mengeluarkan suara yang khas. Dijumpai sedang bermain dan bersuara serta mancari makan di pohon batarua. Waktu perjumpaan di jalur Ciherang dan
Bepag antara 09.00-10.00, pada lokasi dengan habitus pohon dalam formasi yang lebih rapat dibanding kawasan lain dalam koridor.
Pada jalur Cibadak dan jalur Cipongpok tidak dijumpai owa jawa. Kedua jalur ini mamiliki formasi vegetasi dengan habitus pohon yang jarang jika
dibandingkan dengan kawasan Ciherang dan Bepag. Tidak dijumpainya owa jawa di bagian tengah koridor karena kondisi vegetasi dengan tajuk yang tidak
kontinyu dan akses manusia yang tinggi. Menurut Keppeler 1984 menyebutkan owa jawa di Turalak Taman Nasional Ujung Kulon, hanya makan pada ketinggian
di atas 10 m, yang merupakan ketinggian makan satwa arboreal sejati, berkaitan dengan berat badan dan resiko terhadap adanya predator Bismark 1991.
Distribusi penggunaan tajuk oleh owa jawa, tajuk A 7,06 kelas tajuk B 84,71 dan tajuk C 8,24. Tajuk B lebih banyak digunakan karena tajuk yang kontinyu
sehingga memudahkan penjelajahan. Owa jawa makan pada ketinggian antara 10-25 m di atas permukaan tanah Rahayu, 2002. Menyingkirnya owa karena
aktifitas eksploitasi manusia diungkap dalam Mars et al. 1987 dalam Ali 1993
yang menyebutkan telah berkurangnya suara Hylobates lar karena kegiatan
eksploitasi hutan, setelah kegiatan eksploitasi selesai suara Hylobates lar
kembali ramai. Untuk kondisi di koridor kemungkinan sangat kecil karena sifat eksploitasi yang kontinyu dan beragamnya jenis yang dieksploitasi.
Dari hasil pengamatan, owa jawa merupakan spesies primata yang memiliki sebaran populasi sempit dan jumlah populasi terkecil dibandingkan
dengan primata lain. Dijumpai di jalur Bepag satu kelompok yang terdiri 3 individu. Perjumpaan kedua pada jalur Ciherang terdiri 3 individu. Tidak bisa
dilakukan pembedaan jenis kelamin, pembedaan hanya berdasarkan ukuran tubuh yaitu 6 individu dari 2 kelompok, termasuk dalam kelas umur dewasa.
Berdasarkan pendugaan populasi, owa jawa di koridor berjumlah ±37 ekor dengan dalam kisaran populasi 12-62 ekor.
4. Babi Hutan
Babi hutan memiliki sebaran paling luas di antara spesies mangsa yang ditemui. Jejak babi hutan dapat dijumpai di luar dan di dalam kawasan. Di luar
kawasan jejak babi ditemukan di sepanjang areal kebun teh, kebun penduduk dan areal pertanian. Di dalam kawasan jejak babi ditemukan di tepi timur,
Growek dan Puspa yang berbatasan dengan habitat gunung salak. Di perbukitan tengah koridor dari Pojok Goong, Palahlar, Pasir kiara, Cipongpok, Cisarua,
Cipanas hingga Cisaladah. Di tepi barat jejak babi ditemukan di Cimapag terus ke barat hingga Pasir pari dan Batu sisir. Ukuran rata-rata jejak yang ditemukan
panjang 3-6 cm dengan lebar 2-4 cm. Keberadaan babi hutan di koridor seperti disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Babi hutan di koridor Sumber BCI, 2005 Berdasarkan jejak yang dijumpai dalam hutan, rata-rata babi dalam hutan
soliter. Dalam hutan babi menggunakan jalan yang digunakan oleh manusia. Jika tidak menggunakan jalur manusia babi memilih menyusuri tepian sungai untuk
mencari makan hal ini dijumpai pada jejak di sungai Bepag dan Cibadak. Babi hutan mencari pada jalur punggungan bukit yang merupakan jalan manusia yang
sudah lama tidak digunakan. Bekas-bekas babi mencari makan adalah tanah yang terbalik seperti selesai dibajak, bekas-bekas seperti ini banyak sekali di
punggungan-punggungan bukit. Pada tepi koridor yang berbatasan dengan kebun teh dan perkampungan
penduduk ditemukan 36 jalur babi. Jalur-jalur ini berada mamanjang dari bagian tengah pasir Palahlar hingga tepi ujung koridor sebelah barat Batu sisir. Jalur
babi menyerupai lorong dalam semak belukar, terbuka sampai ketinggian 1 m dan satu meter ke atas tertutup rapat oleh tajuk semak. Setiap jalur babi,
vegetasi penutup tanah pasti bersih mati terinjak mirip dengan jalan manusia perbedaanya tanahnya akan berlubang seperti bekas aliran air, hal ini terjadi
karena babi yang lewat berkelompok dan cara turunya dengan “mprosot” sehingga tanah akan tergaruk oleh kukunya. Jalur yang dipakai babi cenderung
tetap untuk kelompok babi kecuali untuk jenis yang soliternunggal dan untuk jalur yang pernah dipasang jerat jalur akan ditinggalkan dalam waktu tertentu.
Babi hutan menyerang daerah pertanian dan perkebunan masyarakat sekitar. Yang menjadi sasaran babi hutan antara lain jagung, padi, kacang,
singkong, dan jenis pertanian lainnya. Berdasarkan keterangan penduduk yang sering menjaga kebun dari serangan babi hutan, bahwa saat beroprasi di kebun
yang berjalan paling depan betina, jantan besar mengiring paling bekang dan anak-anak berada di tengah. Sampai di kebun induk jantan dan induk betina
mengamati di sekitar dan ke dalam kebun untuk memastikan kondisi aman setelah itu baru anak-anak mereka masuk duluan dan menyebar memakan
makanan yang ada dalam kebun. Kegiatan makan selesai ketika induk jantan memberi tanda suara, dan anak-anak berkumpul lalu bersama-sama
meninggalkan kebun dalam barisan seperti saat menuju kebun.
Gambar 6. Sarang babi hutan di koridor Di Pasir kiara, 25 m dari jalan perkebunan ditemukan 3 sarang babi yang
telah ditinggalkan, dengan jarak 20-30 m satu sama lainya. Sarang babi yang ditemukan memiliki ukuran panjang 90-100 cm, lebar 45-60 cm ditutup dengan
daun pakis yang diberi kerangka kayu-kayu muda. Setiap sarang memiliki 2 pintu, pintu untuk keluar dan pintu untuk masuk. Lokasi sarang berada di atas
bukit dengan semak-semak yang lebat. Di bawah bukit terdapat aliaran sungai dengan lebar 30-40 cm dan terdapat tempat berkubang babi. Grzimek`s 1972
menyebutkan bahwa babi yang hamil membuat sarang berupa tanah lapang dengan digali dan atasnya ditutup dengan daun-daunan yang sebelumnya diberi
rangka berupa cabang atau kayu-kayu muda yang bisa di patahkan atau robohkan. Babi meninggalkan sarang maksimal 2 minggu. Setelah masa dua
minggu anak telah bisa makan sendiri dan sarang tidak dipakai lagi. Sarang babi di koridor disajikan dalam Gambar 6.
Babi hutan menggunakan rimbunan perdu misalnya bambu sebagai tempat tidur. Dari satu tempat tidur yang ditemukan, banyak serasah yang diduga
sebagai alas yang berupa daun-daunan bambu. Tanah bekas tempat tidur berbentuk cekung dengan kedalaman 20-30 cm. Tempat tidur ini berada pada
jalur yang digunakan untuk keluar masuk kawasan. Jarak antara tempat tidur dengan jalan ± 25 m. Selama pengamatan lapangan di tengah kawasan tidak
dijumpai tempat tidur maupun bekas sarang. Babi hutan selama pengamatan dijumpai dalam kelompok dan nunggal
atau sendiri. Babi hutan yang berkelompok minimal dengan pasanganya berdua dan maksimal 12 ekor dalam lokasi pengamatan. Berdasarkan pengamatan
lapangan dan keterangan penduduk rata-rata kelompok yang lewat jalur antara 2-9 individu. Babi hutan yang berada dalam satu kelompok merupakan satu
kesatuan keluarga terdiri atas induk jantan, induk betina, anak dan kadang ada remaja. Menurut keterangan penduduk babi hutan yang berkelompok bisa
mencapai 16 ekor dengan 23 jumlah tersebut adalah anakan. Pendugan populasi babi hutan menggunakan metode konsentrasi
perwilayah serangan babi di lokasi perkebunan teh dan pertanian serta perkebunan penduduk. Pendugan juga dilakukan dengan pendekatan jumlah
populasi pengguna jalur. Data jumlah perwilayah diperoleh dengan cara pengintaian dan informasi perjumpaan oleh penduduk tiap wilayah. Ada 14 titik di
5 daerah yang diserang babi yaitu daerah Padajaya, Cigarehong, Cimapag, Cisurupan dan Pasir pari. Di Padajaya dari lokasi pengamatan kebun teh dan
pertanian penduduk diketahui ada 23 individu dengan 12 ekor anak, 3 ekor babi jantan, 2 ekor babi betina dan 6 diantaranya tidak terdeteksi yang termasuk
kelompok dewasa. Wilayah Cigarehong diketahui terdapat 33 individu terdiri dari 12 anak, 17 tidak terdeteksi dewasa, 2 jantan dan 2 betina. Di Cimapag
diketahui hanya 3 individu terdiri dari 1 jantan dan 2 tidak terdeteksi, Cisurupan 11 individu terdiri dari 6 anak, jantan 1 dan betina 1. Di Pasir pari 15 individu 9
anakan, 3 tidak terdeteksi, 1 betina dan 2 jantan. Total populasi babi hutan dari 14 sasaran serangan dalam 5 wilayah pemukiman penduduk berjumlah 85
individu dengan 9 jantan, betina 6,anakan 39 dan tidak terdeteksi jenis kelamin dan masuk kelas umur dewasa 31 ekor. Berdasarkan pendekatan populasi
pengguna jalur diketahui populasi babi koridor berkisar antara 72 – 315 individu.
5. Trenggiling