Trenggiling Manis javanica Mangsa Macan Tutul 1. Lutung

kelompok kecil koloni yang terdiri dari satu pasanganya dengan anak-anaknya yang belum dewasa. Setiap kelompok kecil memiliki daerah jelajah yang dipertahankan territory. Owa jawa bergerak dengan menggelantung pada cabang-cabang pohon arboreal Suyanto, 2002. Menurut Leigton 1987 owa jawa memang hidup berkelompok namun kadang ada yang hidup soliter terutama individu muda yang belum menemukan pasangan, yang diusir dari kelompok induknya. Menurut Supriyatna et al 1994a owa jawa hidup dengan sistem sosial berkelompok. Satu kelompok owa jawa terdiri atas 2 - 6 individu dengan jumlah rata-rata 3,2 individu perkelompok. Owa jawa tinggal di habitat hutan primer dan hutan sekunder Suyanto, 2002. Berdasarkan hasil penelitian Wibisono 1995 di Gunung Honje, Taman Nasional Ujung Kulon yang melaporkan bahwa kepadatan populasi owa jawa di hutan primer 13,5 individukm 2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan di hutan sekunder 2,4 individukm 2 . Di Taman Nasional Gunung Halimun owa jawa dijumpai di Gunung Malang, Gunung Botol, Gunung Andam, Cimara, Gunung Panenjoan, Ciawitali, Gunung Bapang, dan Gunung Kendeng Suyanto, 2002.

6. Trenggiling Manis javanica

Menurut Lekagul dan McNeely 1977 trengiling dewasa memiliki panjang dari kepala-badan 340-470 mm. Kaki belakang 79-90 mm, telinga 15-22 mm dengan bobot 5-7 kg. Trenggiling merupakan bangsa pholidota mamalia bersisik. Seluruh tubuh bersisik kecuali moncong, pipi, perut dan bagian tubuh dalam. Sisik merupakan modifikasi dari rambut yang melebur seperti halnya cula badak. Pada umumnya memiliki tungkai pendek dan tubuh meruncing pada ujung ekor. Saat berjalan ujung ekor tidak menyentuh tanah. Ekor pada trenggiling bersifat prehensil artinya digunakan untuk memegang. Tidak mempunyai gigi, sebagai gantinya memiliki lidah berkelenjar yang mengeluarkan cairan pekat untuk menangkap serangga yang menjadi makanannya. Termasuk jenis nocturnal, aktif pada malam hari. Makan semut dan rayap yang ditangkap langsung dalam sarang dengan cara membongkar sarang dengan cakarnya kemudian dengan lidahnya yang memiliki cairan seperti lem menangkap semut dan rayap. Trengiling tingal di hutan primer dan sekunder Suyanto, 2002. Menurut Grzmek`s 1975 bahwa tenggiling tersebar luas di Indonesia. Persebaran yang luas terkait dengan ketersediaan pakan. Trenggiling hanya makan semut dan rayap, jika di suatu daerah terdapat kedua serangga di atas maka trenggiling tidak akan meninggalkan daerah tersebut. Dalam perut trenggiling pernah ditemukan 12 jenis semut. Dalam satu malam trenggiling memakan 150-200 gr semut dan rayap dan total ada 21 jenis serangga yang jadi makanannya. Trenggiling jenis yang sangat unik. Telinga tidak berkembang dengan baik. Tidak mempunyai gigi, dengan lidah yang rekat menjadikan semut atau rayap menempel sehingga jika lidah ditarik dalam mulut maka serangga-serangga yang menempel ikut masuk dalam mulut dan langsung ditelan. Seperti beberapa jenis burung, teridentifikasi trenggiling memakan kerikil dan pasir untuk membantu pencernaannya Grzimek`s, 1975. Grzimek`s 1975 menyebutkan bahwa sulit untuk menangkarkan trenggiling. Untuk jenis yang baru ditangkap dari alam tidak akan mau langsung menerima pakan pengganti. Butuh hingga 8 minggu agar mau menerima pakan pengganti, waktu yang relatif lama sehingga kemungkinan besar trenggiling akan mati dulu sebelum dapat beradaptasi. Dalam pemeliharaan trenggiling dapat hidup lebih dari delapan tahun. Belum diketahui tentang masa kehamilan jenis ini. Jantan dan betina bersama-sama saat musim kawin. Setelah beberapa waktu muncul satu individu muda, untuk jenis yang ada di Asia rata-rata sekali melahirkan 3 ekor anak. Trenggiling mempertahankan diri dengan membentuk lingkaran dan bergerak cepat sambil menyemburkan air kencing. Trenggiling dapat bergerak secara arboreal maupun terestrial. Secara terestrial trenggiling mampu berjalan dengan kecepatan 5 kmjam. Untuk bergerak lebih dari 1 meter hanya membutuhkan waktu 1 detik. Berjalan dengan setiap saat berhenti mengawasi sekeliling dengan cara mengangkat kaki depan dan bertumpu dengan tungkai kaki belakang dan ekor lalu dengan penglihatan dan penciuman ia mendeteksi kemungkinan bahaya yang mengancam Grzimek`s, 1975. Trenggiling termasuk jenis pemanjat. Cara memanjat menyerupai ulat, kaki depan mencengkeram pohon kemudian kaki belakang diangkat sama-sama merapat ke kaki depan setelah tumpuan kuat kaki depan bergerak kembali. Dapat bergelantung dengan ekor yang prehensil, untuk mengambil dan memeriksa sarang di pohon. Ekor trenggiling berfungsi juga untuk pegangan anakan yang turut memanjat alat gendong. Trenggiling melindungi diri dengan menggulung badan menyerupai bola, rapat-rapat dengan ekor menutup kepala. Dengan posisi tersebut pemangsa dihadapkan dengan bola yang terlindung dengan kulit berupa sisik yang keras MacKinnon, 1983.

7. Landak Histrix brachyura