Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu

Berdasarkan pola distribusi ikan karang dibagi menjadi dua bagian yaitu ikan yang melakukan aktivitas ada pada siang hari ikan diurnal dan malam hari ikan nocturnal. Selanjutnya menurut kebiasaan makan, maka ikan karang dibagi atas : ikan yang aktif mencari makan pada siang hari diurnal, ikan yang aktif mencari makan pada malam hari nocturnal dan ikan yang mencari makan diantara crespuscular. Perbedaan pola sebaran dan aktifitas kebiasaan makan turut berpengaruh terhadap jumlah ikan yang hadir di rumpon dan bubu. Keragaman biota merupakan bukti yang digunakan untuk melihat ada tidaknya tekanan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi atau polusi. Dominansi suatu jenis yang mampu bertahan dalam suatu komunitas biasanya meningkat apabila terjadi suatu kerusakan lingkungan dan sebaliknya keragaman jenis menurun hingga nol. Ekosistem yang mantap dalam arti perkembangannya dan tidak ada komponen yang membuat tekanan terhadap komunitas atau tidak ada kekuatan lain yang memutuskan fungsi masing-masing komponen dalam ekosistem. Biasanya ditandai dengan keragaman tinggi dan keseimbangan populasi serasi Odum, 1975 diacu oleh Edrus dan Syam, 1998. Keanekaragaman ikan karang ditandai dengan keanekaragaman jenis dengan berbagai ukuran. Salah satu penyebab tingginya keanekargaman ikan karang karena variasi habitat di terumbu Nybakken, 1988. Perairan Indonesia paling sedikit ada 11 famili utama sebagai penyumbang produksi perikanan yaitu Caesionidae, Holocentridae, Serranidae, Scaridae, Siganidae, Lethrinidae, proacanthidae, Labridae, Lutjanidae dan Haemulidae dan Acanthuridae Hutomo, 1986, diacu oleh Rumajar, 2001.

4.4.3 Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu

Pengoperasian bubu dalam penangkapan ikan karang biasanya menggunakan umpan tetapi bisa juga tanpa umpan. Ikan tertarik pada bubu berumpan tergantung dari enam faktor antara lain: ketertarikan arousal, lokasi location. Kedua faktor ini tergantung pada kemampuan daya tarik umpan. Selanjutnya tingkah laku di dekat bubu near field behaviour, masuk ingress, aktivitas di dalam bubu activity inside the pot, dan meloloskan diri escape. Keempat faktor ini sangat tergantung pada karakteristik dan disain pintu masuk serta sesudah ikan berkumpul di luar atau di dalam bubu Fuverik, 1994 diacu oleh Archdale et al. 2003. Pada penelitian ini untuk menggantikan fungsi umpan digunakan rumpon. Setelah rumpon dan bubu dipasang di perairan ikan-ikan mulai tertarik dan mendekati rumpon dan bubu. Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu beranekaragam terutama menyangkut jarak radius ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu, pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap zone of influence alat tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jarak radius ikan karang terhadap rumpon dan bubu umumnya antara 0 – 2 m. Hal ini berarti ikan-ikan tersebut mempunyai peluang lebih mudah tertangkap pada alat tangkap bubu karena posisi rumpon dan bubu berada di dasar perairan. Bila ikan berada antara rumpon dan bubu dengan jarak yang lebih jauh, maka ikan-ikan akan sulit untuk tertangkap pada alat tangkap bubu. Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu perlu diketahui karena dengan memahami jarak dari masing-masing spesies ikan karang maka pemasangan bubu di perairan dapat diatur sesuai dengan lapisan renang swimming layer ikan, sehingga ikan akan mudah tertangkap. Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu tergantung pula pada kecepatan renang dari setiap sepesies ikan. Menurut Gunarso 1985, kecepatan renang merupakan adaptasi pergerakan ikan dimana ikan melakukan berbagai jenis aktivitas penting untuk mempertahankan hidupnya pada berbagai habitat yang berbeda-beda. Kecepatan renang dan ukuran tubuh ikan sangat penting dalam mendeterminasi tingkah laku pergerakan ikan. Selain itu, tergantung jenis ikan melalukan cara pendekatan terhadap suatu alat tangkap dan karakteristik alat tangkap tersebut di dalam perairan. Lama waktu ikan berada di sekitar bubu berbeda-beda menurut jenis. Hal ini sangat ditentukan dari pola distribusi ikan karang dalam mencari makan. Pola distribusi harian ikan karang dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu ikan- ikan diurnal dan nokturnal. Ikan siang diurnal merupakan kelompok terbesar di ekosistem terumbu karang. Yang termasuk kelompok ikan diurnal adalah famili Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae, Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan plankton yang lewat diatasnya. Allen dan Steene 1990 diacu oleh Syakur 2000. Menurut Iskandar dan Mawardi 1996, aktivitas makan ikan diurnal dimulai sejak penetrasi cahaya matahari menerangi kolom air di sekitar terumbu karang. Pada pagi hari aktivitas ikan belum begitu tinggi, tetapi semakin siang aktivitasnya meningkat. Sebaliknya pada sore aktivitas makan berkurang dan saat menjelang matahari terbenam mereka menghilang menuju tempat persembunyian. Aktivitas ikan nokturnal mencari makan saat hari mulai gelap. Ikan-ikan nokturnal tergolong ikan soliter dimana aktivitas makan dilakukan secara individu, gerak lambat, cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas dan banyak menggunakan indera perasa dan penciuman. Aktifitas utama yang dilakukan ikan diurnal dan nokturnal adalah aktifitas mencari makan. Aktifitas ini dilakukan baik secara bergerombol maupun sendiri- sendiri atau berpasangan tergantung pada setiap jenis ikan. Ikan dari famili Acanthuridae, Siganidae, Chaetodontidae, dan Caesionidae terlihat bergerombol dalam mencari makan, sedangkan ikan famili Scaridae, Pomacanthidae, Diodontidae, Labridae dan Lutjanidae umumnya mencari makan secara individu. Diduga kelompok algae yang melekat pada rumpon dan bubu mendukung ikan-ikan herbivora untuk mencari makan seperti Acanthuridae, Pomacentridae, Balistidae, Chaetodotidae, Siganidae, Tetraodontidae, Ostraciontidae, Bleniidae dan Mugilidae Nybakken, 1988. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa rumpon dan bubu yang dipasang di perairan diandaikan sebagai substrat tempat berlindung, tempat menyediakan makanan, dan juga untuk aktivitas lainnya yang dilakukan ikan karang. Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda sangat tergantung pada sifat hidup ikan karang. Sifat hidup ikan karang ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan Terangi, 2004. Sifat hidup ini merupakan sifat alami yang dimiliki oleh masing- masing spesies dari famili tertentu. Pemahaman tentang sifat hidup ikan karang merupakan salah satu faktor yang menarik untuk memilih alat tangkap yang seuai dan posisi penempatannya di perairan. Menurut Irawati 2002, ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya lewat saja. Pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda menurut spesies ikan. Perbedaan ini sangat tergantung dari sifat hidup ikan karang. Informasi tentang pola gerak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu masih sangat jarang. Menurut Baskoro dan Effendy 2005, ikan Torsk Gadus morua biasanya bergerak diatas bubu, sedangkan catfish Anarhiches lupus berada di dasar dekat bubu. Selanjutnya menurut Reiliza 1997, pola gerak Chaetodon octofasciatus selalu berenang berkelompok, datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau kiri, tidak pernah datang lurus di depan bubu, Heniochus acuminatus berenang berkelompok, dengan gerak naik turun, dan Sargocentron violaceum bergerak lambat, masuk ke dalam mulut bubu membuat gerak melingkar dan arah putaran dipengaruhi arus. Sesuai pola gerak yang diperlihatkan masing-masing spesies ikan, maka ada dua cara yang diusulkan untuk memasang bubu di perairan antara lain: 1 Bubu dapat dipasang di dasar berdasarkan pola gerak PG meliputi PG4 : Datang dari depan, langsung pergi, PG6 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG8 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, di samping dan di dasar bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik turun, PG15: Datang dari belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut bubu, dan 2 Bubu dapat di pasang di pertengahan dan dekat permukaan perairan berdasarkan pola gerak PG meliputi PG1 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun diatas dan di samping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas dan di samping bubuPG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas dan di samping bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas bubu, PG12: Datang dari depan, berada diatas bubu, dan PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan di samping. Posisi penempatan bubu di dasar perairan dapat dikombinasi dengan rumpon dasar tetapi tinggi rumpon dan bubu harus diperhatikan. Untuk posisi penempatan bubu di pertengahan dan dekat permukaan dapat dilakukan dengan memasangnya secara vertikal dan dikombinasikan dengan rumpon permukaan. Pola renang dan pola gerak ikan karang menentukan keefektifan rumpon sebagai alat pegumpulpemikat ikan dan bubu sebagai alat penangkap ikan. Informasi ini penting guna menunjang keberhasilan penggunaan rumpon dan bubu dalam penangkapan ikan karang. Ikan karang mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi oleh lebar pintu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Pada penelitian ini terlihat bahwa ikan yang bertubuh lonjong dan ukurannya kecil lebih mudah meloloskan diri. Menurut Meyer dan Merriner 1976 diacu oleh Robichaud et al. 1999 mengemukakan bahwa ikan meloloskan diri dari dalam bubu jaring dipengaruhi oleh bentuk tubuh, kekuatan tubuh dan kemampuan renang ikan. Senang tidaknya ikan hadir di rumpon merupakan salah satu faktor utama dalam mendukung keberhasilan dan keberlanjutan usaha penangkapan ikan. Khusus untuk alat pengumpul ikan seperti rumpon tentu tingkah laku pola gerak dan lama waktu ikan hadir di rumpon merupakan faktor penentu ada tidaknya ikan di rumpon. Dengan alasan diatas maka dalam mendisain dan menempatkan rumpon di perairan maka material yang dipilih dan konstruksi bangunan yang dibuat harus bisa memberikan respon terutama penampakannya di dalam air untuk merangsang penglihatan ikan agar ikan tertarik dan respon untuk mendekati alat tersebut. Selain itu rumpon juga harus mampu memberikan rasa nyaman sebagai rumah untuk ikan-ikan berlindung dan sebagai sumber makanan bagi ikan. Kondisi ini yang akan menentukan terjadinya akumulasi ikan di rumpon untuk memudahkan proses penangkapan ikan. Tingkah laku ikan di zona pengaruh zone of influence suatu alat tangkap berbeda menurut jenis ikan. Ikan karang mempunyai pola pendekatan memasuki zona pengaruh alat tangkap bubu berbeda-beda. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada empat posisi ikan karang berinteraksi terhadap zona pengaruh zone of influence alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon antara lain : ikan berada dekat permukaan perairan, di atas, di samping dan di dasar bubu. Posisi ini menentukan dan membedakan pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu.

4.4.4 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu