238
Demikianlah, dinamika di dusun Pannyikkokang yang dinamis juga bisa ditelusuri pada masa gerombolan atau pemberontakan DITII di tahun 1950-an
hingga 1960-an —orang Pannyikkokang menyebut mereka paromang atau
garambolang orang yang tinggal di hutan. Saat itu, dusun Pannyikkokang
berada dalam masa sulit di mana banyak warga dibunuh bila memiliki kontak dengan Sungguminasa di mana pusat pemerintahan Gowa berpusat. Dalam
keadaan seperti ini, mereka merasa terjajah sekaligus hidup penuh kesulitan.
6.4.2 Dinamika Politik Desa Di Kabupaten Bone Desa Ancu Dan Desa
Benteng Tellue Para Andi di Desa Ancu
Secara geografis, Desa Ancu berada di wilayah pesisir pantai Teluk Bone dan berbatasan dengan Kelurahan Awang Tangka di sebelah selatan, Desa
Angkue dan Desa Pude di sebelah utara, dan Desa Raja di sebelah barat, sementara di bagian timur merupakan Teluk Bone. Rumah-rumah penduduk di
bangun dan ditata memanjang dan menghadap ke jalan Desa yang sudah beraspal. Karena letaknya yang dekat dengan laut, udara di daerah ini lumayan panas ketika
siang hari, meskipun masih banyak pepohonan di sekitar rumah warga, dan baru terasa sejuk ketika sore hari, sekitar pukul 17.00 wita. Pada umumnya, bangunan
tempat tinggal penduduk masih banyak yang menggunakan rumah panggung dan sebagian lagi sudah menggantinya dengan rumah batu.
Salah seorang tokoh masyarakat menceritakan, sekitar tahun 1970-1980an, masyarakat di Desa ini, kondisi perekonomiannya sangat kesulitan. Hidup dari hasil
pertanian dengan mengandalkan sistem pertanian tadah hujan dan bekerja sebagai nelayan disela-sela musim pertanian. Karena kesulitan perekonomian saat itu,
penduduk banyak yang keluar merantau ke pulau Jawa dengan bekerja sebagai awak kapal dengan harapan mampu membantu perekonomian keluarganya di kampung.
Di tahun-tahun tersebut, penduduk Desa Ancu yang menempuh pendidikan formal bisa dihitung dengan jari tangan karena sulitnya memenuhi biaya
pendidikan. Bahkan hanya ada dua keluarga di Desa Ancu yang terbilang mampu secara ekonomi, itu karena keluarga tersebut memiliki beberapa kapal penangkap
ikan dan tambak serta sawahnya yang juga lumayan luas 2,7 Ha.
239
H. YAS pendidik, yang saat penelitian ini dilakukan menjadi tenaga pengajar di Kabupaten Sinjai, mengatakan, bahwa saat dirinya menempuh
pendidikan formal, ia juga harus membantu ibunya berjualan kue usai mengikuti pelajaran di sekolah untuk mencari biaya tambahan. Hingga akhirnya ia mampu
menamatkan pendidikannya di sekolah keguruan di tahun 1983 dan terangkat jadi pegawai negeri sipil guru di tahun 1984. Meskipun di akhir-akhir masa
pendidikannya, saudaranya sudah banyak membantu perekonomian keluarganya setelah usahanya di Pulau Jawa mulai mendapatkan hasil.
132
Aktivitas warga di Desa ini, bergerak di bidang pertanian, nelayan dan juga bekerja di tambak empang, baik yang milik sendiri ataupun milik warga lainnya
dengan produk utama ikan bandeng atau udang. Untuk pengairan pertanian persawahan, masyarakat di Desa Ancu masih mengandalkan sistem persawahan
tadah hujan dengan masa panen satu kali dalam setahun untuk jenis tanaman padi. Selebihnya ditanami palawija yang umumnya, kacang-kacangan; kedelai, kacang
tanah, dan jagung. Bahkan ketika kemarau, sebagian warga yang memiliki lahan membiarkan begitu saja sawahnya tanpa diolah dan menjadi tempat ternak sapi
warga. Penghasilan lainnya, masyarakat juga memelihara sapi serta bekerja sebagai tukang ojek dengan menggunakan sepeda motor, yang baru setahun
belakangan ini marak di Desa ini. Untuk
memenuhi kebutuhan
konsumsi sehari-hari,
masyarakat mendapatkannya di salah satu pasar lokal pasar Bojo di Bojo yang beraktivitas
satu kali dalam seminggu, yakni setiap hari selasa. Sementara untuk perlengkapan lainnya, seperti perabot rumah tangga, masyarakat lebih sering berbelanja di pusat
kota Sinjai dibandingkan dengan pusat kota Kabupaten Bone sendiri. Hal ini karena jarak ibu kota Kabupaten Sinjai yang lebih dekat dibanding dengan ibu
kota Kabupaten Bone. Jaraknya berkisar 15 km untuk ke kota Sinjai, sementara jarak ke kota Watampone 72 km. Dialeg bahasa Bugis di Desa Ancu, lebih mirip
dengan dialeg masyarakat di Kabupaten Sinjai di bandingkan dengan pusat Kabupaten Bone itu sendiri.
Desa Ancu, sebelum memasuki masa kemerdekaan merupakan salah satu wilayah dari kekuasaan kerajaan akkarungeng Awang Tangka. Saat itu, Kajuara
132
Wawancara dengan HY non-governing elite
240
masih terbagi dalam tiga wilayah Akkarungeng; Awang Tangka, Tarasu dan Gona
. Ketiga Akkarungeng tersebut kini masing-masing menjadi satu Desa tersendiri, Desa Tarasu, Desa Gona, sedangkan untuk Awang Tangka menjadi
sistem pemerintahan kelurahan yang sebelumnya merupakan wilayah administratif Desa
Padaelo‘. Kecamatan Kajuara pada masa kerajaan Bone juga dikenal sebagai salah satu daerah yang diberikan tugas untuk mengkoordinir
daerah bawahan kerajaan Bone. Atau dikenal dengan istilah Dulung Panglima Daerah, yang dipimpin oleh Dulungna Awang Tangka. Di awal kemerdekaan
Republik Indonesia, dan setelah masa pemerintahan kerajaan Bone berakhir ketika
Arumpone La Pabbenteng Petta Lawa Arung Macege 1946-1951
mengundurkan diri dan pindah ke pulau Jawa bersama keluarganya. Maka sistem pemerintahan moderen juga mulai menggantikan sistem Akkarungeng di Bone,
dan para keturunan Arung‟ yang memegang kekuasaan kerajaan saat itu berlanjut
dengan menduduki kepala distrik serta kepala Kampung yang diterapkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Di Kajuara, saat itu Arung yang berkuasa adalah keturunan dari pernikahan antara Arung Awang Tangka dengan Arung Tarasu yang masih merupakan
saudara kandung dari Arung Gona. Arung Tarasu Andi Upe‘ Menikahi anak
dari Arung Awang Tangka Andi Nini Petta Sali. Dan dari pernikahannya melahirkan: Andi Gappa; Andi Santang; Andi Nini;
1. Andi MHRM; a. Andi MA mantan Kepala Kecamatan Kajuara; b. Andi AMR mantan Bupati Bone periode 1993-2003; c. Andi ABA mantan Kepala
Kecamatan Kajuara; d. Andi SLTN; e. Andi NHS Kepala Kecamatan Kajuara saat penelitian ini
2. Andi YF ; a. Andi BA mantan Bupati Bone periode 1967-1969; b. Andi MJ mantan Panglima ABRI
3. Andi ISKR; a. Andi HI Mantan Wakil dan Walikota Makassar Untuk infrastruktur di Desa Ancu, terdapat satu bangunan untuk pendidikan
setingkat sekolah dasar Madrasah Ibtidayah, kantor kepala desa, dan satu posyandu pos pelayanan terpadu yang berada satu lokasi dengan kantor kepala
desa. Sementara untuk tempat beribadah, terdapat satu bangunan mesjid Desa, dan satu lagi Mushalla yang di bangun sendiri oleh salah satu keluarga yang berada di
241
samping rumahnya sendiri. Akan tetapi, meski terdapat satu bangunan sekolah setingkat sekolah dasar madrasah ibtidaiah, namun anak-anak yang ingin
menempuh pendidikan formal, sebagian orang tua memilih sekolah yang berada di Bojo, yang merupakan pusat aktivitas Kecamatan Kajuara dengan jarak antara 1-2
km. Di Bojo ini juga, pendidikan lanjutan, SMP, SMA, Universitas, begitu juga dengan taman kanak-kanak play group serta perkantoran setingkat
kecamatan berada. Desa Ancu, secara administratif, terbagi dalam dua wilayah dusun dengan
empat rukun tetangga RT. Dusun Matalie dengan Pak Basri sebagai kepala dusunnya, serta dusun Cenrana yang dipimpin oleh pak Hatibe. Luas Desa Ancu
sendiri, tergolong sempit dibandingkan dengan Desa-Desa lainnya di kecamatan Kajuara, 3,50 Km² dengan pembagian 275,4ha sebagai lahan pertanian dan 19,6ha
sebagai bukan lahan pertanian. Masyarakat Desa Ancu pada tahun 2007 tercatat sebanyak 818 jiwa dengan pembagian, laki-laki sebanyak 365 jiwa dan perempuan
453 jiwa yang terdiri dari 172 kepala rumah tangga dengan tingkat kepadatan penduduk 234Km². Karena Desa Ancu berada di sekitar pesisir teluk Bone, maka
letak ketinggian Desa dari permukaan laut kurang dari 100 meter dpl.
133
Desa Ancu sebelum mengalami pemekaran wilayah pada tahun 1993, terbagi dalam dua dusun, Ancu dan Angkue. Andi Mappamasing dan Andi Tone
adalah orang yang menjadi kepala desa saat itu. Dan pada masa pemerintahan Andi Tone, kemudian Desa Ancu mengalami pemekaran wilayah dan hingga
penelitian ini dilakukan baru memiliki dua kepala desa secara definitif dan pemilihan kepala desa untuk yang ketiga kalinya rencananya akan dilakukan di
pertengahan tahun 2010. Desa Ancu, Kecamatan Kajuara, dulunya merupakan wilayah dusun dari
Desa Ancu itu sendiri. Saat itu, Desa Ancu belum mengalami pemekaran wilayah dengan pembagian wilayah yang terbagi dalam dua wilayah dusun, dusun Angkue
dan dusun Ancu. Kini, kedua dusun itu masing-masing sudah menjadi satu pemerintahan Desa tersendiri. Desa Ancu dan Desa Angkue. Tapi saat itu, dusun
Ancu yang juga sudah menjadi satu pemerintahan Desa tersendiri justru memakai
133
Berdasarkan hasil obeservasi dan untuk data angka-angak bersumber dari Kecamatan Kajuara dalam angka 2008, kerjasama dengan Badan Pusat Statistik, BAPPEDA, Dan Statistik Kabupaten
Bone.
242
nama Lamakaba. Sementara nama Desa Ancu, dipakai pada pemerintahan Desa yang satunya kini Desa Angkue, yang belakangan di persoalkan oleh warga
karena seharusnya yang menggunakan nama itu Ancu adalah dusun Ancu, sesuai dengan nama kampung itu sendiri. Penggunaan nama Lamakaba sebagai nama
Desa Ancu sekarang, bertahan hingga kepala desa saat ini terpilih, Andi MA.
Dialah yang kemudian melakukan pengusulan penggantian nama, sekaligus sebagai program kerja pertamanya setelah di lantik menjadi kepala desa Ancu.
134
Pemekaran wilayah yang terjadi pada pertengahan tahun 1993 di Desa Ancu saat itu, mengakibatkan pemerintahan Desa harus di jalankan oleh pelaksana tugas
sementara sampai tahun 1994, yang ditunjuk oleh Kepala Kecamatan Kajuara, ABA. TJK selaku pelaksana tugas kepala desa Lamakaba, dan Andi Mattanetta
sebagai pelaksana tugas sekertaris Desa.
135
Berselang beberapa bulan, pemilihan kepala desa digelar untuk mengisi pemerintahan Desa secara definitif. Saat itu,
Tajuddin Kasim, salah satu pegawai kecamatan Kajuara, yang juga merupakan
orang dekat dari Kepala Kecamatan ABA, maju sebagai kandidat, begitu juga
dengan pelaksana tugas sekertaris desa, Andi Mattanetta.
136
Keberadaan TJK di Desa Lamakaba saat itu, dan berhasil menjabat sebagai
kepala desa pertama, selain karena dukungan dari kepala Kecamatan yang saat itu memiliki kekuasaan begitu besar, juga karena mengikuti istri keduanya yang
merupakan penduduk setempat. Hal ini pula yang memungkinkannya untuk
mendapatkan dukungan dari sebagian masyarakat saat pemilihan kepala desa. TJK sendiri merupakan warga pendatang di kecamatan Kajuara yang berasal dari
Kabupaten Sinjai. Kedatangaannya di Kajuara karena pekerjaannya sebagai salah seorang pegawai negeri sipil di kantor kecamatan. Namun, setelah istri
pertamanya meninggal dunia, ia kemudian menikah lagi dengan salah satu warga di Desa Ancu, yang saat itu belum mengalami pemekaran wilayah.
137
Karena kedudukannya sebagai salah satu pegawai Kecamatan dan juga sebagai supir dari kepala Kecamatan saat itu, hal itulah kemudian yang
membuatnya dekat secara emosional dengan Andi ABA, camat yang masih
134
Wawancara dengan Muh. Akbar, kepala desa Ancu saat penelitian dilakukan, Nov. 2009
135
wawancara dengan Andi Mattanetta Alias Petta Terru‘ sekretaris desa. Minggu, Nov. 2009
136
Wawancara dengan Andi MPSS dan Pak Muslimin tokoh masyarakat
137
Wawancara dengan Pak Muslimin. Nov. 2009
243
keturunan dari salah satu keluarga bangsawan yang di hormati masyarakat di kecamatan Kajuara.
138
Dari semua Camat Kajuara semenjak dikenal pemerintahan sistem Kecamatan, tiga diantaranya adalah saudara kandung. Andi Muh. Amir
mantan Bupati Bone, Andi ABA, dan Andi NHS, yang terakhir masih menjabat sebagai kepala Kecamatan Kajuara saat penelitian ini di lakukan. Bahkan menurut
beberapa warga, saat kepala Kecamatan dijabat oleh orang dari bukan keturunan Bangsawan Kajuara, masyarakat enggan untuk patuh dan biasanya
pemerintahannya tidak akan bertahan lama. Hal ini terbukti dengan tiga camat yang berasal dari Kajuara sendiri menjabat lebih dari satu periode.
139
Andi MPSLI non-governing elite menceritakan, bagaimana berkuasanya ketika Andi
ABA menjadi kepala Kecamatan. Ia mengatakan, ketika masih menjabat, setiap ada pemilihan PEMILU, masa Orde Baru, semua tokoh-tokoh masyarakat
dipanggil untuk menghadap di kantor Kecamatan untuk mendukung kandidatnya.
140
Meskipun, jika berdasarkan pada hasil penghitungan suara saat itu, Andi MTNT yang merupakan penduduk asli dari Desa tersebut, yang juga masih memiliki
hubungan keluarga dengan Andi ABA, lebih unggul ketimbang TJK. Tapi menurut Petta IL non-governing elite Desa Ancu, naiknya TJK sebagai kepala desa pertama
di Desa Lamakaba saat itu, tidak terlepas dari dukungan dari Petta ABA mantan Kecamatan Kajuara. Menurutnya, suasana di Desa saat itu sempat tegang, karena
yang seharusnya menjadi kepala desa adalah Andi MTNT, tapi karena pengaruh Andi ABA begitu kuat serta Andi MTNT juga saat itu tidak berusaha untuk
menempuh upaya apapun, maka TJK tetap terpilih sebagai kepala desa.
141
Pada masa pemerintahan TJK, pada umumnya masyarakat di Desa yang saat itu masih bernama Desa Lamakaba, cenderung tidak menyenangi cara memerintah
Tajuddin. Hal ini karena, TJK dianggap kurang cekatan dalam menangani pelayanan administratif warga serta cara menyelesaikan kasus atau sengketa warga.
Misalnya pada sengketa kepemilikan tanah, pak TJK selalu melimpahkannya ke tingkat Kecamatan untuk diselesaikan. Padahal jika sengketa tersebut diselesaikan
138
Wawancara dengan Pak SYRF non-govrning elite, Nov. 2009.
139
Wawancara dengan Andi MTNT tokoh masyarakat mantan calon Kepdes
140
Wawancara dengan Andi MPSLI Oktober 2009
141
Wawancara dengan Andi MPSLI alias Petta IL
244
di tingkat desa, maka penyelesaian kasusnya tidak perlu memakan waktu yang lama
dan menimbulkan ketegangan antar warga yang bersengketa. Selain itu, TJK juga
pernah melakukan perubahan pemilikan salah seorang warga tanpa sepengetahuan pemiliknya, sehingga tanahnya berganti nama kepemilikan. Serta terkadang
melakukan keberpihakan pada orang dekatnya jika menangani suatu sengketa, sehingga masyarakat merasa tidak senang. Dalam bahasa informan, jika
dipersentasekan, maka masyarakat yang senang hanya sekitar 40 dan yang tidak senang 60.
142
Namun penilaian berbeda, datang dari salah seorang warga yang berprofesi sebagai tenaga pengajar di Kabupaten Sinjai, dan saat penelitian dilakukan
merupakan salah satu anggota Badan Perwakilan Desa BPD. Menurutnya, masa
pemerintahan TJK sebagai kepala desa dianggap nya berjalan normal saja.
143
Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Andi Hj. INT pedagang eceran. Menurutnya,
pemerintahan TJK sebagai kepala desa, meskipun banyak orang yang
mengatakan bahwa mereka tidak suka, tapi mereka tetap menganggapnya baik.
144
Saat pemilihan kepala desa berikutnya akan digelar, TJK juga masih berencana untuk maju kembali sebagai kandidat. Tetapi, sebelum pemilihan di
laksanakan, TJK menemui ajal karena penyakit. Jadi pada pemilihan kepala desa
berikutnya pada tahun 2005, pemilihan kepala desa hanya diikuti oleh tiga kandidat. Andi MTNT; Andi IRW, dan Andi MA
Andi MA, Kepala Desa Ancu Dari 400-an hak suara, Andi MA saat itu meraup dukungan sekitar 300-an
pada pemilihan Desa yang berlangsung awal tahun 2005. Dukungan itu jauh melampaui dua kandidat lainnya, Andi Mattanetta yang dulunya merupakan lawan
dari Tajuddin Kasim, serta satu lagi kandidat baru, Andi Muhammad Irwan yang juga masih keluarga dekat dengan Petta Abu ABA, Mantan camat Kajuara.
Karena dukungan melebihi 50, jadi pemilihan kepala desa hanya berlangsung satu putaran.
145
142
. Wawancara dengan Pak MSN, Nov. 2009
143
. Wawancara dengan H. YAS. Kamis, 29 Oktober 2009.
144
Wawancara dengan Hj. Andi ITN. Selasa, 10 November 2009.
145
wawancara dengan Pak MSN dan Andi MPSL, Rabu 11 November 2009
245
Andi MA sebelum menjadi kepala desa, pada periode TJK juga anggota
Badan Perwakilan Desa BPD, dan merupakan penduduk setempat. Dari silsilah keluarga, ia berasal dari keturunan arung Gona dan Arung Tarasu. Saat masih
menjadi pemuda, Andi Ake‘, panggilan akrab sebelum menjadi kepala desa dari warga setempat, juga mengikuti pergaulan anak muda di sekitarnya. Misalnya ia
aktif pada salah satu komunitas Radio Interkom semacam ORARI. Dari pergaulan sosialnya yang luas ia bisa mengambil hati anak muda di desa ini,
sehingga anak-anak muda tidak membuat keonaran di desa ketika ada warga yang menggelar hajatan seperti pernikahan.
146
Hingga kini, Andi MA alias Petta Desa yang masa jabatannya akan
berakhir pada tanggal 25 November 2009, sudah menikah sebanyak tiga kali, namun dua istri sebelumnya diakhiri dengan perceraian dan pada tahun 2009
menikah lagi dengan istrinya yang ketiga, yang menetap di Kabupaten Sinjai dan bekerja sebagai pegawai di Badan Kepegawaian Daerah. Karena istrinya bekerja
di Kabupaten Sinjai yang jarak dari Desa Ancu, sekitar 15 km, maka setiap hari, ia biasanya berada di Desa Ancu ketika pagi dan sore hari atau hari sabtu dan
minggu dan selalu mengikuti kegiatan kepala desa di tingkat Kecamatan.
Pada masa pemerintahan Andi MA inilah perubahan nama desa terjadi.
Yang dulunya Desa Lamakaba berubah nama menjadi Desa Ancu, sementara nama Desa Ancu yang dulunya me
rupakan dusun Angkue‘, menjadi Desa Angkue. Menurut Andi Akbar, setelah dilantik menjadi kepala desa, hal pertama
yang dilakukan adalah mengusahakan pengembalian nama Desa Ancu. Untuk melakukan hal itu, beberapa kali pertemuan di lakukan dengan
pemerintah Desa Angkue agar bersedia bekerjasama untuk melakukan perubahan nama desa. Pengusulan pergantian nama tersebut sebenarnya bukan yang pertama
kali terjadi, pernah ada mahasiswa yang melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata KKN, dan saat itu juga mengusahakan perubahan nama, tetapi ternyata tidak
berhasil. Kemudian setelah ia menjabat sebagai kepala desa, hal tersebut dilanjutkannya dan kurang dari setahun, sekitar enam bulan, surat keputusan
perubahan nama dari Kabupaten dikeluarkan pada awal tahun 2007.
146
Wawancara dengan Andi MPSS . Jum‘at, 23 Oktober 2009.
246
Andi MA, saat memutuskan maju sebagai kandidat pada pemilihan kepala desa, ia mendatangi beberapa anggota keluarganya yang juga cukup dihormati di
masyarakat. Kedatangannya untuk meminta pandangan tentang keputusannya yang akan maju salah satu calon pada pemilihan kepala desa dalam kebiasaan
Bugis hal ini disebut dengan istilah Mappatabe‟.
Salah satu pendukung utama Andi MA adalah Petta IL. Saat masa kampanye, Petta IL mengakui bahwa saat itu, ia harus berhadapan dengan mantan
camat Petta Abu, karena dia juga turun ke masyarakat untuk menggalang dukungan bagi keluarganya Andi MIW. Tapi Petta IL mengaku tidak gentar saat
itu, dan untuk mendapatkan dukungan masyarakat, ia berani main kucing- kucingan dengan Petta Abu. Dia juga mengadakan pembicaraan dengan kandidat
yang lainnya Andi MTNT , ―bahwa untuk keluarga yang berada di dekat kamu
berdasarkan tempat tinggal dukungannya untuk kamu Andi MTNT, kemudian
yang berada di dekat tempat tinggal Andi MA, suaranya untuk Andi MA
,‖ sehingga semua dapat suara dan akan tetap terbagi.
Petta Ile‘ juga mengaku, saat hari pemilihan pagi hari, ia sempat menahan orang yang diutus oleh Petta Abu
untuk melakukan serangan fajar membagi-bagikan sembako dan uang terhadap warga, sehingga tidak sempat menemui warga sampai pemilihan selesai
dilaksanakan.
147
Keyakinan Petta IL, bahwa kandidatnya yang akan menjadi pemenang,
karena ia melihat, bahwa kandidat yang didukung oleh mantan camat; Andi MIW,
di mata masyarakat setempat dikenal sebagai orang yang memiliki pergaulan tidak
baik. Andi MIW dikenal selalu terlibat pada acara minum MIRAS di kampung itu
serta sering terlibat dalam perkelahian ketika ada keramaian, seperti hajatan pengantin atau keramaian lainnya. Apalagi ia tidak menetap di kampung Desa
Ancu ini, dan secara pribadi Petta Ile‘ sendiri tidak meyenangi perilaku kandidat tersebut. Jadi saat itu, ia mengatakan pada masyarakat, bahwa apakah orang yang
berasal dari luar dan kamu tahu sendiri perilakunya, yang akan kamu pilih sebagai
147
Wawancara dengan Andi
MPSS. Jum‘at 23 Oktober 2009
247
kepala desa. Nanti kalian sendiri yang akan dibuat susah kalau dia Andi MIW yang menjadi kepala desa di kampung ini.
148
Hal sama juga diungkapkan oleh Pak M tokoh masyarakat, menurutnya, meskipun Andi MIW didukung oleh Petta Abu, tapi dia tidak cocok untuk menjadi
seorang kepala desa. Selain karena umurnya masih muda dan tidak memiliki pengalaman mengenai pemerintahan, ia juga dikenal memiliki pergaulan yang tidak
baik di mata masyarakat. Pak Muslimin mengatakan bahwa kalau orang seperti
Andi MIW, maka dia tidak bisa membimbing masyarakat disini dan tidak bisa
dijadikan sebagai panutan.
149
Saat dikonfirmasi hal itu, Andi MIW yang kini bekerja sebagai pegawai kantor kelurahan Awang Tangka dan juga menetap di kelurahan Awang Tangka
bersama istri dan seorang anaknya, mengakui sendiri hal tersebut. Menurutnya masyarakat di Desa Ancu sudah pintar dalam memilih siapa yang bagus dijadikan
sebagai kepala desanya. Apalagi dirinya juga tidak menetap di desa tersebut, sehingga jarang berinteraksi dengan warga, ia juga menyadari bahwa citranya di
masyarakat t idak baik. Ia menyebut dirinya; ―biasa degage jamang tana ujama”
dulu tidak ada pekerjaan yang saya tidak kerjakan –hal-hal yang berkaitan
dengan perbuatan negatif di mata masyarakat, misalnya, konsumsi minuman beralkohol, sering terlibat keributan. Keputusannya untuk maju sebagai kandidat
kepala desa saat itu, menurutnya juga atas desakan keluarga. Untuk memenuhi salah satu persyaratan administratif, bahwa harus menetap
didaerah bersangkutan selama enam bulan terakhir sebelum pemilihan, hal itu dilakukan dengan datang di Desa Ancu dan bergaul dengan anak muda setempat.
Terkadang pada sore hari sekitar pukul 04.00-06.00 wita dan juga pada malam hari, sekitar pukul 07.00-11.00 wita. Hal itu dilakukannya setelah menyatakan
diri maju sebagai salah satu kandidat. Kurang dari enam bulan hal tersebut dilakukan meskipun terkadang dalam seminggu ia tidak pernah muncul di desa
tersebut. Lebih lanjut, menurutnya, suara dukungan yang didapatkan saat itu yang hanya sekitar 30-an pada saat pemilihan, dipastikan berasal dari orang-orang
pemuda yang sering ia temani berkumpul dan minum minuman beralkohol.
148
Wawancara dengan Andi MPSS Oktober 2009
149
Wawancara dengan Pak MSN, Nov. 2009
248
Meski kalah, tapi ia mengaku tidak begitu memperdulikannya, karena yang menjadi kepala desa juga masih kerabatnya keluarga.
150
Menurut mantan kandidat yang lain; Andi MTNT, yang kini bekerja sebagai petani tambak, juga berjualan air bersih ke rumah-rumah warga dan bekerja
sebagai buruh bangunan, kekalahannya dalam pemilihan kepala desa kali saat itu, memang karena dirinya tidak begitu serius mengikuti pemilihan kepala desa.
Apalagi yang menjadi saingannya adalah anggota keluarganya sendiri. Dorongan untuk maju menjadi calon kepala desa lebih disebabkan karena kekecewaan atas
kecurangan yang dia alami waktu pemilihan kepala desa pertama. Sehingga pada pemilihan kali ini, ia kembali maju sebagai kandidat untuk mengikuti dorongan
anggota keluarga yang lain. Ia mengatakan mungkin belum ada nasib jadi kepala desa, ini sekaligus sebagai tanggapannya atas kecurangan yang dialaminya saat
pemilihan kepala desa pertama dilaksanakan serta dia tidak melakukan upaya hukum atau yang lainnya untuk menentang surat keputusan atas kepala desa yang
terpilih di Desa Ancu yang saat itu masih bernama Desa Lamakaba.
151
Saat Andi MA sebagai kepala desa kedua Desa Ancu, ketika akan
mengangkat orang yang akan membantunya untuk menjalankan roda pemerintahan, pilihannya didasarkan pada orang-orang yang dianggapnya
memiliki kecakapan administratif. Hal ini untuk mengganti peran sekertaris desa yang ditunjuk dari kabupaten karena menetap di Kabupaten Sinjai mengikuti
istrinya. Andi MA juga sewaktu ingin mengangkat perangkat desa untuk mengganti salah satu perangkat desa yang meninggal juga mengajak tokoh
masyarakat, antara lain; Petta IL untuk menggantinya sekaligus menjadi pelaksana sekertaris desa. Tapi Petta IL mengatakan bahwa dirinya sudah tua, dan lebih
bagus memilih yang masih muda dan bisa dipercayakan untuk mengurus permasalahan administratif. Orang yang direkomendasikan oleh Petta IL inilah
yang sekarang membantu kepala desa dalam hal administratif desa, dan menempati Kaur Umum di struktur pemerintahan desa.
152
150
Wawancara dengan Andi MIW mantan kandidat kepala desa Ancu pada pemilihan kepala desa yang kedua. Selasa 10 November 2009.
151
Wawancara dengan Andi MTNT. Minggu, 08 November 2009
152
Wawancara dengan Andi MPSS, Oktober 2009
249
Sementara untuk perangkat pemerintahan KAUR lainnya, seperti di bidang pemerintahan dan pembangunan tetap mempertahankan pejabat
sebelumnya. Sedangkan di tingkatan dusun, pemilihan kepala dusun diserahkan
kepada warga di dusun bersangkutan. Tapi sebelum pemilihan, Andi MA juga
menemui beberapa tokoh masyarakat di dusun tersebut yang dekat dengannya, bahwa alangkah baiknya kalau yang menjadi kepala dusun adalah kepala dusun
sebelumnya saja. Hal ini untuk menjaga anggapan, bahwa tidak baik ketika dia menjabat sebagai kepala desa dan kepala dusun yang menjabat sebelumnya
digantikan. Berbeda ketika kepala desa sebelumnya, saat masih dijabat oleh Tajuddin Kasim, yang beberapa kali melakukan penggantian kepala dusun,
sehingga orang merasa kecewa dan masyarakat juga merasa bingung dengan penggantiannya.
153
Untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya, Andi MA
mengaku harus pandai melihat apa yang diinginkan masyarakat, kemudian melaksanakannya sehingga masyarakat tetap akan percaya. Misalnya ketika ada
proyek pembangunan desa, maka anggaran dari pembangunan tersebut akan digunakan sesuai dengan keinginan warga melalui rapat dengan anggota BPD. Di
Desa Ancu, anggaran pembangunan desa yang berasal dari PNPM Mandiri, diarahkan untuk pembangunan jalan desa, atau dana dari Anggaran Dana Desa
ADD digunakan untuk memperbaiki fasilitas kantor kepala desa. Saat ini, lanjutnya, jika seorang kepala desa tidak mampu mengambil hati masyarakatnya,
maka sulit untuk melaksanakan pembangunan desa. Misalnya jika ada bantuan seperti pada proyek PNPM Mandiri dan anggarannya akan dialokasikan untuk
perbaikan jalan desa, jika seorang kepala desa tidak dapat mengambil hati masyarakat, maka pembangunan jalan tersebut pasti tidak akan berjalan, karena
anggaran hanya untuk membeli bahan-bahan sementara untuk pengerjaan tidak ada sehingga pengerjaannya harus dari kesukarelaan masyarakat.
Selain itu juga pasti akan sulit mendapatkan kepercayaan masyarakat lagi, jika ingin kembali mencalonkan diri dalam pemilihan kepala desa berikutnya.
Selain itu, Andi MA juga bertandang ke rumah-rumah warga ketika ada suatu hajatan seperti; pernikahan, sunatan dan kematian untuk mendampingi warganya,
153
Wawancara dengan Pak MSN tokoh masyarakat.
250
apalagi ketika yang mengadakan hajatan pernikahan dan pasangannya berasal dari luar desa, maka ia akan mendampingi keluarga tersebut dan biasanya akan
dipercaya oleh pemilik hajatan sebagai salah satu juru bicara keluarga mereka.
154
Dalam berinteraksi dengan masyarakat, Andi MA membangun pola
interaksi yang tidak kaku. Dari hasil observasi dan juga menurut pak H. YAS tokoh masyarakat, pemilik tambak dan sejumlah kapal penangkap ikan
mengatakan, kalau saat ini kita sedang membutuhkan bantuan dari kepala desa, kita tidak perlu lagi mendatangi rumahnya dengan pakaian yang rapi untuk
mengatakan keperluan kita. Tapi juga sudah bisa disampaikan ketika bertemu di jalan, ataupun hanya melalui alat komunikasi telepon genggam, kepala desa juga
sudah bersedia membantu dan tidak mempersoalkan cara penyampaiannya. Hal ini dianggapnya sangat berbeda pada masa pemerintahan kepala desa di era 1970-
an. H. YAS menceritakan, perbedaan pola interaksi masyarakat dengan kepala desa saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan yang dulu. Saat itu pada Era
1970-an, ketika masyarakat memiliki keperluan dengan kepala desa, maka ia harus datang ke rumah kepala desa dengan berpakaian rapi untuk
menyampaikannya. Begitu juga ketika seorang kepala desa sedang lewat di jalan desa, masyarakat tidak berani untuk menyapanya sebelum ia disapa lebih dahulu,
dan kalaupun ingin berbicara, maka badan harus sedikit ditundukkan dan kedua tangan dilipat di atas alat kelamin.
Perubahan ini menurut H. YAS tidak terlepas dari perkembangan sekarang, di mana masyarakat sudah semakin berpendidikan, sehingga hal-hal tersebut,
seperti rasa takut kepada kepala desa, perlahan mulai hilang. Termasuk dalam memilih seorang kepala desa pemimpin, masyarakat juga pasti akan melihat
apakah orang tersebut memang pantas untuk menjadi seorang pemimpin dan nanti bisa bekerja untuk membantu keperluan masyarakat. Masyarakat juga tidak lagi
begitu menyenangi ketika seorang kepala desa berasal dari keturunan tau masegge‟ orang berani, karena beranggapan kalau orang seperti itu yang
memerintah, maka masyarakat sendiri nantinya akan merasakan akibatnya. Seperti
154
Wawancara dengan kepala desa Andi MA. Hal ini juga di benarkan dalam oleh salah satu informan lain, A. MRD Mantan Sekertaris Kecamatan Kajuara, yang meski tempat tinggalnya
berada di wilayah administrative kelurahan Awang Tangka, namun secara geografis lebih dekat dengan penduduk di Desa Ancu.
251
pada masa Orde Baru, dimana seorang kepala desa begitu otoriter dalam memerintah bahkan terkadang dengan kekerasan jika ada masyarakat yang tidak
patuh. Menurutnya saat ini, seorang pemimpin haruslah ramah dan merakyat serta bisa membantu kebutuhan masyarakat, khususnya dalam hal administratif.
Lebih lanjut, saat ini menurut H. YAS, yang membuat seseorang dapat dihargai dan bisa dijadikan sebagai tokoh di masyarakat, faktor keturunan tidak
lagi begitu dominan. Melainkan mulai beralih pada orang-orang yang memiliki tingkat ekonomi lebih baik serta jabatan dan juga tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Hal ini misalnya bisa dilihat dalam adat pengantin, tradisi mappaci‟, yang
dulunya hanya untuk keturunan dari keluarga yang memiliki gelar bangasawan dan daeng, tapi sekarang siapa yang memiliki uang, juga sudah melaksanakan
tradisi mappacci ‘ tersebut. Meskipun seorang berasal dari keturunan bangsawan,
tapi ketika tidak memiliki kemampuan ekonomi serta pendidikan ataupun jabatan di pemerintahan, maka akan dianggap sama saja dengan masyarakat pada
umumnya yang tidak memiliki gelar kebangsawanan. Meskipun jika memberikan undangan pernikahan, model pemberiannya masih berbeda dengan
masyarakat yang tidak memiliki gelar bangsawan. Undangan diantarkan dengan lebih dari dua orang
Padduppa‟ dengan pakaian baju bodo‟ untuk perempuan dan jas tutup untuk laki-laki pakaian adat Bugis. Tetapi meskipun begitu ketika
ingin menjadi seorang kepala desa, H. YAS menganggap faktor keluarga masih sangat penting, karena keluarganya itulah yang nantinya akan memberikan
dukungan kepadanya pada saat pemilihan.
155
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pak SRF, bahwa dalam pemilihan kepala desa, faktor keluarga sangat penting. Selain itu, masyarakat juga masih
melihat latar belakang dari seorang kandidat, termasuk keturunannya, pendidikan dan juga asal daerah.
156
Karena setiap keluarga dalam menentukan pilihannya pasti akan mencari apakah ada anggota keluarganya atau orang terdekatnya yang
maju sebagai kan didat. Dalam bahasa informan, ―kalau masih ada orang terdekat
yang bisa ditunjuk dipilih, maka kenapa mesti orang lain yang di tunjuk‖.
Misalnya pada tingkat kecamatan, dulu beberapa kali ketika camat Kajuara bukan
155
Wawancara dengan H. YAS, Hj. RTN pedagang, 29 Oktober 2009.
156
Wawancara dengan Pak MSN, Andi MR, dan H. YAS, Nov. 2009
252
berasal dari Kajuara, maka kepemimpinannya tidak mendapatkan dukungan yang baik dari masyarakat, sehingga tidak bertahan lebih dari satu periode.
157
Andi MA, sebagai kepala desa kedua Desa Ancu setelah mengalami pemekaran wilayah, termasuk kepala desa yang disenangi oleh masyarakat. Selain
karena dia juga berhasil mengembalikan nama desa sesuai dengan nama kampung itu sendiri, dia dianggap cekatan dalam pelayanan administratif seperti: KTP, Akte
Kelahiran, dll terhadap masyarakat. Salah satu warga, Andi END aktivis Karang Taruna, mengatakan bahwa kepala desa saat ini menurutnya sudah bagus dalam
memimpin. Seperti dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, misalnya saat ia mengurus akte kelahiran untuk anaknya, kepala desa sendiri yang mengantarkan
akte kelahiran anaknya tersebut ketika sudah jadi. Dan juga ketika ada masyarakat
yang sakit, maka Petta desa sebutan untuk kepala desa- Andi MA- sendiri yang
mencarikan dokter untuk mengobati warganya. Apalagi, sampai saat ini, dia juga tidak membangun rumahnya, tidak seperti di daerah lain, biasanya kalau sudah
menjadi kepala desa, tiba-tiba membangun rumah yang bagus.
158
Untuk pengurusan administratif, Andi MA mengatakan, bahwa kalau bisa dipermudah masyarakat maka sebaiknya jangan dipersulit. Hal ini menurutnya
didasarkan dengan mengambil contoh pada dirinya, jika mengurus sesuatu kemudian dipersulit, maka itu pasti membuat orang bisa merasa jengkel.
Meskipun sudah ada peraturan desa yang sudah dibuat, yang mengharuskan dikenakan biaya dalam pengurusan administratif desa, tapi kepala desa mengakui,
bahwa itu lebih banyak tidak dijalankan. Karena takut akan memberatkan masyarakat. Ia mencontohkan, dalam mengurus surat keterangan tidak mampu,
masyarakat harus dikenakan biaya, meskipun ada aturan desa tapi itu tidak dijalankan. Ini juga untuk menghindari anggapan dari masyarakat bahwa kepala
desa suka ―makan uang‖.
159
Tapi berbeda ketika pengurusan Kartu Tanda Penduduk KTP, atau yang lainnya yang harus diselesaikan ditingkat Kabupaten, ketika ada masyarakat yang
membutuhkan hal tersebut, maka masyarakat akan diminta mengeluarkan biaya tambahan untuk uang transportasi untuk mengurus di Kota Kabupaten yang
157
Wawancara dengan SRF, Nov. 2009
158
Wawancara dengan beberapa warga, dan juga wawancara dengan Pak Muslimin, Nov. 2009
159
Wawancara dengan kepala desa Andi Muh. Akbar
253
jaraknya sekitar 72 km dari Desa Ancu. Karena anggaran operasional kepala desa sebesar Rp 600.000,- yang diambil dari Alokasi Dana Desa, oleh kepala desa
dianggap tidak mencukupi.
160
Hal inilah salah satu yang membuat masyarakat
merasa senang dengan pemerintahan Andi MA sebagai kepala desa, karena di
anggap tanggap dan cepat ketika masyarakat memerlukan sesuatu, misalnya dalam hal kepengurusan administratif tersebut.
Kaum Tolampa Di Desa Benteng Tellue
Desa Benteng Tellue adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Amali Kabupaten Bone. Desa tersebut lebih tenar atau dikenal di luar oleh banyak orang
sampai di seluruh Sulawesi Selatan Sulsel, bahkan di provinsi lain, dengan nama Tabbae. Dikenalnya Tabbae tak lepas dari cerita dan image banyak orang sebagai
tempatnya gembong perampok dan pencuri ternak, dan tempat judi sabung ayam terbesar di Sulsel. Daerah ini juga dikenal sebagai daerah persembunyian atau
pelarian para pelaku kejahatan dan residivis dari berbagai daerah. Sebagai daerah yang menyimpan kekuatan ―hitam,‖: Daerah ―operasi‖
utama orang Tabba‘e meliputi tiga Kabupaten yaitu Bone, Soppeng, Wajo bahkan juga tersebar sampai Kalimantan dan Negara tetangga Malaysia. Mereka juga
memiliki jaringan dengan pemberontak Islam Moro di Philipina. Jaringannya kelompok ―moro‖ Philipina mereka perlihatkan ketika Desa Tabbae diserang oleh
massa dari tiga Kabupaten; Bone, Soppeng, Wajo yang tergabung dalam
organisasi FORBES GERAK forum bersama gerakan anti kejahatan namun berhasil diusir oleh penduduk Tabbae dengan menggunakan senjata rakitan dan
peluru yang dipasok dari Philipina. Dalam melakukan operasi ―kejahatan‖ seperti merampok dan mencuri
ternak, mereka memiliki organisasi pengintaian yang sangat rapi. Pada setiap tindakan kejahatan yang mereka lakukan, selalu didahului oleh tim khusus
advance team yang melakukan pengintaian terhadap target. Laporan hasil pengintaian tim khusus menjadi pertimbangan penting bagi kelompok eksekutor.
Selain tim mata-mata, kelompok Tabbae juga memiliki tim lain, yang mereka sebut sebagai tim magic. Tugas utamanya membuat target atau korban tidur pulas
160
Wawancara dengan Pak Muslimin dan dengan Andi Muh. Akbar
254
saat tim eksekutor melakukan eksekusi. Bila tim khusus dan tim magic tidak mampu memberikan informasi yang memadai, dan tidak bisa membuat calon
korban tidur pulas, kelompok eksekutor biasanya melakukan aksinya secara terbuka dan terang-terangan merampok harta benda dan ternak masyarakat,
dengan menodongkan senjata tajam dan senjata api. Tabbae adalah salah satu nama dusun, dari empat dusun yang ada pada Desa
Benteng Tellue. Tapi ketenarannya melebihi ketenaran desa dan Kecamatan. Ketenaran Tabbae tidak bisa lepas dari kepopuleran sosok bernamaali PG atau
biasa dikenal Ambeali. Dialah yang sering disebut-sebut sebagai actor utama kelompok Tabbae, yang melakukan perampokan, pencurian dan pembunuhan di
daerah Bone, Soppeng, Wajo serta beberapa Kabupaten lainnya di Sulsel. Meskipun secara hukum tidak ditemukan fakta hukum yang bisa membenarkan
semua tudingan tersebut. Walaupun ALM PG memang pernah menjadi DPO bertahun-tahun dan pernah dihukum masuk penjara, akan tetapi bukan berarti
semua tudingan tersebut adalah sesuatu yang benar. Desa Benteng Tellue berjarak lebih kurang 49 km dari Watampone ibukota
Kab. Bone, dan sekitar 8 km dari Taretta ibu kota Kecamatan Amali. Secara historis daerah Benteng Tellue Botto, Tabbae sebenarnya adalah
bagian dari Amali namun setelah resmi menjadi desa, daerah Benteng Tellue dan beberapa daerah lain di sekitarnya bergabung di kecamatan Ajangngale dan
beberapa daerah lain dari sulewatang setingkat Kecamatan pada zaman Belanda dan diawal kemerdekaan Amali tergabung di kecamatan Ulaweng. Setelah
Kecamatan Amali terbentuk sekitar tahun 1989 beberapa desa yang sebelumnya yang tergabung di kecamatan Ajangngale dan Ulaweng kembali dijadikan bagian
dari Amali termasuk Desa Benteng Tellue. Mayoritas penduduk Desa Benteng Tellue adalah rumpun keluarga H. PG
ayah Ali, dan ditambah sebahagian kecil keluarga Bangsawan dari dusun Curikki. Rumpun H. PG adalah rumpun bangsawan dari kerajaan Bone, yang pada
masa lalu, setiap terjadi peperangan mereka selalu menghindar untuk tidak ikut berperang. Atas sikapnya tersebut, pihak kerajaan mengutuk keturunan mereka,
dan tidak diberi hak berkuasa di seluruh daerah manapun yang menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Bone. Mereka hanya diberi hak untuk menempati suatu
255
daerah yang ditunjuk oleh kerajaan untuk penghidupan keluarganya. Hukuman yang sama dirasakan oleh kelompok bangsawan di dusun Curiki Desa Benteng
Tellue, bedanya, kelompok bangsawan dusun Curikki sangat ketat menjaga kemurnian darah kebangsawanannya, dengan tidak membiarkan keluarganya
untuk melakukan perkawinan silang dengan kelompok masyarakat biasa. Sebaliknya, keluarga H. PG melakukan peleburan sosial dengan masyarakat biasa.
Keluarga H. PG tidak tabu untuk dikawinkan dengan masyarakat biasa. Itu sebabnya, keturunan keluarga H. PG tidak berhak menggunakan simbol-simbol
kebangsawanan, seperti penggunaan kata Andi di depan nama keturunannya. Menurut data tahun 2009, penduduk Desa Benteng Tellue berjumlah 1584
jiwa dengan jumlah kepala keluarga KK mencapai 575 rumah tangga yang tersebar di tiga dusun; Tabbae 569 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 187, dusun
Botto 678 jiwa dengan 301 KK, dan dusun Curikki 377 jiwa dengan 90 KK, sementara fasilitas pendidikan yaitu Taman Kanak-Kanak 3 buah masing- masing
1 di tiap dusun, Sekolah Dasar 3 buah 1SD inpres, 1 SD negeri, dan satu Madrasah Ibtida‘yah, 1 buah SMP swasta Islam, sementara Sekolah Menengah
Umum sementara dirintis. Fasilitas pemerintahan yaitu 1 buah Kantor Desa dan
sebuah Ruang pertemuan bangunan permanen namun kedua fasilitas tersebut dihuni oleh seorang Bidan Desa dan keluarganya serta ruang pertemuan dihuni
oleh Sekdes dan keluarganya. Kantor pelayanan publik desa disiapkan oleh Kepala Desa di rumahnya. Segala urusan dan bentuk pelayanan pemerintahan
desa dilakukan di rumah Kepala Desa dengan sebuah ruangan Khusus yang dirancang menyerupai ruang Kantor.
Secara geografis letak Desa Benteng Tellue berada di daerah berbukit yang cukup subur dengan komoditas unggulan adalah kakao, jagung, dan pisang.
Kakao dipetik seminggu atau dua Minggu sekali dan dijual untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-sehari, jagung kuning sebagai tanaman berjangka
pendek ditanam dan dipanen dua kali setahun dan menjadi sumber penghasilan yang cukup besar bagi keluarga terutama oleh pemuda desa sebagai penghasilan
untuk membeli sepeda motor atau untuk digunakan biaya menikah. Sementara pisang dipanen setiap minggu dua kali. Pisang hasil pertanian warga desa
Benteng Tellue diangkut oleh beberapa mobil hingga jumlahnya ber-truk-truk tiap
256
minggunya yang disuplai ke beberapa pasar tradisional di Makassar seperti pasar Terong dan Pa‘baeng-baeng serta beberapa Pasar di Kabupaten Gowa, selebihnya,
dalam jumlah kecil, dijual di pasar sekitar Desa Benteng Tellue.
Beberapa tahun terakhir hasil panen dari tiga tanaman utama tersebut, mengalami peningkatan produktivitas. Sedangkan hasil tanaman padi hanya
digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga keluarga selama setahun. Komoditas lainnya adalah kelapa, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang
hijau. Selain komoditas-komoditas tersebut, beberapa petani juga memproduksi tembakau dan lengkuas. Khusus untuk lengkuas, hanya diproduksi oleh petani
yang berada di dusun Curikki. Pada umumnya, produksi dusun Curikki dijual di pasar-pasar; Pompanua, Tanrung dan Pasar Kampiri Kab. Wajo. Terjadi
perbedaan orientasi pasar Dusun Curikki dengan dusun TabbaE dan dusun Botto, ini kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan relasi antara
komunitas Curikki dengan pasar yang dikuasai oleh komunitas TabbaE dusun Botto. Karena perbedaan pasar dapat ditafsirkan sebagai perbedaan jaringan
sosial dan ekonomi. Sementara tanaman hasil pertania
n dari dusun Tabba‘e dan Dusun Botto biasanya diperjual-belikan di tiga pasar: di pasar utama; Taretta ibukota
Kecamatan Amali dan pasar Tanrung Kecamatan Ajangngale yang berlangsung tiap lima hari sekali, dan sebuah pasar yang letaknya di daerah
perbatasan dengan Kabupaten Soppeng, yang berlangsung tiap hari minggu dan rabu. Para penduduk menggunakan kendaraan umum sebanyak tiga buah yang
hanya beroperasi tiap hari pasar karena pada hari biasa tak ada kendaraan umum yang beroperasi secara reguler yang melewati desa.
Di tiga pasar tersebut warga membawa hasil pertaniannya untuk dijual dan hasilnya dibelanjakan kembali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama
untuk membeli sembilan bahan pokok sembako. Sementara untuk belanja barang-barang seperti; meubel, barang elektronik serta barang-barang berukuran
besar lainnya, masyarakat Tabbae pada umumnya ke Sengkang ibukota Kabupaten Wajo atau ke pasar besar Cabbengnge di daerah Kabupaten Soppeng.
Salah satu alasannya untuk tidak berbelanja di ibu kota Kabupaten Bone adalah faktor jarak yang lebih jauh dan harga yang lebih mahal.
257
Elite Klan PG
Kelompok elite di Desa Benteng Tellue didominasi oleh klan keluarga besar H. PG, dan beberapa kepala dusun, yang sebetulnya juga masih keluarga besar H.
PG, kecuali kepala dusun Curikki. Pola interaksi antara elite dengan pengikutnya serta masyarakat biasa berlangsung dalam suasana yang egaliter. Tidak ada
perilaku dan bahasa khusus yang digunakan baik oleh elite kepada massanya, atau sebaliknya, yang menunjukkan perbedaan posisi diantara mereka. Meskipun
terdapat beberapa nama panggilan khusus seperti kata; Ambe, Uwa atau Nene‘ Aji yang diperuntukkan bagi mereka yang lebih tua dan yang lebih dihormati, tetapi
panggilan itu tidak memberikan isyarat sebagai kode diferensi sosial. Interaksi antara elite juga berlangsung dalam suasana yang menunjukkan
tidak terjadinya diferensi sosial. Dalam melakukan komunikasi, mereka tidak menggunakan terminologi khusus yang bisa memberikan petunjuk bahwa diantara
mereka ada yang lebih tinggi atau lebih rendah posisi sosialnya. Interaksi sosial yang bersifat egalitarism antara para elite, antara elite dengan massa di Desa
Benteng Tellue dimungkinkan berkembang, antara lain karena diantara mereka secara genetik masih berkeluarga dekat. Faktor kedua, para elitnya tidak
membawa serta darah kebangsawanan, yang menjadi salah satu ciri utama lahirnya diferensi sosial masyarakat Sulsel.
Para elite desa di Desa Benteng Tellue selalu mengisi jabatan-jabatan struktural dan fungsional yang tersedia di desa tersebut, dengan cara penunjukan
atau musyawarah. Mulai dari guru mengaji, imam desa, kepala dusun, badan pengawas desa dan kepala desa. Mereka yang mengisi jabatan-jabatan ini,
masing-masing memiliki keahlian tertentu sesuai dengan bidang nya. Seorang elite bisa saja memiliki keahlian lebih dari satu bidang. Itu sebabnya, seorang
kepala dusun sekaligus sebagai imam desa. Atau seorang anggota badan pengawas adalah juga guru mengaji.
Puncak elite desa di Desa Benteng Tellue adalah kepala desa. Siapa yang memegang jabatan kepala desa, itu berarti ia sedang dalam posisi puncak elite
Desa. Berdasarkan tipologi penguasaan kepemimpinan desa, keluarga H. PG adalah keluarga yang paling tinggi posisi elitnya. Posisi ini dapat dilihat pada
258
jabatan kepala desa Benteng Tellue yang secara turun temurun diduduki oleh keturunan H. PG.
H. PG adalah Anre Guru Botto sebutan bagi kepala kampung yang memimpin daerah Benteng Tellue. Ia menjadi orang terakhir yang memegang
―Arajang”
161
Bottoe
162
yang dinamakan ―jikki-jikki‖.
163
Haji PG memangku jabatan kepala kampung Botto selama 40 tahun. Meskipun di akhir
masa jabatannya, seseorang yang ―diimport‖ dari luar oleh pemerintah Kabupaten Bone untuk menggantikan posisinya sebagai kepala desa.
Tapi sang pengganti petta kepala tidak bertahan lama memimpin kampung Botto. Berbagai gejolak, kericuhan dan ketidak-nyamanan dirasakan oleh
masyarakat. Pada kondisi serba kacau, masyarakat melalui pemerintah kabupten Bone akhirnya meminta kembali H. PG yang diasingkan di dataran tinggi Malino
Kabupaten Gowa, untuk memimpin kembali kampung Botto.
164
Kegagalan pemimpin yang dipasok dari ―luar‖ kampung Botto oleh pemerintah Kabupaten Bone, untuk memimpin kampung Botto, menjadi titik
awal lahirnya keyakinan masyarakat Botto, bahwa kampung mereka tidak bisa dipimpin oleh orang dari luar kampung Botto dan harus dari keturunan H. PG.
Menurut keyakinan mereka kalau bukan orang asli keturunan Botto keturunan H. PG yang memimpin kampung Botto, maka kalau bukan jabatannya yang
pendek, maka umurnya akan pendek. Mitos ini kemudian menjadi alasan kuat bagi masyarakat untuk terus memperkokoh posisi elite clan H. PG. Pada fase
ini, terjadi manipulasi makna atas siapa yang berhak atas kepemimpinan di desa ini.
161
Arajang adalah benda yang menjadi simbol kekuasaan disuatu daerah. Pada tradisi kekuasaan Bugis dan Makassar, diyakini bahwa seseorang yang memegang dan menguasai arajang, kelak
akan menjadi pemimpin suatu wilayah.
162
Botto adalah nama lama bagi desa Benteng Tellue.
163
Jikki- Jikki adalah nama benda Arajang bagi daerah kekuaasaan Botto bentuknya berupa
rambut yang dibingkai dengan kain berwarna hijau.
164
Menjelang berakhir masa jabatannya tahun ke 40, terjadi pergolakan dan kekacauan di kampung Botto. Kekacauan ini mengancam kewibawaan pemerintah Kabupaten Bone. Elite
kampung Botto, berpaling dari kekuasaan pemerintah Kabupaten Bone, mereka secara diam-diam lebih tunduk respek pada kelompok Geryliawan DIITII pimpinan Kahar Mudzakar. Pada saat
itulah H. Page digantikan posisinya oleh seseorang yang ditunjuk oleh pemerintah Kabupaten Bone sebagai Kepala Kampung, dan H. Pagi di asingkan di Malino Kabupaten Gowa; sebuah
daerah bersuhu dingin dengan ketinggian 1200 sampai 1800 meter dari permukaan laut.
259
Karena faktor usia, pada tahun 1963 H. PG mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala kampung. Jabatan kepala kampung kemudian diambil
alih oleh putra keenamnya; Muhammad IDR.
165
Ia memimpin kampung Botto selama empat tahun; 1964-1967. Pada masa kepemimpinan Muhammad IDR,,
situasi politik Sulawesi Selatan sangat tidak kondusif, kekacauan sosial dan politik berkobar dimana-mana. Perampokan, pencurian dan pembunuhan terjadi
dimana-mana, tidak terkecuali di kampung Botto. Pemicu kekacauan sosial dan politik adalah pemberontakan DIITII yang dipimpin Kahar Mudzakkar.
Masyarakat terpolarisasi, sebagian masuk hutan mendukung DIITII, yang lainnya pro Tentara Sulsel Indonesia TNI. Karena kekacauan itu pula, Muhammad IDR
ditunjuk menggantikan ayahnya memimpin kampung Botto, karena dua kakak laki-lakinya meninggalkan kampung untuk merantau ke daerah lain, sedang tiga
saudara laki-lakinya yang lain; Hattabe, JBR, ALM, berpihak ke DIITII, mereka bergerilya di hutan.
Muh. IDR adalah pribadi yang tenang, dan cenderung pendiam. Bahkan terlalu tenang dan lamban untuk situasi sosial politik yang penuh dengan intrik
dan kekacauan. Masyarakat kampung Botto tidak puas dengan kepemimpinan Muhammad IDR. Situasi kampung Botto tidak bisa dikendalikan oleh Muhammad
IDR, masyarakatnya berada di bawah bayang-bayang antara kekuasaan Tentara Sulsel Indonesia yang melakukan Operasi militer dan Kelompok Tentara
Gerilyawan DI TII. Pada masa sulit itu, sikap serba salah sering dialami oleh Muh. IDR dan warga desa yang harus melayani keinginan kedua pihak; TNI dan
DIITII, itu yang membuat warga tak pernah merasa tenang melakukan berbagai aktifitasnya. Mendengar kabar buruk tentang warga kampung Botto, saudara
Muhammad IDR yang lain yang bergabung dengan DIITII turun gunung kembali ke kampung Botto, tujuannya memperbaiki keadaan sosial politik
kampung Botto yang kacau balau. Bersamaan dengan kembalinya saudara-saudara Muhammad IDR, pada akhir tahun 1967, kampung Botto berubah status menjadi
Desa Benteng Tellue. Karena perubahan status, maka sejumlah regulasi yang berkaitan dengan proses penentuan pemimpin di kampung Botto juga berubah.
165
Muhammad Idrus adalah putra keenam dari putra putrid H. Page dari 10 bersaudara. Atau putra ketiga dari enam saudara laki-lakinya.
260
Pemimpin tidak lagi ditunjuk langsung oleh kalangan elite kampung, tapi untuk pertama kalinya dilakukan pemilihan langsung kepala desa.
Pemilihan kepala desa Benteng Tellue pertama diikuti oleh empat calon; Muhammad IDR PG, ALM PG
, Kammi‘ dan A. SMG seorang bangsawan dari dusun Laponrong. Pertarungan saat itu sesungguhnya hanya terjadi antara ALM
PG dengan bangsawan tersebut karena bagi keluarga PG dan Kammi‘ hanya
dijadikan sebagai calon bayangan untuk menggerus suara A. SMG. Keluarga H. PG menyatu untuk memenangkan ALM PG, meskipun saudaranya Muhammad
IDR juga ikut berkompetisi. ALM PG dibutuhkan oleh masyarakat Benteng Tellue. Dalam kondisi sosial politik yang tidak menentu, dibutuhkan
kepemimpinan yang progresif, berani, bisa menstabilkan keamanan desa dan mau ambil resiko. Karakter itu ada pada ALM PG. Dengan pertimbangan itu semua,
keluarga PG harus bekerja keras mengalahkan A. SMG. Kemenangan ALM PG sangat diperlukan oleh klan PG untuk memperkokoh dominasi kekuasaan warisan
keluarga PG. Alasan spekulatif lain, karena A. SMG bukan keturunan asli kampung Botto‘ atau Tabbae. Dengan berbagai strategi, antara lain keluarga PG
mengembangkan issue politik sectarian, berhasil mengantar ALM PG sebagai
Kepala Desa Benteng Tellue.
Fenomena ALM PG
ALM PG memulai karirnya sebagai kepala desa Benteng Tellue pada 1968. Untuk pertama kalinya Desa Benteng Tellue memiliki pemimpin yang dipilih
langsung oleh rakyat. Sebagai mantan gerilyawan DIITII yang tergabung dalam Pasukan Khusus; MOMOC Mobile Moment Comando, yang dibawahi langsung
oleh Kahar Muzakkar, ALM PG memiliki pengalaman lapangan dan instink politik yang mumpuni. Oleh masyarakat Benteng Tellue, ALM dikenal sebagai
orang yang pelit bicara, tetapi memiliki nyali yang luar biasa. Ia seperti memiliki indra keenam untuk memahami keinginan dan inspirasi warganya. Dengan
intuisinya ia mengambil langkah pertama dalam kepemimpinannya adalah menciptakan dan menstabilkan keamanan desa. Ia ingin menjadikan Desa Benteng
Tellue sebagai tempat yang paling aman bagi rakyatnya, dan siapa saja yang membutuhkan perlindungan. Untuk mewujudkan impiannya, ia mengidentifikasi
261
penyebab ketidaknyamanan desanya. Hasil temuannya menemukan dua sumber ketidaknyamanan Desa Benteng Tellue. Pertama, secara internal terdapat jagoan
desa yang selalu berkompetisi merebut panggung kekuasaan lokal. Kedua, secara eksternal, ada gangguan DIITII dan Operasi TNI terhadap geriliawan DIITII.
Kedua-duanya memiliki kontribusi yang sama menciptakan ketidaknyamanan warga desanya. Untuk menghadapi dua masalah ini, ALM PG memulai dengan
membereskan masalah internal. Dengan selesainya masalah internal, ia berasumsi akan tercipta soliditas dan kebersamaan warga desa untuk bersama-sama
menghadapi gangguan eksternal. Ia mengawali
agenda kerjanya dengan menantang ―duel‖ jagoan desa yang kerap memamerkan keahliannya melumpuhkan lawan-lawannya. Si jagoan desa yang
ditantang ―duel‖ menerima tawaran ALM PG. Adu fisik dan nyali itu berakhir dengan kemenangan pada pihak ALM PG. Kemenangan yang menghebohkan itu
menyebar ke seluruh jawara sosial. Nama ALM PG sebagai pendatang baru tiba-tiba berkibar dalam dunia jawara sosial. Para to lampa
166
dari berbagai desa di sekitar Desa Benteng Tellue, dan desa-desa dari kabupaten lain, seperti dari Kabupaten
Soppeng dan Wajo mulai melemparkan lamaran untuk menantang sang jawara muda
167
. Untuk memastikan diri sebagai jawara sosial yang tangguh, ALM PG tidak
mungkin menolak tawaran-tawaran yang datang dari berbagai kalangan to lampa, baik itu yang datang dari dalam kalangan internal Desa Benteng Tellue maupun
dari luar desa. Satu demi satu tawaran itu dilayaninya, dan satu demi satu pula para jagoan yang menantangnya mengakui kehebatan ALM PG. Dengan
kemenangan-kemenangannya itu, tersiar issue bahwa telah lahir seorang pemimpin yang bisa mengayomi pengikutnya, pemimpin yang bisa memberikan
rasa aman dan kesejahteraan bagi siapa saja yang mau mengikutinya. Dalam dirinya telah diwariskan sejumlah kesaktian dan kedigjayaan dari leluhurnya.
166
Menurut kaidah bahasa Bugis, To Lampa: orang yang bebas berkeliaran, namun sebagai bahasa sosial
To lampa’ adalah istilah halus untuk menyebut seseorang yang nakal, pencuri, penjahat atau
perampok ternak dan benda berharga lainnya
167
Usia ali pada saat terpilih pertamakali menjadi kepala desa Benteng Tellue adalah sekitar 23
tahun.
262
Bahkan ia dituding memiliki sejumlah ilmu dan zimat yang membantu memenangkan dirinya pada setiap pertarungan
168
. Sifat kepemimpinan ALM PG mulai nampak justru setelah ia mengalahkan
banyak jagoan yang menantangnya. Semua jagoan yang pernah menantangnya, dan kemudian bertekuk lutut di hadapannya, ia tidak posisikan sebagai lawan,
sebaliknya ia rangkul dan dijadikan sebagai teman untuk membantu mencapai tujuan politiknya. Pada fase ini ALM PG mulai menerapkan prinsip hibridisasi
politik . Dalam membangun model politiknya. ALM PG menganut prinsip tidak
ada musuh dan lawan yang abadi , yang abadi adalah tujuan.
169
Setelah mengalahkan para jagoan desa yang menantangnya, posisi ALM PG semakin dominan. Penantang-penantangnya ia rekrut kembali untuk
membantunya menjalankan pembangunan desa. Para seterunya yang kalah bertarung dengan ALM PG dijadikan sebagai tenaga pengamanan desa Hansip.
Merekrut lawan menjadi kawan cukup berhasil membantu menjalankan berbagai kebijakan pembangunan desa. Peranan Hansip sangat vital pada saat
kepemimpinan ALM PG. Dengan menguatnya peranan Hansip, maka tidak ada lagi kekacauan yang bersumber dari dalam desa, karena anggota Hansip adalah
mantan ―preman‖ desa yang sebelumnya menjadi sumber kericuhan sosial. Sedangkan untuk menghadapi kekacauan yang bersumber dari eksternal, kekuatan
Hansip disatukan dengan kekuatan masyarakat untuk menghadapinya. Siapapun yang melakukan pelanggaran aturan, Hansip memiliki kewenangan yang besar
untuk menindakinya. Jumlah anggota Hansip sebanyak 12 orang, yang direkrut dari bekas-bekas jagoan desa dan orang-orang yang disegani di tiap-tiap dusun.
Ketenaran Desa Benteng Tellue sebagai desa yang aman dan sejahtera di bawah kepemimpinan ALM PG tercium hingga ke desa dan kabupaten tetangga. Para to
lampa yang beroperasi di wilayah segi tiga Bosowa Bone-Soppeng-Wajo, mulai
menemukan tempat yang aman untuk berlindung jika mereka dikejar pihak keamanan, mereka juga menemukan tempat yang tepat untuk bermain judi. Kebiasaan masyarakat,
168
Kecurigaan dan tudingan-tudingan itu dapat difahami mengingat ali adalah sosok yang
berperawakan kecil, tidak memiliki pengalaman bertarung berkelahi sebelum terpilih menjadi kepala desa Benteng Tellue, kecuali sebagai anggota Pasukan Khusus MOMOC DIITII yang
langsung dikontrol oleh Kahar Mudzakkar.
169
Suasana politik di Sulawesi Selatan memperlihatkan jumlah sangat sedikit yang menerapkan hybridasasi politics.
Pilihan ini berkaitan dengan karakter sosial dan budaya orang Bugis dan Makassar yang sangat fulgar menentukan pilihan hidup yang bersifat hitam-putih.
263
terutama kaum to lampa bermain judi sabung ayam di beberapa tempat di perbatasan Bone, Soppeng, Wajo pada tahun- tahun pasca perang gerilya rupanya perlahan
dijadikan kebiasaan oleh ALM PG di kemudian hari. Lama kelamaan kebiasaannya itu menjadikan Desa Benteng Tellue sebagai tempat yang paling aman bagi pelaku
perjudian sabung ayam di Sulsel. Para penjudi merasa nyaman main di Desa Benteng Tellue. ALM PG dan orang-orangnya mulai kesempatan berkumpulnya para penjudi
di desanya sebagai peluang ekonomi. Perkembangan perjudian, terutama sabung ayam, terus mengalami eskalasi
yang bertambah besar. Jumlah pelaku perjudian juga bertambah banyak, dengan sendirinya omset perjudian semakin meningkat. Para penjudi datang dari berbagai
kabupaten lain, mulai dari Selatan Sulawesi Selatan yaitu Bulukumba sampai daerah Toraja di daerah utara Sulsel. Diperkirakan ratusan, bahkan ribuan penjudi
yang datang bermain judi di Desa Benteng Tellue pada awal tahun 1980. Para penjudi biasanya menghabiskan waktu sekitar seminggu sekali datang bertarung.
Jenis perjudian yang paling digemari adalah sabung ayam di siang hari dan permainan dadu pada malam hari.
Dengan meningkatnya omset perjudian di Desa Benteng Tellue, ALM PG secara pribadi mulai meraup keuntungan ganda; meningkatnya aliran setoran dari
para pemain judi, dan secara sosial, nama ALM PG di dunia to lampa semakin disegani. Ia menjadi patron bagi kaum to lampa. Orang-orang dekat ALM
PGjuga semakin percaya diri dan meningkat kesejahteraan ekonominya, demikian juga warga Desa Benteng Tellue, mereka memperoleh keuntungan ekonomi yang
besar dari semakin suburnya lumbung judi di desanya. Melalui pelayanan dan menyiapkan kebutuhan sehari-hari penjudi, sebagian besar masyarakat
memperoleh keuntungan pada sektor ini.
ALM PG tidak saja menguasai dunia to lampa, dan menjadikan sebagian besar to lampa sebagai client-nya, tetapi secara vertikal, ALM PG juga mulai
membangun hubungan baik dengan elite-elite kabupaten di Watampone ibukota Kabupaten Bone dan di kecamatan-Ke
camatan terdekat. Pihak ―keamanan‖; selalu mendapat ―kiriman‖ dan ―upeti‖ dari ALM PG. Relasi semacam ini
membuat ―usaha‖ perjudian di Benteng Tellue bisa lebih langgeng. Kalaupun terjadi penggerebekan dari pihak keamanan, selalu didahului koordinasi antara
ALM PG dan pihak keamanan. Penggerebekan biasanya terjadi untuk
264
meningkatkan jumlah ―upeti‖ yang harus disetor kepada pihak keamanan melalui ALM PG. Kedua, melalui penggerebekan, ALM PG ingin menguji kesetiaan dan
loyalitas para to lampa yang menjadi clientnya.
Perjudian tidak pernah berdiri sendiri, itu sebabnya Desa Benteng Tellue Tabbae juga dijadikan sebagai tempat pelarian dan persembunyian hasil ternak
curian bagi para pelaku kejahatan terutama dari tiga kabupaten Bone, Soppeng, Wajo. Orang-orang yang melarikan diri ke Desa Benteng Tellue dengan membawa
hasil kejahatannya selalu mendapat perlindungan ALM. Dengan posisinya seperti ini ALM PG semakin kuat dipersepsikan sebagai punggawa atau pimpinan to
lampa .
170
. Kepemimpinan dengan menggunakan politik hibridisasi, menjadikan faktor keamanan dan kenyamanan sebagai sumbu kekuasaan, mempertahankan
kekuasaan dengan memperluas jaringan –mafia model—menjadikan diri dan
tempat kekuasaannya sebagai simbol kekuatan dan kenyamanan .
Mendengar dan melihat tingkah ALM membuat para elite di Kabupaten Bone mulai memikirkan cara untuk menjinakkannya. Antara tahun 1983 dan 1984,
pemerintah Kabupaten Bone memberikan sanjungan kepada kepemimpinan ALM, dengan memilih Desa Benteng Tellue sebagai desa yang mewakili Kabupaten Bone
untuk mengikuti perlombaan desa tingkat provinsi. Penunjukan ini mau tidak mau memaksa ALM untuk mempersiapkan desanya sesuai kriteria yang sudah ditentukan
oleh pemerintah provinsi dan kabupaten. Sejumlah kriteria penting adalah, desa harus; aman, damai, tidak terjadi pencurian, perampokan, penadahan dan perjudian di desa.
170
Pada saat penulis melakukan wawancara dengan sejumlah tokoh masyarakat dan keluarga besar
ali
Page, mereka secara tersirat menolak identitas Desa Benteng Tellue Tabbae yang dikenal sebagai desanya para penjahat. Menurut argumentasi mereka, yang membuat desanya terkenal
sebagai desa penjahat adalah karena banyaknya orang luar yang selalu datang berlindung dan mengatasnamakan atau mengaku sebagai orang Tabbae ketika melakukan kejahatan didaerah lain,
dan atau mengaku orang Tabbae ketika tertangkap oleh pihak berwajib walau mungkin hanya pernah tinggal sesaat atau menikah dengan orang Tabbae. Mereka mengidentifikasi dirinya bekerja
sebagai petani dan dan memiliki tradisi religiusitas yang dalam. Berikut petikan pernyataan H. Abd. Jabar Page saudara ali Page.
―silsilah kami adalah orang yang sangat menghargai adat, kakek buyut kami adalah seorang
―Pa‘bbicara‖ juru bicara dan pemuka adat kerajaan. Mereka rela meninggalkan kerajaan Baringen di Soppeng karena tidak setuju dengan perilaku raja dan datu
Baringen yang banyak melanggar adat. Keluarga kami juga rela mengikuti perang gerilya bersama DIITII untuk meneggakkan syariat Islam. Buktinya,sudah sejak lama sekitar tahun 1950-an
sudah banyak anak muda disini yang diseko lahkan orang tuanya dan menjadi lulusan Assa‘diyah
pesantren dikota sengkang,Wajo.
265
Pemerintah Kabupaten Bone berhasil menghentikan perkembangan perjudian, pencurian dan perampokan yang marak terjadi di Desa Benteng Tellue.
ALM dan warganya konsentrasi pada upaya mereka membangun infrastruktur desa. Tata ruang desa dirombak, pemukiman masyarakat diatur kembali, jalanan,
jembatan, dan fasilitas umum dibangun. ALM seperti dibius oleh keinginan kuatnya menjadikan desanya sebagai desa terbaik di Sulawesi Selatan. Perubahan
besar mewarnai kehidupan masyarakat Desa Benteng Tellue. Semangat kebersamaan dan gotong-royong meningkat pesat. Desa yang semula semrawut,
menjadi bersih, tertata rapi, dan tidak terjadi kejahatan. Dengan karakter kepemimpinannya yang tegas, keras dan tidak mengenal kompromi, membuat
Desa Benteng Tellue berubah drastis, seperti disulap, hasilnya, Desa Benteng Tellue meraih juara satu lomba desa tingkat provinsi Sulsel tahun 1984. Nama
ALM PG tidak saja berkibar pada kalangan to lampa, tapi juga mendapat pujian dari pemerintah Kabupaten dan provinsi. Masyarakat menganggap ALM PG
sebagai pemimpin yang keras, ditakuti dan otoriter, tapi dermawan dan murah hati. Ia berhasil mengubah karakter masyarakatnya yang sulit diatur menjadi
masyarakat yang taat pada kesepakatan dan aturan. Itu sebabnya masyarakat Desa Benteng Tellue cenderung menilai ALM sebagai pejuang.
Elite Kabupaten Bone nampaknya tidak sepenuhnya berhasil ―membujuk‖
Ambe Ali ALM PG untuk menjauhkan Desa Benteng Tellue dari aktivitas perjudian, pencurian dan perampokan. Hanya berselang beberapa waktu seusai
dinobatkan sebagai desa terbaik se-Sulsel, Desa Benteng Tellue kembali didatangi oleh para to lampa, para client Ambeali. Rentetan pencurian, perampokan dan
perjudian berulang kembali, bahkan lebih besar dan lebih jauh wilayah operasinya.
Pihak kepolisian dan elite-elite kabupaten mulai resah dengan kelakuan Ambe Ali. Pada tahun 1986, Ambeali dinyatakan sebagai buronan pihak
keamanan. Operasi bersama tiga Polres Bosowa mengobok-obok Desa Benteng Tellue. ALM PG akhirnya melarikan diri ke Kalimantan dan Malaysia.
Kepemimpinannya diambil alih oleh adiknya; H. Abd. JBR. Meskipun ALM PG telah meninggalkan Desa Benteng Tellue, jejaringnya masih tetap eksis, tetap
aktif melakukan pencurian dan kejahatan lainnya. Pada tahun 1990, pemerintah Kabupaten Bone mengadakan pemilihan kepala desa Benteng Tellue, yang
dimenangkan oleh H. JBR. H. JBR yang terpilih melalui pemilihan melawan kotak kosong karena tak ada warga lain yang berani memangku jabatan tersebut.
Langkah sesungguhnya bagian dari pelunakan kekuasaan elite desa mulai
266
dilakukan secara terbuka oleh Orde Baru, dengan menuduh penguasa lokal desa yang masih kuat dengan berbagai tuduhan, seperti subversif.
Kepemimpinan Desa Benteng Tellue selanjutnya beralih ke Haji Jabbar PG, adik kandung dari ALM PG, H. JBR lahir pada 1939. Ia adalah mantan gerilyawan DIITII
dengan jabatan terakhir sebagai KDT DITII setingkat camat di masa sekarang Sosok H. JBR menurut warga lebih dikenal sebagai pemimpin dengan pribadi yang pendiam
dan sabar. Memiliki kemampuan mistis dan qaromah
171
H. JBR memang lebih dikenal sebagai orang yang banyak menguasai ilmu agama, ketimbang seorang pemimpin desa. Ia sempat menjadi Imam Desa di masa
pemerintahan ALM PG, menjadi penceramah tetap di desa maupun di desa sekitarnya. Ilmu agama ia peroleh di mesjid Lama Bone selama 6 tahun,
pesantren Assa‘diyah Sengkang Wajo, belajar sambil mengajar di cabang pesantren Assa‘diyah di Kampiri Wajo. Pelajaran agamanya kemudian berlanjut
setelah ditangkap menjadi anggota Gerilyawan DIITII, dan disekolahkan oleh DIITII pada Akademi Muballiq yang didirikan oleh DIITII di sekitar daerah
Sanrego Bone, selama 8 bulan dididik oleh beberapa muballiq yang juga menjadi menteri-menteri pemerintahan Negara Islam DITII. Setelah itu ia mengikuti
Latihan Kader Organisasi DIITII.
Masa kepemimpinan H. JBR lebih konsentrasi pada pembangunan sektor pertanian. Mula-mula ia fokus pada tanaman tembakau, kemudian beralih ke kakao.
Dua komoditas ini, menjadi andalan masyarakat Benteng Tellue di masa kepemimpinan H. JBR. Bersamaan dengan pembangunan sektor pertanian, masyarakat
juga banyak memelihara dan mengembangkan hewan ternak; sapi, kerbau dan kuda.
H. JBR mengakhiri masa jabatannya pada tahun 1999 dan enggan dipilih kembali menjadi kepala desa. Selain alasan umur, ia merasa kepemimpinannya
171
Menurut Pak Sanre mantan sekdes desa Benteng Tellue periode kepemimpinan H. Jabare H. Jabbare memiliki kemampuan qoramah yang luar biasa. Semasa H. Jabbare menjadi anggota
Gerilyawan DIITII. Ia seringkali dikejar dan ditembak oleh TNI. Akan tetapi setiap kali dikepung dipondokannya oleh sejumlah anggota TNI, ia selalu berhasil meloloskan diri. Mata anggota TNI
seperti tertutup, tidak mampu melihat H. Jabbare yang mereka kepung. Peluru anggota TNI yang
diarahkan ketubuh H. Jabbare juga tidak bisa menembus kulitnya. ―Ada dua Qaromah H. Jabbare; tidak mampu dilihat oleh musuhnya, dan tidak bisa ditembus peluru.‖ Ketika hal ini dikonfirmasi
oleh penulis kepada H. Jabbare, beliau tidak mengakui memiliki kemampuan seprti yang di ceritakan Sanre. ―Saya tidak pernah mempelajari ilmu seperti itu,‖ kata H. Jabbare. Penjelasan
Abd. Madjid adik H. Jabbare tentang hal ini; kemampuan seperti itu memang tak pernah diajarkan oleh orang tua kami secara langgsung namun dilakukan secara tak langsung lewat ritual
khusus pada saat kami baru lahir, salah satunya kemampuan tak terluka apabila terjatuh dari ketinggian ketika memanjat pohon, dan mungkin lewat ritual itu kemampuan nenek moyang kami
diwariskan.
267
tidak bisa independen. Kakaknya, ALM PG yang dinyatakan sebagai daftar pencarian orang DPO, masih ikut campur dalam urusan pemerintahan dan masih
mengontrol kegiatan perjudian dan pencurian melalui jejaringnya. Meskipun ALM PG tidak tinggal di Desa Benteng Tellue, tetapi jejaringnya masih
menjadikan Desa Benteng Tellue sebagai daerah persembunyian dan perlindungan penjahat, saat pihak keamanan mengejar mereka. Ia seringkali berurusan dengan
aparat keamanan bahkan beberapa kali menjadi tahanan dan penjamin saudaranya.
Posisi kepala desa Benteng Tellue selanjutnya digantikan oleh saudaranya yang bungsu, H. Abd MJD, setelah melalui pemilihan lawan kotak kosong.
Sedangkan H. JBR diminta untuk tetap mendampingi adiknya untuk memimpin desa dengan dipilih sebagai ketua BPD Badan Permusyawaratan Desa sampai
penelitian ini berlangsung, November 2009.
H. Abd. MJD adalah putra bungsu H. PG. Ia lebih suka menjadi pedagang tembakau dan mengolah lahan pertaniannya, ketimbang menjadi kepala desa. Tapi
permintaan masyarakat, mengharuskan ia meninggalkan pekerjaannya sebagai pedagang tembakau dan petani kakao. Ia lebih banyak menghabiskan masa
kecilnya di Makassar, pernah mengecam pendidikan tinggi, meskipun tidak berhasil meraih gelar sarjana. Ia tidak pernah merasakan kehidupan bergerilya
bersama DIITII, seperti saudaranya yang lain.
Meskipun ALM PG sudah lama meninggalkan Desa Benteng Tellue, dan sudah meletakkan jabatan kepala desa sejak 1986, tetapi kecurigaan masyarakat luar
terhadap Desa Benteng Tellue malah semakin meningkat. Setiap ada kejahatan pencurian dan perampokan, terutama pencurian ternak, pasti yang dicurigai sebagai
pelakunya adalah jaringan Tabbae yang dikomandoi oleh Ambe Ali. Teror pihak keamanan dan masyarakat yang selalu kehilangan ternak semakin kuat. H. Abd.
MJD sebagai kepala desa yang baru terpilih ikut disibukkan oleh berbagai tuduhan itu. Puncaknya pada Mei 2000, massa masyarakat yang menamakan diri Forum
Bersama Gerakan Anti Kejahatan Forbes Gerak yang datang dari tiga Kabupaten; Bone, Soppeng, Wajo, mengepung Desa Benteng Tellue. Alasan Forbes Gerak
sangat sederhana, Desa Benteng Tellue dianggap sebagai sarang penjahat dan pencuri ternak. Tapi sasaran utama penyerangan massal itu sesungguhnya adalah keluarga
besar H. PG, terutama Ambeali. Forbes Gerak telah mengeksekusi banyak penjahat di berbagai daerah di Sulsel tanpa melalui proses hukum.
Penyerangan terbesar yang pernah dilakukan Forbes Gerak adalah penyerangan terhadap Desa Benteng Tellue, Forbes memboyong lebih dari lima
268
ribu orang dari berbagai daerah. Jumlah ini jauh melebihi jumlah total penduduk Desa Benteng Tellue yang hanya berkisar 1500-an jiwa. Serangan Forbes Gerak
disambut oleh penduduk desa yang dipimpin langsung oleh keluarga besar H. PG, yang terdiri dari H. ALM, H. JBR, dan H. Abd MJD beserta anak-anak dan
keturunan mereka. Keluarga besar H. PG mempertahankan desanya dengan kekuatan sekitar 300 personil. Menyambut penyerangan Forbes Gerak, ALM PG
membentuk formasi U di mulut jalan masuk desa untuk menghadang serangan Forbes. Dengan kekuatan 300 orang, ALM PG mampu memukul mundur
serangan Forbes Gerak, sebelum berhasil memasuki Desa Benteng Tellue. Penyerangan itu berakhir dengan terbunuhnya belasan orang dari pihak Forbes
Gerak, dan tanpa korban dari kelompok Desa Benteng Tellue
172
. Motif penyerangan Forbes Gerak rupanya bukan saja dipicu oleh
kejengkelan masyarakat di beberapa kabupaten yang selalu kehilangan ternak dan harta benda lainnya, tetapi juga didorong oleh dendam elite di tingkat kabupaten.
Salah seorang tokoh penting Forbes Gerak H. Andi Sumange Alam kalah pamor dibandingkan dengan ALM PG. Pada 1996, ALM PG dan Andi Sumange Alam
terlibat pertikaian karena masing-masing pihak ikut membantu yang berseteru memperebutkan ratusan hektar tambak di kecamatan Cenrana Kabupaten Bone.
Perkara merebut ratusan tambak itu dimenangkan oleh pihak yang didukung oleh ALM PG. Rupanya kekalahan di arena perebutan tambak itu dijadikan sebagai
pemicu tambahan untuk menyerang ALM PG di Desa Benteng Tellue. Serangan
172
Kemenangan mempertahankan desa Benteng Tellue yang dipimpin ali dari serangan Forbes Gerak, tidaklah datang begitu saja. ali bersama keluarga dan rakyatnya telah mempersiapkan diri
selama tiga bulan sebelum penyerangan berlangsung. Sejak adanya informasi rencana penyerangan dari Forbes Gerak, masyarakat desa Benteng Tellue bersatu padu menyiapkan semua kebutuhan
untuk mempertahankan diri. Spirit masyarakat mempertahankan diri semakin kuat tatkala orang- orang Forbes mengancam akan melakukan pembakaran pemukiman warga . Menurut pengakuan
H. Jabbare, masyarakat sudah mempersiapkan diri untuk mati demi mempertahankan harga diri dan harta bendanya, sementara itu orang-orang Forbes datang dengan penuh keraguan, mereka
ibaratnya hanya melakukan perjalanan wisata kematian. Persiapan yang dilakukan oleh ali sekeluarga, dengan melibatkan peran warga desa. Semua warga mengasah dan membuat senjata
tajam seperti; pParang, keris, tombak, dll, serta membuat berbagai senjata rakitan jenis peluru tunggal serupa pistol dengan peluru tunggal yang sama dipakai oleh pistol buatan pabrik ataupun
Papporo, senjata khas menyerupai meriam kecil. biasanya dibuat dari sobreker sepeda motor atau pipa besi baja dan di sulut dengan pemantik korek api dalam jumlah banyak serta pelurunya
berupa puluhan potongan besi-besi kecil atau kelereng. Berbagai keterampilan membuat senjata tersebut diajarkan oleh seorang warga desa keturunan Philipina yang menikah di Malaysia dengan
seorang perempuan dari Desa Benteng Tellue dan sampai saat penelitian ini berlangsung, orang Philipina tersebut menetap di desa Benteng Tellue. Semangat rela berkorban bahkan rela mati dari
warga, menurut H. Abd. Madjid, seakan-akan didorong oleh semangat mistik, dimana darah ksatria nenek moyang orang Ta
bba‘e mengalir pada tiap orang yang ikut bertempur mempertahankan harga dirinya, tanpa rasa takut sedikitpun. walaupun kekuatan tidak berimbang.
269
besar yang berakhir dengan kekalahan pada pihak Forbes Gerak, justru memperkokoh posisi keluarga besar ALM PG sebagai satu-satunya figur terkuat
di dunia to lampa.
Ketokohan ALM PG semakin memuncak, bersamaan dengan terjadinya perubahan sistem politik di Indonesia , dari Orde Baru ke Orde Sekularisme.
ALM PG sudah mulai dilirik oleh elite-elite politik mulai dari daerah Bosowa, dan Luwu Raya di Sulsel, Kendari, Kolaka, dan Bombana di Sulawesi Tenggara,
Luwuk Banggai, Morowali dan Poso di Sulawesi Tengah, bahkan sampai di Kalimantan. Untuk bisa terpilih dengan mudah, kandidat-kandidat kepala desa di
sekitar Bosowa, Luwu Raya, Kolaka, Morowali dan Poso biasanya meminta dukungan politik dari Ambeali. Orang-orang yang mendapat dukungan dari Ambe
ALM PG biasanya selalu memenangkan pemilihan kepala desa.
Selain tetap mempertahankan posisinya sebagai ―juragan‖ dan patron to lampa ia semakin larut dengan urusan politik praktis. Setelah menjadi penentu pemilihan kepala
desa, posisinya meningkat menjadi penentu get voters pemilihan langsung Bupati dan Gubernur. Bupati Bone, Soppeng, Wajo, Luwu di Sulsel, Kolaka, Kolaka Utara,
Bombana di Sultra, Luwuk Banggai dan Marowali di Sulteng, pada masa pemilihan langsung periode pertama melibatkan banyak peranan Ambe Ali. Demikian juga
pemilihan langsung gubernur Sulawesi Tenggara, Ambe Ali dikabarkan menjadi tokoh kunci untuk memenangkan kandidat Gubernur.
Perjalanan Ambe Ali, dari dunia to lampa ke panggung politik, setidaknya telah mewarnai peta politik di kawasan Sulawesi, khususnya Kabupaten Bone dan
sekitarnya. Sebelum ia di tembak mati oleh orang yang tidak dikenal di Bungku Sulawesi Tengah pada malam pergantian tahun baru 2009 lima hari setelah
peneliti melakukan wawancara di dusun Tabbae, Ambeali telah berhasil mengubah peta elite di Kabupaten Bone. Ia sukses menerobos tembok feud
alissme yang dijaga ketat oleh kalangan bangsawan. Terobosan itu menjadi pintu masukny
a kalangan ―biasa‖ untuk bersanding di panggung elite. Hasil kerja keras Ambe Ali, telah mengantar anak, kemenakan, menantu, dan cucunya
173
ke
173
Klan
Page,
sebagian besar keturunannya telah memasuki gelanggang kekuasaan di Kabupaten Bone dan daerrah sekitarnya. Berikut keturunan mereka;
H. Page, meninggal pada usia di atas 100 tahun pada 1998, dua kali menikah, pernikahan pertama didaerah Pattiro kec.dua boccoe bone dengan 2 anak yang semuanya telah meninggal dunia,
kembali meni kah dengan perempuan yang juga keluarganya di Bottoe‘ Tabba‘e setelah istri
pertama meninggal dunia, perkawinan kedua dikaruniai 10 orang , 6 laki2 dan 4 perempuan. Yaitu: 1.
Alm. Hj. Mena‘, Tak punya keturunan.
270
ruang kekuasaan di Kabupaten Bone dan di provinsi Sulsel. Sesuatu yang tidak pernah terjadi pada fase-fase sebelumnya.
2. Alm. Haji Samade; 3 orang anak, 2 telah meninggal, satu masih hidup H.karim tinggal di Pattimang kec.dua boccoe, Bone sebagai Pengusaha.
3. ali . Haniah Bobe;8 orang anak, kepala desa laponrong, mantan kepala sekolah MIS Tabba‘e,
Dosen, Guru. 4. H.Hattabe kepala desa Timurung:2 kali menikah, 5 orang anak. profesi anaknya:Wakil
Bupati Kolaka utara saat ini, PNS dmakassar dan di kolaka serta satu Cucu saat ini menjadi anggota DPRD Provinsi Sulsel.
5. Nakki : 6 orang anak, Istri kepala desa Ajallaleng Sekarang kec. Ajangngale, kab. Bone, kepala desa Kampiri Wajo, Guru, sisanya Petani.
6. Alm. Muh Idrus Rusi mantan kepala kampong dan kepala desa Benteng tellue 19641967, 6 orang anak, Sekdes benteng Tellue sekarang sekaligus penyalur pengusaha pupuk dibeberapa
desa dikec.amali, Guru, dan yang lainnya Merantau dan menjadi pengusaha diluar daerah.
7. H. ali PageMantan kepala desa Benteng Tellue 1967 1990, 13 kali menikah, +- 13 orang
anak, 2 menjadi anggota DPRD Kab.bone. 2 kepala desa, 1 istri anggota DPRD Kab.Bone. Lainnya adalah Pengusaha dan ada yang masih bersekolah.
8. H. Jabbare Mantan kepala desa benteng Tellue 1990 1999, 2 kali menikah, masing- masing 2 anak dari istri pertama yang meninggal dan 2 dari istri kedua; 2 istri pengusaha, 1 kepala
puskesmas dan 1 kepala sekolah 9. Alm Juheriah: 4 anak,Kepala Desa Tassipi Berbatasan dengan Desa Benteng Tellue , 1
kepala sekolah, dan Karyawan perusahaan Swasta 10. H.Abd Majid : 3orang anak, 1 anggota DPRD Kab. Soppeng, 1 pengusaha dan 1 mahasiswa
UIN makassar.
271
7 PERANAN SIMBOL, KUASA, UANG, DAN HIBRIDISASI DALAM PEMBENTUKAN ELITE BUGIS DAN MAKASSAR
Pembahasan pada bab ini ditujukan pada bagaimana melihat kemampuan elite etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa memanfaatkan berbagai elemen
pengetahuan; simbol, kuasa dan uang untuk mempertahankan dan atau mereproduksi dirinya untuk tetap berada atau memasuki posisi kekuasaan elite.
Peranan simbol, kuasa, dan uang pada setiap fase pembentukan elite di dalam etnis Bugis Bone dan etnis Makassar Gowa berlangsung secara fluktuatif.
Pada fase tertentu, elite terbentuk sekaligus oleh simbol, kuasa dan uang. Akan tetapi pada masa yang lain, mungkin hanya satu atau dua dari tiga faktor yang
tersebut di atas. Pada bagian ini, pembahasan diarahkan untuk mengetahui peranan simbol, kuasa dan uang dalam pembentukan elite etnis Bugis dan
Makassar pada fase-fase; tradisional, feudalisme, Islam dan Moderenisme, dan antara tahun 1905 hingga 2010.
Pada setiap fase proses pembentukan elite etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa memiliki kekhasannya tersendiri. Dalam satu fase bisa jadi
menggunakan semua faktor yang ada; simbol, kuasa dan uang. Namun pada fase yang lain, hanya ada satu atau dua dari faktor tersebut yang bekerja.
Faktor-faktor tersebut bisa bekerja penuh pada fase yang sama untuk etnis Bugis, akan tetapi belum tentu dapat bekerja dengan jumlah yang sama pada
etnis Makassar, demikian sebalikknya.
7.1 Simbol Budaya