An alisis Mikro Desa

282

7.2.2 An alisis Mikro Desa

Pada gambar 6 di atas menunjukkan bahwa pada aras mikro, semua desa penelitian baik desa di Kabupaten Bone maupun desa di Kabupaten Gowa, sejak masa tradisional hingga sekarang masih terus mempertahankan simbol budaya sebagai faktor penting dalam pembentukan elite, kecuali pada fase sekularisme, peranan simbol budaya mengalami penurunan pada Desa Benteng Tellue di Kabupaten Bone, dan pada desa Manjapai di Kabupaten Gowa. Perubahan yang terjadi pada Desa Benteng Tellue di Bone kemungkinan disebabkan karena Desa Benteng Tellue adalah desa yang relatif berumur muda dibanding dengan Desa Ancu. Di Desa Benteng Tellue tidak terdapat artefak- artefak budaya yang dapat menggambarkan perjalanan simbol budaya yang berkaitan dengan kekuasaan, sebagaimana yang terjadi pada Desa Ancu. Desa Benteng Tellue berkembang justru sebagai sarana bagi masyarakat awam yang tidak puas terhadap elitnya melakukan perlawanan terhadap pengetahuan simbolik yang dikonstruksi secara tunggal dan dominan oleh kalangan elite aristokrat Bone. Sebagai desa yang melakukan perlawanan atas dominasi counter hegemoni, Desa Benteng Tellue membangun konstruksi sendiri tentang pengetahuan simbolik, yang tentu saja berbeda, bahkan berlawanan dengan pengetahuan simbolik yang dianut oleh kalangan elite aristokrasi Bone. Tentang hal ini, H. JBR PG mantan Kepala Desa Benteng Tellue menjelaskan; ―Sebetulnya, nenek moyang kami adalah bagian dari keturunan bangsawan Bone yang tidak tunduk atas perintah Raja untuk ikut berperang. Nenek moyang kami dibuang jauh ke sini, di ujung selatan Kabupaten Bone. Disini nenek moyang kami membangun peradaban sendiri yang terpisah dengan budaya politik Kerajaan Bone. Dalam perjalanannya, kami khususnya keturunan H. PG mendalami kajian fiqih dan tassauf, bahkan keluarga besar kami ikut masuk hutan ketika Kahar Mudzakkar melakukan pemberontakan melawan orang Jawa. Kami memilih cara sendiri untuk hidup, pilihan kami dianggap berbeda dan berlawanan dengan kebiasaan pemerintah dan bangsawan di Watampone 178 . Atas pilihan-pilihan itu, kami dicurigai dan dituduh sebagai perampok dan pembunuh yang terorganisir. Padahal yang kami lakukan hanyalah membantu masyarakat yang susah, membangunkan rakyat yang malas, dan mengajari mereka yang bodoh. Desa kami dijuluki sebagai desa texas 179 , tempat pelarian 178 Watampone adalah Ibukota Kabupaten Bone 179 Dikenal sebagai daerah berbahaya 283 pencuri ternak dan sebagai pusat perjudian para tolampa 180 . Atas tuduhan- tuduhan itu, pada tahun 2000, desa kami pernah diserang oleh ribuan massa yang berasal dari Forbes Forum Bersama yang dipimpin Andi Sumange. Tapi Alhamdulillah, mereka yang tumbang, mereka pulang menggotong beberapa mayat. Kami yang hanya berjumlah tidak lebih dari 300 orang tida k ada yang luka.‖ Hasil wawancara pada tanggal 23 Desember 2009. Pilihan yang diambil oleh masyarakat Benteng Tellue, khususnya keluarga H. PG dianggap bertentangan dengan kebiasaan masyarakat yang berada di pusat kekuasaan Bone, terutama para elite dan kalangan bangsawan Bone. Pada sisi yang lain, pilihan-pilihan itu dianggap sebagai tindakan yang mulia bagi keluarga H. PG, karena menyejahterakan dan mendidik masyarakatnya. Sedangkan penurunan fungsi simbol budaya yang terjadi di Desa Manjapai pada fase sekularisme lebih disebabkan oleh karena Desa Manjapai menjadi salah satu desa inovator yang mendapat prioritas dalam setiap kebijakan rejim pemerintah, terutama sejak rejim Orde Lama dan Orde Baru. Desa Manjapai menjadi pintu masuknya sejumlah agenda pembangunan Orde Lama dan Orde Baru. Dengan posisinya sebagai ujung tombak percontohan pembangunan desa, maka terjadi akulturasi budaya yang lebih dinamis dan massif, yang menyebabkan terjadinya pergeseran dan pertukaran simbol budaya atau bahkan terjadi pergantian simbol budaya lama oleh simbol-simbol budaya baru. Pembangunan desa yang sangat cepat juga diakui oleh; Fatwamati Dg Ngai KAUR Umum Desa Manjapai dan ZN Dg NGL staf kantor desa; ―Berkat perhatian Bapak YL dan Ibu NYL, Desa Manjapai selalu mendapat prioritas dalam pembangunan. Pada tahun 1980-an di Desa Manjapai sudah berdiri Koperasi Simpan Pinjam yang dimotori oleh Perempuan Aisyiah Muhammadyah. Kemudian dibimbing oleh Kosgoro, Koperasi ini mendapat modal awal sebesar 5 juta rupiah. Keberadaan koperasi sangat membantu karena di koperasi tersedia saprodi pertanian, dan hasil pertanian dijual ke koperasi tanpa melalui perantara, dengan harga yang baik. Ketika pak SYLmenjadi Camat Bontonompo, Desa Manjapai semakin mendapat perhatian pemerintah, Desa Manjapai selalu menjadi desa pilot project pertanian. Akibat kemajuan yang pesat, masyarakat Desa Manjapai mulai kurang menghargai budaya warisan leluhur. Meskipun, tokoh-tokoh masyarakat Manjapai masih sangat menjujung tinggi kebudayaan leluhur‖ Hasil wawancara 26 September 2009. 180 Kalangan penjelajah atau penguasa informal pada wilayah-wilayah tertentu 284 Apa yang dikemukakan oleh Dg Ngai dan Dg Ngalli menunjukkan bahwa peranan symbol yang mulai menurun disebabkan karena terjadinya pembangunan di tingkat desa yang sangat massif melalui pemerintah, Muhammadyah dan Kosgoro, yang dipelopori oleh keluarga YL. Penggunaan kuasa dan uang tidak sepenuhnya dipakai pada level mikro desa, kecuali di Desa Benteng Tellue Kabupaten Bone. Di desa ini pembentukan elitnya menggunakan tiga intrumen sekaligus; simbol budaya, kuasa dan uang, dan berlangsung terutama pada fase sekularisme. Temuan ini sesuai dengan penjelasan ERW, tokoh pemuda desa Benteng Tellue; ―Di desa ini, pemimpinnya harus kuat, harus memiliki kekuatan, kekuasaan dan harus bisa membantu masyarakat. Sampai sekarang kami masih mengharapkan dipimpin oleh keluarga Ambe PG dan keturunannya. Hanya keluarga Ambe PG yang bisa menjaga keamanan dan yang bisa menolong masyarakat di sini. Keluarga keturunan Ambo PG sudah dibekali dengan kekuatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Keturunannya sudah menjadi symbol kekuatan dan pelindung bagi masyarakat di sini, mereka suka membantu dan baik hati, menolong masyarakat yang susah. Untuk menjadi pemimpin di desa Benteng Tellue seseorang harus berani, punya harta untuk membantu masyarakatnya yang susah, dan mendapat berkah dari Allah. Kalau tidak memiliki syarat itu, umurnya pasti pendek ‖ Hasil Wawancara tanggal 12 Oktober 2009. Dari penjelasan di atas, nampak keluarga klan PG sebagai elite sentral di Desa Benteng Tellue memiliki kualifikasi sebagai; kuasa berani melindungi rakyatnya dari gangguan pihak luar dan dari dalam, memiliki uang harta untuk menolong masyarakat yang susah dan seakan-akan telah mendapatkan petunjuk khusus dari Tuhan untuk menjadi pemimpin, hal dapat dihubungkan sebagai symbol yang sengaja diciptakan melalui politik wacana oleh keluarga PG.

7.2.3 Makna Simbol Budaya, Kuasa dan Uang