Fragmentasi Koridor Gangguan Habitat di Koridor

Gambar 11. Penebangan pohon secara ilegal di koridor Pengambilan akar dan batang pakis di koridor sudah tergolong aktifitas perusakan habitat. Pakis diambil akar dan batangnya dengan cara digali higga kedalaman ± 40 cm. Lokasi pengambilan tidak hanya di punggungan bukit tetapi sampai pada daerah kiri kanan aliran sungai di lembah. Selama pengamatan satwa di lapangan banyak dijumpai bongkaran-bongkaran tanah bekas pengambilan pakis. Pakis yang telah diambil dari hutan dikumpulkan di jalan perkebunan di sebelah pinggir selatan koridor untuk menunggu pengangkutan. Pengangkutan dilakukan setiap bulan dua kali dengan volume angkut 5-10 m 3 . Kegiatan perkebunan dilakukan di koridor bagian timur di antara jalan potong di tengah dan Gunung Salak. Jenis tanaman yang ditanam antara lain pisang, kacang panjang, singkong, jagung, cabe dan kopi. Untuk tanaman kopi diperkirakan sudah lebih dari lima tahun karena tanaman ini terlihat sudah tua dan menurut keterangan kader tanaman ini sudah bebuah berkali-kali. Terjadinya penggunaan areal koridor untuk pertanian diduga disebabkan pengawasan yang lemah dari pihak Taman Nasional. Pendugaan ini berbeda dengan pendugaan yang dilakukan oleh Cahyadi 2003. Menurut Cahyadi 2003, aktivitas pertanian ini disebabkan oleh pandangan masyarakat sekitar yang melihat kawasan koridor berupa semak belukar dipandang sebagai lahan tidur. Pendugaan tersebut tidak mungkin terjadi karena masyarakat sebagian besar mengetahui bahwa kawasan koridor itu bagian dari wilayah TN. Gunung Halimun, untuk masuk aja harus ada perijinan dan ada sanksi terhadap upaya pemanfaatan sumberdaya di dalamnya secara ilegal.

2. Fragmentasi Koridor

Shufer 1990 dalam Primack 1998 membuat devinisi fragmentasi habitat sebagai berikut, fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas di perkecil atau dibagi menjadi dua atau lebih fragmen. Perusakan habitat yang meninggalkan fragmen-fragmen adakalanya terisolasi oleh daerah- daerah yang rusak dan mengalami degradasi. Habitat yang terfragmen berbeda dengan habitat asal dalam dua hal, memiliki daerah tepi yang luas dari habitat asal dan daerah tengah pusat dekat dengan daerah tepi. Ancaman fragmentasi habitat terhadap keberadaan spesies antara lain: 1 Pengecilan potensi suatu spesies menyebar dan kolonisasi, 2 Penurunan kemampuan hewan dalam penyebaran yang juga mempengaruhi penyebaran tanaman tertentu, dan 3 Pengurangan daerah jelajah hewan asli. Fragmentasi koridor terjadi di tengah kawasan. Fragmentasi berupa jalan penghubung antara Kec. Leuwiliang dan Kec. Cipeteuy. Jalan ini memiliki lebar 3 m yang praktis memotong rangkaian tajuk untuk perpindahan primata. Jalan ini selalu ramai hingga mengganggu mobilitas primata. Fragmentasi ini diperlebar oleh kegiatan penebangan liar untuk mengambil kayu komersil dan pembukaan areal untuk pertanian. Fragmentasi jalan di koridor dapat di lihat pada gambar 11. Selain jalan tengah kawasan fragmentasi terjadi di bagian tepi barat dan tepi timur koridor. Fragmentasi ini disebabkan oleh jalan setapak yang menghubungkan kampung sebelah selatan dengan kampung sebelah utara koridor. Jalan setapak masing-masing memiliki lebar 1,5 m. Jalan ini praktis memotong kontinuitas tajuk antara koridor dengan habitat Gunung Salak dan habitat Gunung Halimun. Jalan ini digunakan setiap hari oleh masyarakat untuk bepergian antar kampung sebelah utara dan selatan koridor. Setiap jenis satwa liar mempunyai reaksi yang berbeda terhadap penebangan dan diskontinuitas tajuk. Penebangan terbatas dapat menstimulasi pertumbuhan rumput dan semak yang disukai rusa sehinga populasi rusa dapat berkembang biak dengan baik. Tetapi untuk jenis yang memerlukan pohon yang besar untuk bersarang maupun bergerak seperti owa jawa dapat terganggu Alikodra, 1993. Penebangan pohon di koridor memberi ruang tumbuh bagi rumput dan semak-semak yang mendukung kehidupan muntjak dan kancil. Jenis-jenis satwa yang tefragmen habitatnya di koridor adalah owa jawa dan macan tutul, hanya dijumpai di tepi barat dan timur koridor. Menurut Marsh et al. 1987 dalam Alikodra 1993 menyatakan bahwa pengaruh eksploitasi hutan terhadap primata dapat disebabkan 3 hal: 1. Suara yang ditimbulkan alat-alat berat truk, tracktor dan gergaji mesin 2. Rusaknya cabang yang dipergunakan untuk tempat berpindah dari satu pohon kepohon yang lain 3. Setelah penebangan regenerasi pohon sangat lambat, sehingga kondisi semula sulit terbentuk Hasil penelitian Wilson dan Wilson 1975 dalam Alikodra 1993, setiap primata mempunyai respon yang berbeda terhadap tebang pilih. Di Kalimantan Timur M. fascicularis, P. cristata dan Tarsius bancanus relatif tidak terpengaruh oleh kegiatan tebang pilih. Menurut Marsh et al. 1987 dalam Alikodra 1993 kelompok Hylobates lar yang suaranya berkurang selama ada kegiatan eksploitasi hutan, tetapi mereka tetap mempertahankan teritorinya. Setelah eksploitasi selesai suara mereka ramai kembali. Gambar 12. Fragmentasi dan penutupan lahan di koridor. S b C h di 2003 km

3. Perburuan