Babi Hutan Sus scrofa

kelompok. Fungsi dari kelompok yang dibentuk adalah untuk mempermudah dalam mencari makan, mempermudah akses reproduksi dan mempertahankan anak. Surili berasosiasi dengan tumbuhan dengan menggunakan strata tajuk A, B, dan C dengan ketinggian antara 9-26 m Siahaan, 2002. Menurut Suyanto 2002 surili hidup di habitat berupa hutan primer. Kepadatan populasi surili di berbagai tempat bervariasi, berkisar antara 4-35 individukm 2 yang dipengaruhi oleh keadaan habitat Supriyatna, 1994a Menurut Sugarjito et al. 1998 dalam Suyanto 2002 surili menempati habitat Gunung Malang, Gunung Botol, Gunung Andam, Gunung Panenjoan, Gunung Ciawitali, Gunung Bapang, Gunung Kendeng, dan Cimara.

3. Babi Hutan Sus scrofa

Grzimek`s 1972 menyatakan babi hutan memiliki sebaran paling luas diantara jenis yang lain. Sebarannya meliputi Eropa dan Asia. Memiliki tinggi badan antara 30-100 cm dengan panjang badan 35-50 cm dan berat badan antara 50-350 kg. Babi hutan S. scrofa memiliki tubuh buntak memiliki kaki yang kecil dengan tubuh yang bulat dan besar, tidak proporsional, rambut kasar agak lebat dan berwarna hitam sampai agak keabu-abuan, memiliki surai dari tengkuk berjalan hingga ke punggung. Babi hutan memiliki ekor pendek dan gundul, pada waktu anakan memiliki garis membujur berwarna coklat kekuningan Suyanto, 2002. Menurut Grzimek`s 1972 indra penglihatan babi hutan tidak berkembang sebaik indra penciuman. Perkembangan indra penciuman mendukung aktivitas mencari makanan yang beberapa jenis berada di bawah permukaan tanah. Dengan indra penciuman tersebut babi hutan dapat mengenali adanya bahaya, baik bau keringat pemburu atau bau besi pada jebakan. Dengan taring yang tajam babi bertahan atau pun menyerang lawan. Babi hutan memakan beraneka jenis makanan omnivora. Babi hutan memakan cacing, larva serangga, ubi-ubian, dedaunan, dan bangkai binatang. Babi hutan termasuk binatang yang aktif pada malam hari nocturnal. Babi hutan hidup di habitat hutan primer dan hutan sekunder Suyanto, 2002. Grzimek`s 1972 menyebutkan bahwa babi hutan tidak selektif dalam hal habitat. Jika menemukan makanan air dan tempat berlindung ia akan tinggal di situ. Dari stepa yang kering, rawa dan hingga di atas ketinggian 4000 m dapat dijumpai babi hutan. Akan tetapi preferensi habitat babi dari lapangan kebanyakan jenis babi menyukai tinggal dekat dengan perladangan atau pemukiman. Babi hutan tidak meninggalkan habitatnya jika memang karena kondisi yang tidak memungkinkan. Dalam habitat kecuali babi hutan jantan dewasa, babi hutan hidup berkelompok sepanjang tahun. Babi hutan memiliki teritori, terluas adalah jenis jantan yang soliter dan teritori yang paling sempit untuk kelompok yang terdiri dari induk dan anak-anaknya. Satuan kelompok terdiri dari beberapa betina dan anakan mereka, biasanya terdiri dari 6-10 individu atau lebih. Jika anak jantan telah dewasa akan meninggalkan kelompok dan soliter. Masa pubertas saat usia 8 sampai 10 bulan, tergantung juga dengan tingkat ketersediaan pakan. Jika telah tiba masa birahi maka berlomba-lomba jenis jantan baik dari satu keluarga atau pejantan dari keluarga lain. Satu pejantan bisa mengawini hingga 3 betina. Masa kehamilan untuk induk yang pertama akan melahirkan dan induk yang telah pernah melahirkan sebelumnya berbeda. Masa kehamilan betina tua 133-140 hari sedangkan masa kehamilan betina remaja relatif lebih cepat kira-kira mencapai 2 minggu,114-130 hari. Setelah hamil, induk tersebut menyingkir ketempat yang cukup aman dan dekat dengan pakan. Babi yang hamil mambuat sarang berupa tanah lapang dengan digali dan atasnya ditutup dengan daun-daunan yang sebelumnya diberi rangka berupa cabang atau kayu-kayu muda yang bisa dipatahkan atau dirobohkan. Babi meninggalkan sarang maksimal 2 minggu setelah itu tidak dipake lagi. Setelah masa dua minggu anak telah bisa makan sendiri. Babi hutan bisa hidup lebih dari 15 tahun Grzimek`s, 1972. Suyanto 2002 menerangkan berdasarkan informasi penduduk dan tangkapan kamera jebak binatang ini tersebar merata di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Keberadaan Babi hutan jawa S. verrucasus di Taman Nasional Gunung Halimun masih diragukan.

4. Muntjak Muntiacus muntjak