Ruang Kontestasi Tersembunyi Fase Feudalisme; Tanah Sebagai Tata-produksi Kekuasaan

161

5.4.2 Ruang Kontestasi Tersembunyi

Meskipun SYL berhasil memanipulasi kesadaran sejarah antar etnis Bugis dan Makassar, dari kesadaran sosial, politik dan kultural yang sangat diferensiatif –terutama dalam struktur kekuasaan – menjadi kesadaran sosial, politik dan kultural yang relatif homogen, akan tetapi tetap masih tersimpan ruang kontestasi yang tersembunyi antar etnis Bugis dan Makassar dalam pembentukan elite-elite politik dan ekonomi, dan perebutan panggung-panggung kekuasaan. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan tidak lepas dari persaingan antaretnis dalam merebut superioritas, dominasi dan hegemoni. Hal ini disebabkan kemajemukan etnis di Sulawesi Selatan yang di masa Orde Lama dan Orde Baru tidak muncul ke permukaan karena berhasil diredam dengan pemilihan gubernur oleh pemerintah pusat. Namun hal tersebut berubah dengan terbukanya persaingan antar kandidat yang menggunakan identitas dan simbol etnis dalam mendapatkan simpati dan suara sebanyak-banyaknya. Penonjolan etnisitas, agama dan wilayah untuk meraih dukungan memang tidak dilakukan secara terbuka oleh elite-elite politik, akan tetapi momentum pemilihan langsung gubernur oleh rakyat adalah tersedianya ruang kontestasi antar etnis, meskipun berlangsung secara tertutup. Lahirnya ruang kontestasi antar etnis dalam membentuk elite-elite politik dan ekonomi di Sulsel merupakan konsekuensi dari kemajemukan etnis di Sulawesi Selatan. Dalam pandangan sosial dan politik, kemajemukan adalah dua sisi yang tidak terpisahkan, satu sisi kemajemukan etnis tersebut menjadi sumber harmoni sosial dan akulturasi politik sementara di sisi yang lain dapat menjadi sumber konflik dan disintegrasi yang laten. Superioritas, dominasi dan hegemoni salah satu etnis terhadap etnis lainnya terkadang melahirkan resistensi bagi etnis yang di subordinasikan. Sehingga proses politik terkadang bermakna persaingan antar etnis dalam merebut superioritas termasuk pemilihan kepala daerah secara langsung. Untuk membuktikan berlangsungnya kontestasi politik antar etnis Bugis dan Makassar pada pemilihan gubernur Sulsel 2007, dapat dilihat pada tabel 11 perolehan suara berdasarkan pemetaan geopolitik. Pemetaan geopolitik ini untuk memperjelas perolehan suara yang didasarkan pada ikatan kewilayahan, kesukuan dan keagamaan pada pemilihan gubernur 2007. Ruang kontestasi dapat ditafsirkan sebagai ruang kemungkinan untuk melakukan transaksi kekuasaan. 162 Tabel 10. Perolehan Suara Berdasarkan Pemetaan Geopolitik Geopolitik KabupatenKota AS-MR AQM-MH SYL-AA Basis Etnis Selatan-Selatan Makassar 145.587 130.517 218.641 MakassarBugis Gowa 46.88 25.803 266.025 Makassar Takalar 26.948 16.127 97.787 Makassar Jeneponto 82.781 9.368 76.071 Makassar Bantaeng 28.824 14.196 43.311 Makassar Bulukumba 62.385 37.742 69.006 Makassar Selayar 23.868 15.606 24.653 Makassar Maros 62.211 26.911 49.654 MakassarBugis Pangkep 42.425 43.165 47.074 MakassarBugis Bosowa Sinjai 58.663 26.456 20.316 Bugis Bone 225.801 54.957 38.653 Bugis Soppeng 64.661 25.200 28.260 Bugis Wajo 96.011 45.129 38.364 Bugis Ajatappareng Barru 29.481 22.772 30.531 Bugis Pare-Pare 24.100 15.168 13.456 Bugis Sidrap 59.497 24.342 43.382 Bugis Pinrang 70.974 47.557 37.010 Bugis Enrekang 42.445 21.941 18.363 BugisDuri Luwu Raya Luwu 44.971 85.106 24.870 BugisLuwu Luwu Timur 49.037 23.900 28.346 BugisLuwu Luwu Utara 35.662 38.194 60.717 BugisLuwu Palopo 17.871 27.388 19.878 BugisLuwu Toraja 33.827 9.247 138.204 Toraja Sumber : Data hasil olahan, 2009. Dari hasil perolehan suara terlihat bahwa hampir di seluruh daerah Selatan- Selatan yang merupakan daerah etnis Makassar, SYL memenangkan suara mutlak, begitupun sebaliknya AS memimpin perolehan suara di daerah etnis Bugis terutama Bosowa Bone, Soppeng dan Wajo. Sementara Azis Kahhar menang mutlak di daerah kelahirannya Kabupaten Luwu. Berdasarkan data di atas, kontestasi politik antar etnis berlangsung sangat ketat, meskipun ada daerah yang diidentifikasi sebagai daerah basis bagi kandidat yang berasal dari Bugis, bisa ―dicuri‖ suaranya oleh kandidat yang berasal dari etnis Makassar, demikian sebaliknya. Kasus-kasus itu dapat dilihat pada; daerah etnis Makassar yang dimenangkan oleh AS yang berasal dari etnis Bugis adalah Kabupaten 163 Jeneponto. Sedangkan Kabupaten pada wilayah Bugis yang dimenangkan SYL yang berasal dari etnis Makassar adalah; Kabupaten Barru dan Luwu Utara. Meskipun terjadi kontestasi politik antar etnis Bugis dan Makassar, akan tetapi tidak menentukan kemenangan bagi kandidat yang memenangkan kontestasi itu. Kunci kemenangan yang dicapai oleh SYL bukan pada basisnya artinya bukan karena issue etnisitas, tetapi justru kemenangan itu ditentukan oleh pencapaian suara yang diperolehnya pada wilayah ―netral‖ yaitu; Toraja dan kota Makassar. Toraja dikatakan netral karena tidak memiliki calon yang diusung oleh etnis dan wilayahnya. Sedangkan Makassar adalah ibu kota provinsi Sulsel, masyarakatnya bersumber dari berbagai etnis dan agama. Selain itu pemilih kota relatif rasional. Ini menunjukkan taktik SYL yang melintasi batas etnis, agama dan wilayah dengan menggunakan terminologi pluralistic berhasil ―mengecoh‖ kesadaran sosial, kultural dan politik masyarakat di dua tempat ini.

5.5 Ikhtisar Fase Pembentukan Elite Etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa