masyarakat: bahwa masyarakat bisa diuraikan secara objektif, sebagai suatu totalitas yang disusun oleh kelas-kelas tertentu. Menurut Laclau dan Mouffe, masyarakat tidak pernah bersifat taksa sebagaimana yang dikemukakan materialisme kesejarahan. Menurut mereka, masyarakat merupakan usaha kita untuk memberikan makna masyarakat, bukan fenomena yang ada secara objektif. Ketiga, dan sebagai hasil pandangan terhadap fenomena sosial ini, Laclau dan Mouffe menolak pemahaman Marxist tentang identitas dan formasi kelompok. Bagi Marxisme, orang memiliki identitas kelas yang objektif kendati tidak menyadarinya. Bagi Laclau dan Mouffe, identitas tersebut tidaklah bisa ditentukan sebelum lahirnya kelompok-kelompok apa yang secara politik relevan. Identitas 82 orang-orang baik secara kolektif atau individu merupakan hasil proses yang bersifat kewacanaan dan mungkin terjadi seperti itu merupakan bagian dari perjuangan kewacanaan. Untuk memperkuat argumentasinya, Laclau dan Mouffe memandang konflik atau antagonisme dengan konsep hegemoni Gramsci. Konsep hegemoni Gramsci menjelaskan, dasar material merupakan titik awalnya dan superstruktur ditentukan oleh dasar material tersebut. Gramsci mengemukakan dialektik antara dasar dan superstruktur; kondisi dasar material mempengaruhi superstruktur, namun proses politik yang terjadi pada superstruktur juga bisa berbalik ke arah dasar material itu. Sedangkan menurut Laclau dan Mouffe, proses politiklah yang paling penting: politik memiliki keunggulan Laclau 1990: 33 Artikulasi politik menentukan bagaimana kita bertindak dan berpikir, dan dengan begitu, tergambarlah bagaimana masyarakat tercipta. Oleh sebab itu, proses penentuan perekonomian sepenuhnya ditiadakan dalam teori wacana. Akan tetapi tidak serta merta bahwa segalanya adalah soal bahasa atau bahwa materi itu tidak memiliki signifikansi. Pernyataan tersebut akan jelas bila kita memandang bagaimana Laclau dan Mouffe memahami dua konsep yakni wacana dan politik. Reproduksi dan perubahan perolehan makna, dalam istilah umumnya, merupakan tindakan politik. Politik dalam teori wacana tidak harus dipahami sebagai, misalnya, politik ke-partai-an, yang sebagian besar hanya membicarakan representasi politik dan kekuasaan. Akan tetapi, politik dilihat sebagai konsep yang luas yang mengacu pada bagaimana cara kita menyusun fenomena sosial dengan cara-cara yang meniadakan cara-cara yang lain. Laclau dan Mouffe memahami politik sebagai organisasi masyarakat dari sisi tertentu dengan cara tertentu yang meniadakan semua kemungkinan adanya cara yang lain. Oleh sebab itu, politik tidak hanya merupakan permukaan yang merefleksikan realitas sosial yang lebih luas, melainkan organisasi sosial yang merupakan hasil proses politik yang terus menerus. Sebagai misal, bila terjadi suatu perjuangan antara wacana- wacana tertentu, maka terlihat dengan jelas bahwa para aktor yang berbeda sedang berusaha mempromosikan cara-cara yang berbeda dalam mengorganisasikan masyarakat. Pada posisi seperti ini, konsep hegemoni muncul antara objektivitas dan politik. Sama seperti sesuatu yang objektif yang bisa menjadi bersifat 83 politik, dengan berjalannya waktu, konflik yang mencuat bisa menghilang dan memberi jalan munculnya objektivitas karena satu perspektif dinaturalisasikan dan lahirlah konsensus. Perkembangan dari konflik politik ke objektivitas akan selalu melewati garis intervensi hegemonis. Konsep kekuasaan dalam pendekatan Laclau dan Mouffe erat kaitannya dengan konsep politik dan objektivitas Laclau 1990. Kekuasaan tidak dipahami sebagai sesuatu yang dimiliki orang-orang dan dilaksanakan terhadap orang lain, melainkan sebagai sesuatu yang bisa menghasilkan dunia sosial. Mungkin kelihatan aneh bila menggunakan kata kekuasaan untuk menggambarkan kekuatan dan proses yang bisa menciptakan dunia sosial kita dan membuat dunia sosial tersebut bermakna bagi kita. Tapi yang utama adalah bahwa pemahaman tentang kekuasaan ini menekankan adanya ketergantungan dunia sosial. Kekuasaanlah yang menciptakan pengetahuan kita, identitas kita dan bagaimana kita berhubungan satu sama lain sebagai kelornpok atau individu. Pengetahuan, identitas, dan hubungan sosial semua tergantung: pada waktu tertentu, ketiganya melahirkan suatu bentuk tertentu, namun bisa saja - dan bisa menjadi - berbeda. Oleh sebab itu, kekuasaan itu sifatnya produktif maksudnya bisa menghasilkan dunia sosial dengan cara-cara tertentu. Kekuasaan bukanlah sesuatu yang bisa dibuat menjadi tidak ada: tapi sangat tergantung pada kehidupannya berada dalam suatu tatanan sosial dan tatanan sosial selalu tercipta dalam kekuasaan. Namun kita tidak tergantung pada kehidupan pada tatanan sosial tertentu, dan peniadaan tatanan-tatanan sosial yang lain juga merupakan salah satu efek kekuasaan. Di satu sisi, kekuasaan menghasilkan dunia yang bisa dihuni yang memang diperuntukkan bagi kita dan di sisi lain kekuasaan bisa menghalangi kemungkinan-kemungkinan alternatif. Karena itu dalam pandangan ini, objektivitas merupakan kekuasaan yang terendap. Di sinilah jejak-jejak kekuasaan telah terhapus dan telah terlupakan. Dunia ini memang dikonstruk secara politis Laclau 1990: 60. Pemahaman kita terhadap teori Laclau dan Mouffe adalah bahwa kekuasaan dan politik merupakan dua sisi mata uang yang sama. Kekuasaan mengacu pada pemroduksian objek- objek seperti masyarakat dan identitas, sementara politik mengacu pada ketergantungan yang selalu ada pada objek-objek tersebut. Dengan demikian 84 objektivitas mengacu pada dunia yang keberadaannya dianggap lumrah, dunia yang telah kita lupakan tapi selalu tersusun oleh kekuasaan dan politik. Satu hal yang menjadi point penting dari konsep Laclau dan Mouffe adalah bagaimanakah mengkonseptualisasikan para aktor yang berproses keterlibatan dalam perjuangan mencari definisi dan pembentukan realitas? Seperti tesis yang dibangun oleh Laclau dan Mouffe terhadap teori Marxist, mereka menolak pendapat bahwa identitas kolektif dalam teori Marxist, terutama kelas-kelas ditentukan oleh faktor-faktor ekonomi dan materi. Menurut Laclau dan Mouffe, identitas individu dan kolektif keduanya diorganisasikan menurut prinsip-prinsip yang sama seperti dalam proses kewacanaan yang sama pula. 85 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu