Selain itu, Puskesmas Bajo Barat juga meningkatkan kompetensi bidan untuk mendukung program Kemitraan Bidan dan Dukun. Puskesmas Bajo Barat memiliki
empat bidan puskesmas dan sembilan bidan desa. Bidan koordinator bertugas memastikan semua bidan desa tinggal di desa sesuai dengan kewajiban dan
tanggungjawab mereka. Bidan koordinator juga memastikan semua bidan mempunyai bidan kit. Ini merupakan upaya yang luar biasa di Luwu karena hanya 39 dari 233 17
bidan yang telah memiliki bidan kit. Para bidan ini juga melakukan pertemuan tahunan dengan dukun untuk menilai keberhasilan dan mengatasi masalah dalam program
Kemitraan Bidan dan Dukun. Bidan yang tidak mematuhi kesepakatan akan mendapat sanksi.
Melalui penyediaan bidan kit dan pertemuan tahunan, dukun beranak di Kecamatan Bajo Barat dapat melihat bahwa para bidan memiliki ketrampilan dan kemampuan yang
baik untuk menolong persalinan, sehingga para dukun merasa lebih nyaman untuk merujuk ibu hamil dan ibu bersalin ke bidan.
Proses pelaksanaan program
Pelaksanaan tata kelola Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Aceh Singkil dan Luwu memiliki kemiripan, yaitu:
1. Identifikasi persoalan program kemitraan bidan dan dukun
Meskipun program Kemitraan Bidan dan Dukun sudah ada, tetapi belum ada kesepakatan tertulis yang dirancang khusus untuk mendukung kemitraan ini.
Untuk memfasilitasi pelaksanaan inovasi tata kelola Kemitraan Bidan dan Dukun, Kinerja bekerja sama dengan LSM lokal Organisasi mitra pelaksana DAUN dan
FIK ORNOP di Luwu.
Langkah pertama dalam pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun adalah identifikasi persoalan terkait persalinan aman melalui pertemuan yang
melibatkan pihak pemerintah maupun non-pemerintah. Pertemuan ini dihadiri oleh Kepala Puskesmas, bidan koordinator, bidan desa, kader kesehatan, kepala
Halaman 14
desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, perwakilan Ikatan Bidan Indonesia IBI, perwakilan kelompok remaja, media, anggota Dewan Kesehatan, dan beberapa
LSM setempat.
Pertemuan ini mengidentifikasi penyebab rendahnya persalinan dengan pertolongan bidan, antara lain ketidakpercayaan publik terhadap kemampuan
bidan yang baru lulus pendidikan kebidanan dan ditempatkan di desa, anggapan bahwa bidan kurang berpengalaman dan tidak bisa berbahasa daerah,
hubungan dukun dan bidan setempat yang kurang erat, keinginan masyarakat, kebutuhan tenaga kesehatan, dan keadaan fasiltas kesehatan.
2. Pembentukan Forum Multi-stakeholder MSF
MSF dibentuk untuk melakukan advokasi, mediasi, monitoring dan evaluasi pelayanan kesehatan dan cakupannya, termasuk program Kemitraan Bidan dan
Dukun. Forum ini beranggotakan berbagai elemen masyarakat, yaitu pemerintah, LSM kesehatan, dan tokoh yang berminat dan memiliki kepedulian terhadap
kesehatan.
3. Koordinasi Informal
Organisasi Mitra Pelaksana Kinerja memfasilitasi puskesmas untuk melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan tentang hasil dari identifikasi tersebut dan
menyusun rencana kegiatan untuk mengatasi masalah tersebut.
4. Membangun persepsi lintas sektor tentang pentingnya kemitraan
Lokakarya mini diadakan untuk menyepakati inti-inti kemitraan bidan dan dukun. Yang perlu disetujui secara bersama adalah pembagian tugas dan tanggung
jawab serta pembagian fee biaya melahirkan yang pernah disepakati antara bidan dan dukun. Persetujuan ini ditulis dalam draft MoU Kemitraan Bidan dan
Dukun. Pertemuan ini dihadiri oleh bidan, dukun, kepala desa, tokoh agama, tenaga kesehatan, kepala puskesmas, dan Dinas Kesehatan.
Halaman 15
Pertemuan ini bertujuan membangun persepsi yang sama terhadap kemitraan bidan dan dukun serta mendapat dukungan dari pemangku kepentingan yang
ada. Misalnya, di Aceh Singkil, dukungan kepala desa sangat penting – kepala desa membuat surat keputusan dan mengalokasikan dana dari Alokasi Dana
Desa ADD sebanyak Rp. 50.000 per dukun per bulan sebagai honor. Dinas Kesehatan yang juga mengikuti lokakarya tersebut memutuskan untuk
menambahkan honor bulanan dukun sebesar Rp. 100.000 dari APBD. Semua pihak juga menyetujui untuk memberikan insentif tambahan dari Jaminan
Kesehatan Nasional JKN sebesar Rp. 50.000 untuk tiap persalinan dirujuk oleh dukun ke Puskesmas. Maka dalam lokakarya ini, juga ada kesepakatan tentang
hak dan kewajiban dukun dan bidan terhadap kehamilan dan persalinan.
5. Surat Keputusan Kepala Desa tentang insentif dukun