1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km
2
. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia.
Potensi lestari sumberdaya ikan pada terumbu karang di perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 80.802 tonkm
2
tahun Ditjen Perikanan, 1991 diacu oleh Dahuri et al. 1996.
Ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, salah satu diantaranya adalah ikan karang. Ikan karang telah dimanfaatkan masyarakat
nelayan melalui penangkapan. Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan di antaranya pancing, bubu, jaring insang, panah dan sebagainya. Namun ada
pula karena ingin mendapatkan hasil tangkapan yang cepat dan banyak, biasanya penangkapan dilakukan dengan menggunakan bom dan racun.
Dampak dari kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan manusia lainnya, mengakibatkan saat ini banyak terumbu karang di perairan Indonesia telah
mengalami kerusakan. Adapun kondisi terumbu karang saat ini yang masih sangat baik 6,48 , kondisi baik 22,53 , rusak 28,39 dan rusak berat 42,59
Supriharyono, 2000. Usaha perikanan bubu dasar dalam penangkapan ikan karang ditujukan
untuk memanfaatkan sumberdaya ikan karang yang tersedia dengan tetap memperhatikan faktor kelestarian lingkungan. Penggunaan alat ini cukup baik,
karena ikan yang tertangkap pada umumnya masih dalam keadaan hidup. Hal ini penting, mengingat kualitas ikan merupakan salah satu syarat utama dalam bisnis
ikan karang, di mana peluang pasar ekspor untuk ikan karang sangat baik di pasaran nasional maupun internasional. Apalagi dengan semakin
berkembangnya restoran - restoran sea food. Hongkong, Singapura, Eropa, Amerika dan Jepang merupakan pasar yang baik untuk ikan karang CV.
Dinar,1999 diacu oleh Rumajar, 2001. Supaya kegiatan penangkapan ikan tetap dilaksanakan oleh nelayan tanpa
mengganggu kelestarian terumbu karang dan potensi sumberdaya ikannya, tentu perlu dilakukan penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode
penangkapannya dengan tetap mengacu pada code of conduct for responsible
fishery. Antisipasi ini dimaksud untuk menghindari kerusakan ekosistem terumbu karang agar lapangan kerja nelayan tetap tersedia. Dalam rangka untuk menjaga
kelestarian terumbu karang, maka saat ini Pemerintah Indonesia melalui kerjasama dengan Bank Dunia sudah bersepakat untuk mengelola terumbu karang
melalui program COREMAP Coral Reef Rehabilitation and Management. Program ini bertujuan melindungi, merehabilitasi dan memanfaatkan terumbu
karang secara lestari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir DKP, 2004
Bubu merupakan alat tangkap yang sudah lama dikenal nelayan. Hampir setiap daerah perikanan mempunyai variasi model bentuk tersendiri, seperti
sangkar cages, silinder cylindrical, gendang, segitiga memanjang kubus atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dan lain-lain. Bahan umumnya dari
anyaman bambu bamboo’s screen. Secara garis besar bubu terdiri dari bagian- bagian badan body, mulut funnel atau ijeb dan pintu. Badan berupa rongga
tempat di mana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu funnel berbentuk corong, merupakan pintu di mana ikan dapat masuk tetapi sulit keluar. Pintu bubu
merupakan bagian tempat pengambilan hasil tangkapan. Dilihat dari cara operasional penangkapannya, bubu dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu bubu
dasar ground fishpots, bubu apung floating fishpots dan bubu hanyut drifting fishpots Subani dan Barus,1988.
Bubu dasar mempunyai ukuran yang bervariasi tergantung kebutuhan nelayan. Bubu kecil ukuran panjangnya 1 m, lebar 50 – 75 cm, dan tinggi 25 – 30
cm, sedangkan bubu besar mempunyai ukuran panjang bisa mencapai 3,5 m, lebar 2 m dan tinggi 75 – 100 cm. Pengoperasian bubu dasar biasanya dilakukan
di perairan karang atau di antara bebatuan. Untuk mengetahui tempat di mana bubu dipasang, biasanya dipasang pelampung tanda melalui tali panjang yang
dihubungkan dengan bubu tersebut. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan 2 – 3 hari setelah bubu dipasang, kadang bahkan beberapa hari setelah bubu dipasang.
Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik seperti kuwe Caranx spp, beronang Siganus spp, kerapu
Epinephelus spp, kakap Lutjanus spp, kakaktua Scarus spp, ekor kuning
Caesio spp, kaji Diagramma spp, lencam Lethrinus spp, udang penaeid, udang barong dan sebagainya Subani dan Barus,1988.
Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan. Selama ini nelayan
menggunakan umpan sebagai pikatan agar ikan masuk ke bubu. Namun untuk memikat ikan masuk ke bubu bukan saja dengan umpan tetapi juga dipengaruhi
oleh tingkah laku ikan itu sendiri seperti pergerakan ikan secara acak, pemakaian bubu sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah
laku sosial atau pemangsaan. Aspek tingkah laku ikan perlu diketahui agar mudah merancang alat tangkap serta memilih metode penangkapan yang tepat dalam
operasi penangkapan ikan. Guna mengefektifkan penangkapan ikan karang dengan bubu dasar di samping cara yang sudah dilakukan nelayan selama ini,
akan tetapi perlu ada penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode penangkapannya.
Keberhasilan penangkapan ikan karang dengan bubu tidak hanya ditentukan dari jenis umpan yang digunakan untuk mempengaruhi tingkah laku ikan datang
mendekat ke bubu. Namun menurut Furevik 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen 1994, beberapa parameter lain perlu diperhatikan seperti dimensi mesh bubu,
ukuran dan bentuk pintu masuk, serta ukuran bubu. Keefektifan dari suatu alat tangkap dalam menangkap ikan salah satunya
ditentukan dari disain alat tangkap itu sendiri. Tampilan dari alat tangkap bubu baik itu tipe, ukuran, dan penampakan dari alat tangkap tersebut sangat
mempengaruhi tingkah laku ikan. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi zona pengaruh dari alat tangkap bubu terhadap tingkah laku ikan.
Menurut Nikonorov 1975 zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga
macam yaitu : 1 Zone of influence adalah wilayahareazona pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; 2 Zone of action adalah wilayahareazona
yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke kumpulan ikan; dan 3 Zone of retention adalah wilayahareazona di mana alat tangkap dapat menahan ikan
sehingga tidak terlepas Nikonorov,1975.
Untuk memperbesar zone of influence dari alat tangkap bubu dapat dilakukan dengan menggunakan rangsangan buatan artificial stimultant melalui
penggunaan alat bantu penangkapan yakni rumpon. Menurut Gunarso 1985 bahwa untuk mengumpulkan ikan dapat dilakukan melalui beberapa cara,
diantaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan penglihatan, pendengaran, penciuman, aliran listrik dan rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung.
Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah
tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Rumpon fish aggregating device dikenal sebagai alat bantu penangkapan
ikan, berfungsi untuk menarik perhatianmemikat ikan agar berkumpul pada suatu titik atau tempat, tempat berlindung dan sumber makanan ikan, kemudian dapat
dilakukan penangkapan. Teknologi rumpon sudah diterapkan oleh masyarakat nelayan sejak dahulu. Biasanya dipakai sebagai alat bantu dalam penangkapan
ikan pelagis baik pelagis kecil maupun pelagis besar dengan menggunakan alat tangkap purse seine, pole and line dan sebagainya. Rumpon ini dikenal dengan
sebutan rumpon permukaan. Rumpon digunakan dalam penelitian ini adalah rumpon dasar dioperasikan
di perairan karang berfungsi sebagai alat pemikatpengumpul ikan yang dioperasikan bersama alat tangkap bubu untuk memperlancar operasi
penangkapan. Bubu yang dioperasikan bersama rumpon dimaksud untuk memperbesar zona pengaruh field of influence alat tangkap bubu. Diharapkan
dengan mengoperasikan bubu bersama rumpon ikan-ikan akan tertarik dan datang lebih banyak memasuki zona pengaruh zone of influence alat tangkap bubu,
sehingga pada akhirnya ikan akan masuk ke dalam bubu dan tertangkap. Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan bubu bersama rumpon dalam
penangkapan ikan karang dikhususkan hanya untuk mengetahui tingkah laku ikan karang terhadap alat tangkap bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir
di rumpon dan bubu, radius, lama waktu, pola renang, pola gerak, serta jenis, jumlah, ukuran dan kelimpahan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon.
Bertolak dari uraian di atas, maka untuk memahami proses tingkah laku ikan karang terhadap alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon serta hasil tangkapan bubu perlu dikaji melalui suatu penelitian.
1.2 Perumusan Masalah