ee25bdae 671d 412e 9aa9 b1c90cbd3846

(1)

Berbagi Praktik Baik

Tata Kelola Kesehatan


(2)

Kata Pengantar Chief of Party USAID Kinerja

Selamat datang di program peningkatan tata kelola pelayanan publik USAID Kinerja. Buku Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pelayanan Kesehatan ini merupakan sumbangsih program kami terhadap pemerintah Indonesia. Buku ini berisi kumpulan praktik baik penerapan prinsip-prinsip tata kelola di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik di beberapa daerah mitra Kinerja.

Tata kelola merupakan aspek penting dalam peningkatan pelayanan

publik karena tata kelola yang baik dapat meningkatkan kepercayaan dan partisipasi masyarakat yang pada akhirnya dapat membantu pemerintah menjalankan programnya secara berkualitas dan sesuai kebutuhan masyarakat.

Tahun 2014 dan 2015 merupakan tahun yang penting dalam mempromosikan praktik baik mitra USAID Kinerja di kancah internasional. Luwu Utara, Aceh Singkil dan Barru menjadi finalis the United Nations Public Service Awards (UNPSA) 2014 masing-masing untuk inovasi distribusi guru proporsional, kemitraan bidan dan dukun, serta penyederhanaan perizinan. Tahun 2015, program kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil terpilih menjadi salah satu pemenang UNPSA 2015. Hal ini merupakan prestasi yang luar biasa karena Indonesia baru pertama kali memenangkan kompetisi paling bergengsi untuk pelayanan publik.

Kami terus mendorong mitra-mitra kami untuk terus berinovasi menciptakan pelayanan yang bermutu, mengatasi segala tantangan menggunakan sumber daya yang ada. Kami juga meminta mereka untuk terus berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan daerah lain, sehingga pelayanan publik yang baik tidak hanya menjadi milik mitra Kinerja.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada organisasi mitra pelaksana, konsultan dan staff Kinerja yang telah bekerja keras mendampingi daerah mitra untuk terus berinovasi. Mereka merupakan ujung tombak kami yang akan siap membantu daerah lain, jika diperlukan.

Semoga buku ini dapat menginspirasi semua pihak untuk melaksanakan tata kelola pelayanan baik demi kemajuan pelayanan publik di Indonesia.

Jakarta, Juni 2015 Elke Rapp

Chief of Party USAID Kinerja


(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar Chief of Party USAID Kinerja ... 1

Daftar Isi ... 2

Tata Kelola Kemitraan Bidan dan Dukun Membantu Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak ... 7

Situasi sebelum program dilakukan ... 7

Bentuk inovasi... 9

Proses pelaksanaan program ... 14

Anggaran yang diperlukan ... 17

Hasil dan dampak program ... 18

Monitoring dan evaluasi ... 22

Tantangan yang dihadapi ... 23

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 25

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 26

Informasi kontak ... 28

Meningkatkan Tata Kelola Promosi ASI Eksklusif dan Insiasi Menyusui Dini ... 29

Situasi sebelum program dilakukan ... 29

Bentuk inovasi... 30

Proses pelaksanaan program ... 36

Anggaran yang diperlukan ... 41

Hasil dan dampak program ... 43

Monitoring dan evaluasi ... 48

Tantangan yang dihadapi ... 49

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 52

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 55

Informasi kontak ... 57

Meningkatkan Kualitas Ante Natal Care Menggunakan Kartu Kontrol dan SOP ... 58

Situasi sebelum program dilakukan ... 58

Bentuk inovasi... 59

Proses pelaksanaan program ... 63

Anggaran yang diperlukan ... 66

Hasil dan dampak program ... 66

Monitoring dan evaluasi ... 68


(4)

Tantangan yang dihadapi ... 69

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 70

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 71

Informasi kontak ... 72

Kantong Persalinan: Inovasi Sistem Informasi Ibu Hamil dan Bersalin ... 73

Situasi sebelum program dilakukan ... 73

Bentuk inovasi... 74

Proses pelaksanaan program ... 77

Anggaran yang diperlukan ... 79

Hasil dan dampak program ... 79

Monitoring dan evaluasi ... 81

Tantangan yang dihadapi ... 82

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 83

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 84

Informasi kontak ... 86

Pengelolaan Pengaduan: Sarana Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Manajemen Puskesmas ... 87

Situasi sebelum program dilakukan ... 87

Bentuk inovasi... 89

Proses pelaksanaan program ... 94

Anggaran yang diperlukan ... 97

Hasil dan dampak program ... 97

Monitoring dan evaluasi ... 99

Tantangan yang dihadapi ... 100

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 101

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 102

Informasi kontak ... 103

Meningkatkan Mutu Manajemen Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Melalui Janji Perbaikan Layanan: Hasil Pembelajaran dari Puskesmas Sumberasih... 104

Situasi sebelum program dilakukan ... 104

Bentuk inovasi... 105

Proses pelaksanaan program ... 108


(5)

Anggaran yang diperlukan ... 110

Hasil dan dampak program ... 111

Monitoring dan evaluasi ... 114

Tantangan yang dihadapi ... 115

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 116

Hasil pembelajaran dan evaluasi ... 117

Informasi kontak ... 118

Mencegah Pernikahan Anak Melalui Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Remaja: Hasil Pembelajaran dari Kabupaten Bondowoso ... 119

Situasi sebelum program dilakukan ... 119

Bentuk inovasi... 121

Proses pelaksanaan program ... 124

Anggaran yang diperlukan ... 126

Hasil dan dampak program ... 127

Monitoring dan evaluasi ... 130

Tantangan yang dihadapi ... 131

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 132

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 134

Informasi kontak ... 136

Magang Bidan Desa di Rumah Sakit Umum Daerah Luwu... 137

Situasi sebelum program dilakukan ... 137

Bentuk inovasi... 138

Proses pelaksanaan program ... 141

Anggaran yang diperlukan ... 144

Hasil dan dampak program ... 145

Monitoring dan evaluasi ... 147

Tantangan yang dihadapi ... 150

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 151

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 152

Informasi kontak ... 155

Kemitraan strategis bidan dan dukun di Kabupaten Kubu Raya: Replikasi Program USAID Kinerja ... 156


(6)

Situasi sebelum program dilakukan ... 156

Bentuk inovasi... 157

Proses pelaksanaan program ... 159

Anggaran yang diperlukan ... 160

Hasil dan dampak program ... 161

Monitoring dan evaluasi ... 161

Tantangan yang dihadapi ... 162

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 163

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 164

Informasi kontak ... 165

Penanganan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kota Jayapura Dengan Melibatkan Masyarakat ... 166

Situasi sebelum program dilakukan ... 166

Bentuk inovasi... 169

Proses pelaksanaan program ... 174

Anggaran yang diperlukan ... 175

Hasil dan dampak program ... 176

Monitoring dan evaluasi ... 188

Tantangan yang dihadapi ... 189

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 190

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 190

Informasi kontak ... 192

Puskesmas Bubakan Tingkatkan Mutu Manajemen dan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Melalui Mekanisme Pengaduan: Replikasi Program USAID Kinerja ... 194

Situasi sebelum program dilakukan ... 194

Bentuk inovasi... 195

Proses pelaksanaan program ... 197

Anggaran yang diperlukan ... 200

Hasil dan dampak program ... 200

Monitoring dan evaluasi ... 203

Tantangan yang dihadapi ... 205

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 206


(7)

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 206

Informasi kontak ... 209

Kerjasama Masyarakat dan Puskesmas Tingkatkan Mutu Manajemen dan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Yosowilangun ... 210

Situasi sebelum program dilakukan ... 210

Bentuk inovasi... 212

Proses pelaksanaan program ... 214

Anggaran yang diperlukan ... 220

Hasil dan dampak program ... 220

Monitoring dan evaluasi ... 223

Tantangan yang dihadapi ... 224

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 225

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 227

Informasi kontak ... 229

Sekilas tentang USAID Kinerja ... 230

Pendekatan strategis USAID Kinerja ... 230

Program kesehatan USAID Kinerja ... 230


(8)

Program kesehatan USAID Kinerja bekerjasama dengan pemerintah daerah dan puskesmas meningkatkan pelayanan kesehatan di tiga sektor: Persalinan Aman, ASI Eksklusif dan Inisasi Menyusui Dini, serta Manajemen Puskesmas.


(9)

Tata Kelola Kemitraan Bidan dan Dukun Membantu Meningkatkan

Kesehatan Ibu dan Anak

Situasi sebelum program dilakukan

Pemerintah Indonesia sudah bekerja keras untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), terutama tujuan ke-5 yang terkait penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Indonesia diharapkan dapat mencapai target MDGs, yaitu menurunkan AKI sebanyak 75% atau 112 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup sebelum tahun 2015. Namun, menurut Survei Demografi Kesehatan (SDKI) 2012 alih-alih menurun, AKI di Indonesia meningkat secara drastis dari 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Melihat jumlah AKI yang semakin meningkat ini, United Nations Population Fund (UNFPA) menilai Indonesia sebagai salah satu dari sepuluh negara paling berbahaya bagi ibu hamil.

Salah satu penyebab tingginya AKI adalah persalinan yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan tidak dilakukan di fasilitas kesehatan. Situasi ini masih banyak ditemukan di daerah pedesaan. Banyak masyarakat memilih bersalin dengan bantuan dukun karena berbagai alasan; antara lain, dukun dianggap lebih berpengalaman, memiliki kekuatan spritual, lebih murah, selalu siap setiap saat, dan memahami budaya setempat. Namun, dukun tidak terlatih secara medis dalam menolong persalinan dan sebagian besar kurang memahami prosedur persalinan aman.

Di sisi lain, banyak masyarakat menganggap bidan terlalu muda dan kurang berpengalaman, mahal, kurang mahir dalam menolong persalinan, serta tidak dapat berkomunikasi dengan masyarakat (kurang lancar berbahasa daerah, dan tidak memiliki hubungan dekat dengan masyarakat), dan tidak selalu siap setiap saat karena mereka tidak tinggal di desa. Persepsi ini makin mendorong masyarakat, terutama keluarga yang tinggal di daerah terpencil dan jauh dari fasilitas kesehatan, untuk memilih bersalin dengan pertolongan dukun.


(10)

Untuk mengatasi tantangan diatas, Kementerian Kesehatan mencanangkan program kemitraan bidan dan dukun (KBD) sejak dua dekade lalu. Ada dua daerah yang sukses dalam penerapan program KBD yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, dan Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan. Keduanya bertujuan sama, yaitu mendorong kerjasama antara bidan terlatih dan dukun bayi di desa-desa setempat. Yang membedakan kedua program ini adalah cara pelaksanaan dan bentuk insentif yang digunakan. Meskipun ada perbedaan dalam mekanisme pelaksanaannya, peningkatan tata kelola kemitraan bidan dan dukun di dua daerah tersebut mengurangi AKI di masing-masing daerah dan mempererat hubungan bidan, dukun dan masyarakat.

Aceh Singkil, Provinsi Aceh

Di Kabupaten Aceh Singkil, program kemitraan bidan dan dukun dimulai pada tahun 2011. Sebelum program ini dijalankan, tingkat kematian ibu dan ibu bersalin cukup tinggi. Pada tahun 2011, lima ibu hamil/ ibu bersalin dan 35 bayi meninggal dunia. Pada tahun tersebut, sekitar 30% persalinan di Aceh Singkil ditolong oleh dukun bayi, 66% ditolong oleh bidan, dan 4% ditolong oleh dokter.

Gambar 1. Ibu bersalin di rumah dengan pertolongan dukun. Sebelum program kemitraan bidan dan dukun dilakukan, banyak ibu lebih memilih bersalin dengan dukun.


(11)

Kabupaten Aceh Singkil memiliki 110.000 penduduk yang tersebar di daerah pegunungan, pinggir sungai, pinggir laut dan kepulauan. Kabupaten ini memiliki 122 dukun dan hanya 11 puskesmas termasuk satu Puskesmas rawat inap (Puskesmas Singkil) dan dua Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar). Daerah ini memiliki satu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tetapi belum RS mampu PONEK (Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif). Kondisi geografis yang sulit dan terbatasnya fasilitas kesehatan ini menyebabkan banyak ibu bergantung pada dukun untuk menolong persalinan mereka.

Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan

Di Kabupaten Luwu, masih banyak ibu hamil memilih untuk bersalin dengan pertolongan dukun. Sekitar 10% persalinan ditolong dukun, tapi di beberapa kecamatan di wilayah pegunungan, persentase ini lebih tinggi, sekitar 20% sampai 30%.

Kabupaten Luwu memiliki penduduk sekitar 330.000 jiwa yang tinggal tersebar di pinggir laut maupun pegunungan. Seperti Aceh Singkil, Kabupaten Luwu belum memiliki fasilitas kesehatan yangdapat memberikan pelayanan yang memadai . Di Kabupaten ini terdapat 21 Puskesmas; tujuh diantaranya mampu memberikan rawat inap, dan enam telah mampu PONED,namun tidak ada Rumah Sakit PONEK. Kondisi geografis yang sulit dan terbatasnya fasilitas kesehatan menyebabkan angka kematian ibu dan bayi di kabupaten ini tinggi; angka kematian ibu di Kabupaten Luwu tertinggi ke dua dan angka kematian bayi tertinggi ke empat di Sulawesi Selatan. Pada tahun 2012, lima belas ribu ibu dan 49 bayi meninggal. Penyebab utama kematian ibu adalah pendarahan dan hipertensi. Selain itu, budaya melahirkan di rumah juga menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kematian ibu dan bayi.

Bentuk inovasi

Meskipun program Kemitraan Bidan dan Dukun sudah dicanangkan sejak lama, program ini belum berjalan dengan baik. Pelaksanaan program ini masih memiliki beberapa kekurangan, antara lain proses pembuatan kesepakatan kemitraan sangat top down dari Dinas Kesehatan atau puskesmas, kurang mengakomodasi kepentingan dukun, kurang memberikan penghargaan/ insentif kepada dukun, kurang melibatkan


(12)

Gambar 2. Dukun dan bidan menandatangani MoU.

masyarakat dalam proses pembuatan kesepakatan hingga monitoring, dan dinas kesehatan serta puskesmas kurang melakukan monitoring terhadap kemitraan yang sudah ada. Berdasarkan kondisi tersebut, Kinerja melakukan inovasi untuk meningkatkan tata kelola program Kemitraan Bidan dan Dukun yang mencakup:

1. Partisipasi. Kinerja melalui Organisasi Mitra Pelaksananya (OMP) menyelenggarakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan program kemitraan bidan dan dukun dengan melibatkan masyarakat, kepala desa, tokoh masyarakat, puskesmas, bidan, dukun dan media. OMP menyelenggarakan berbagai forum/pertemuan (lokakarya, diskusi, dan lainnya) dengan melibatkan pihak-pihak tersebut yang tergabung dalam forum multi-stakeholder (MSF) untuk mendapatkan masukan/dukungan dari berbagai pihak seperti alokasi dana desa untuk insentif dukun, pembuatan nota kesepakatan/memorandum of understanding (MoU), serta pengawasan pelaksanaan MoU.

2. Transparansi. Perumusan dan penandatanganan MoU dilakukan secara terbuka dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Bahkan di beberapa daerah, penandatanganan ini dihadiri dan disaksikan oleh Bupati/ Walikota. Kemudian, perjanjian ini disosialisasikan kepada seluruh masyarakat. Selain itu, program ini juga melibatkan bidan yang sedang magang di ruma sakit untuk meyakinkan masyarakat bahwa bidan memiliki keahlian yang baik untuk menolong persalinan.

3.

3. Akuntabel. MoU yang sudah disepakati perlu dipastikan bahwa setiap butir dalam perjanjian itu dapat dipertanggung-jawabkan. Untuk itu, dukun dan bidan memiliki catatan tertulis tentang jumlah ibu hamil yang dirujuk oleh dukun atau jumlah ibu hamil yang ditolong bersama dengan dukun. Ini membantu dukun dalam


(13)

perkiraan insentif yang perlu dibayar, serta membantu Puskesmas dan Dinas Kesehatan tahu situasi nyata di desa dengan dukun.

4. Responsif, pemangku kepentingan di kecamatan seperti kepala puskesmas, bidan koordinator, kepala desa, MSF dan camat segera menindaklanjuti setiap tantangan dan hambatan dalam implementasi program Kemitraan Bidan dan Dukun.

Keterbukaan dan keterlibatan aktif semua pihak sangat diperlukan dalam melaksanakan program Kemitraan Bidan dan Dukun sehingga program ini menjadi program yang saling menguntungkan bagi bidan dan dukun untuk mendukung persalinan aman. Dalam program Kemitraan Bidan dan Dukun yang didukung Kinerja, bidan dan dukun berbagi peran yang penting; bidan menjadi penolong utama persalinan dan dukun menjadi mitra bidan untuk merawat ibu dan bayi pada masa kehamilan, saat bersalin dan masa nifas. Dukun juga sering dianggap penting oleh ibu bersalin karena dapat memberikan kekuatan psikologis bagi ibu.

Aceh Singkil, Provinsi Aceh

Program percontohan Kemitraan Bidan dan Dukun di Aceh Singkil dilaksanakan tahun 2012 di dua desa di Kecamatan Singkil. Dua tahun setelah program kemitraan ini dijalankan, jumlah ibu melahirkan dengan pertolongan bidan di kedua desa tersebut naik dua kali lipat dan risiko terhadap ibu hamil turun drastis. Melihat keberhasilan ini, Dinas Kesehatan Aceh Singkil memutuskan untuk mereplikasikan program Kemitraan Bidan dan Dukun di 29 desa lain di Kecamatan Singkohor, Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan Danau Paris, dan Kecamatan Kuta Baharu.

Bentuk kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil sangat unik. Seperti program kemitraan bidan dan dukun di banyak daerah di Indonesia, salah satu penyebab kegagalan program ini di Aceh Singkil adalah kurangnya insentif terhadap dukun. Mereka merasa kurang dihormati dan menganggap bidan mengambil mata pencaharian mereka. Untuk mengatasi tantangan ini, Dinas Kesehatan Aceh Singkil memutuskan untuk memberikan insentif yang lebih besar kalau dukun itu bermitra dengan bidan.


(14)

Dukun yang bermitra diberikan honor sebanyak Rp. 100.000 per bulan dari Dinas Kesehatan dan Rp. 50.000 dari desa melalui dana gampong (Alokasi Dana Desa atau ADD); dukun juga diberi Rp. 50.000 dari dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tiap kali mendampingi bidan dalam persalinan di fasilitas kesehatan. Oleh karena ini, dukun di Aceh Singkil merasa senang bermitra karena mata pencahariannya tidak dihilangkan. Sistem insentif seperti ini sangat unik.

Selain itu, di setiap desa yang berpartisipasi, MoU kemitraan disusn secara partisipatif dan terbuka melibatkan berbagai pihak, seperti dinas kesehatan, kepala puskesmas, bidan desa, dukun dan masyarakat. Mereka aktif memberikan kontribusi terhadap isi MoU. Kemudian, semua MoU ditandatangani oleh bidan dan dukun di acara masyarakat yang disaksikan oleh kepala puskesmas, kepala dinas kesehatan, kepala desa dan anggota masyarakat. Penandatanganan MoU yang dilakukan secara terbuka ini membuat para pihak yang bermitra merasa dirinya penting dan menganggap perjanjian tersebut resmi dan penting sehingga akan meningkatkan kepatuhan terhadap isi MoU.

Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan

Bentuk kemitraan bidan dan dukun yang unik juga terjadi di Puskesmas Bajo Barat yang terletak di wilayah pegunungan di Kabupaten Luwu. Perjalanan dari Bajo Barat ke kota Belopa (ibu kota Luwu) membutuhkan satu sampai dua jam dan sangat tergantung cuaca. Keadaan ini menyebabkan Puskesmas Bajo Barat menjadi satu-satunya fasilitas kesehatan terdekat yang cepat dijangkau oleh masyarakat di Kec. Bajo Barat. Untungnya, Puskesmas Bajo Barat sudah bisa menerima pasien rawat inap.

Untuk mendorong para ibu bersalin dengan pertolongan tenaga kesehatan professional di fasilitas kesehatan, Puskesmas Bajo Barat menerapkan biaya persalinan yang lebih murah kepada ibu yang bersalin di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Pondok Persalinan Desa/ Polindes, yaitu sebesar Rp. 600.000 yang ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun, para bidan desa tetap siap membantu persalinan di rumah dengan biaya yang lebih mahal, Rp. 700.000. JKN akan menanggung


(15)

Rp.600.000 dan ibu yang melahirkan harus membayar sendiri sisanya. Biaya yang lebih mahal bagi ibu yang melahirkan di rumah ini merupakan salah satu strategi untuk mendorong ibu hamil bersalin di fasilitas kesehatan; walaupun sekarang sudah lebih banyak persalinan di Puskesmas, bidan setempat masih mempertimbangkan peningkatan ongkos persalinan di rumah agar tidak lagi ada persalinan di rumah.

Seperti di Kabupaten Aceh Singkil, dukun beranak di Kecamatan Bajo Barat mendapat insentif jika merujuk ibu hamil dan ibu bersalin ke bidan. Para dukun tersebut menerima Rp. 100.000 hingga 250.000 yang diambil dari biaya persalinan. Walaupun insentif ini relative kecil, dukun menganggapnya sebagai tanda apresiasi dari bidan atas upaya mereka.

Pada tahun 2014, Puskesmas Bajo Barat dan MSF melakukan advokasi kepada anggota DPRD Kabupaten Luwu untuk meningkatkan insentif yang diberikan kepada dukun. Anggota DPRD sangat terkesan dengan kemitraan bidan dan dukun di Kecamatan Bajo Barat dan setuju untuk mengalokasikan dana untuk insentif dukun sebesar Rp. 300.000 per rujukan di anggaran kesehatan 2015.

Gambar 3. Bidan memberikan insentif bagi dukun.


(16)

Selain itu, Puskesmas Bajo Barat juga meningkatkan kompetensi bidan untuk mendukung program Kemitraan Bidan dan Dukun. Puskesmas Bajo Barat memiliki empat bidan puskesmas dan sembilan bidan desa. Bidan koordinator bertugas memastikan semua bidan desa tinggal di desa sesuai dengan kewajiban dan tanggungjawab mereka. Bidan koordinator juga memastikan semua bidan mempunyai bidan kit. Ini merupakan upaya yang luar biasa di Luwu karena hanya 39 dari 233 (17%) bidan yang telah memiliki bidan kit. Para bidan ini juga melakukan pertemuan tahunan dengan dukun untuk menilai keberhasilan dan mengatasi masalah dalam program Kemitraan Bidan dan Dukun. Bidan yang tidak mematuhi kesepakatan akan mendapat sanksi.

Melalui penyediaan bidan kit dan pertemuan tahunan, dukun beranak di Kecamatan Bajo Barat dapat melihat bahwa para bidan memiliki ketrampilan dan kemampuan yang baik untuk menolong persalinan, sehingga para dukun merasa lebih nyaman untuk merujuk ibu hamil dan ibu bersalin ke bidan.

Proses pelaksanaan program

Pelaksanaan tata kelola Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Aceh Singkil dan Luwu memiliki kemiripan, yaitu:

1. Identifikasi persoalan program kemitraan bidan dan dukun

Meskipun program Kemitraan Bidan dan Dukun sudah ada, tetapi belum ada kesepakatan tertulis yang dirancang khusus untuk mendukung kemitraan ini. Untuk memfasilitasi pelaksanaan inovasi tata kelola Kemitraan Bidan dan Dukun, Kinerja bekerja sama dengan LSM lokal (Organisasi mitra pelaksana) DAUN dan FIK ORNOP di Luwu.

Langkah pertama dalam pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun adalah identifikasi persoalan terkait persalinan aman melalui pertemuan yang melibatkan pihak pemerintah maupun non-pemerintah. Pertemuan ini dihadiri oleh Kepala Puskesmas, bidan koordinator, bidan desa, kader kesehatan, kepala


(17)

desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, perwakilan Ikatan Bidan Indonesia (IBI), perwakilan kelompok remaja, media, anggota Dewan Kesehatan, dan beberapa LSM setempat.

Pertemuan ini mengidentifikasi penyebab rendahnya persalinan dengan pertolongan bidan, antara lain ketidakpercayaan publik terhadap kemampuan bidan yang baru lulus pendidikan kebidanan dan ditempatkan di desa, anggapan bahwa bidan kurang berpengalaman dan tidak bisa berbahasa daerah, hubungan dukun dan bidan setempat yang kurang erat, keinginan masyarakat, kebutuhan tenaga kesehatan, dan keadaan fasiltas kesehatan.

2. Pembentukan Forum Multi-stakeholder (MSF)

MSF dibentuk untuk melakukan advokasi, mediasi, monitoring dan evaluasi pelayanan kesehatan dan cakupannya, termasuk program Kemitraan Bidan dan Dukun. Forum ini beranggotakan berbagai elemen masyarakat, yaitu pemerintah, LSM kesehatan, dan tokoh yang berminat dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan.

3. Koordinasi Informal

Organisasi Mitra Pelaksana Kinerja memfasilitasi puskesmas untuk melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan tentang hasil dari identifikasi tersebut dan menyusun rencana kegiatan untuk mengatasi masalah tersebut.

4. Membangun persepsi lintas sektor tentang pentingnya kemitraan

Lokakarya mini diadakan untuk menyepakati inti-inti kemitraan bidan dan dukun. Yang perlu disetujui secara bersama adalah pembagian tugas dan tanggung jawab serta pembagian fee biaya melahirkan yang pernah disepakati antara bidan dan dukun. Persetujuan ini ditulis dalam draft MoU Kemitraan Bidan dan Dukun. Pertemuan ini dihadiri oleh bidan, dukun, kepala desa, tokoh agama, tenaga kesehatan, kepala puskesmas, dan Dinas Kesehatan.


(18)

Pertemuan ini bertujuan membangun persepsi yang sama terhadap kemitraan bidan dan dukun serta mendapat dukungan dari pemangku kepentingan yang ada. Misalnya, di Aceh Singkil, dukungan kepala desa sangat penting – kepala desa membuat surat keputusan dan mengalokasikan dana dari Alokasi Dana Desa (ADD) sebanyak Rp. 50.000 per dukun per bulan sebagai honor. Dinas Kesehatan yang juga mengikuti lokakarya tersebut memutuskan untuk menambahkan honor bulanan dukun sebesar Rp. 100.000 dari APBD. Semua pihak juga menyetujui untuk memberikan insentif tambahan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp. 50.000 untuk tiap persalinan dirujuk oleh dukun ke Puskesmas. Maka dalam lokakarya ini, juga ada kesepakatan tentang hak dan kewajiban dukun dan bidan terhadap kehamilan dan persalinan.

5. Surat Keputusan Kepala Desa tentang insentif dukun

Untuk menjamin dan memformalkan insentif bagi dukun yang bermitra, kepala desa membuat dan mengumumkan surat keputusan. Hal tersebut memberikan dasar hukum yang kuat dan berkelanjutan kepada kemitraan bidan dan dukun.

6. Penandatanganan MoU antara bidan dan dukun

Setelah menyepakati ketentuan perjanjian kemitraan, baik bidan dan dukun menandatangani sebuah MoU atau nota kesekapatan. Penandatanganan ini disaksikan oleh camat, kepala desa, kepala Puskesmas, kepala Dinas Kesehatan, perwakilan IBI, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. MOU tersebut disepakati sebagai acuan kerjasama yang mengikat, dan akan diperbahrui setiap tiga tahun sekali sesuai dengan perkembangan yang ada.

7. Monitoring kemitraan

Pelaksanaan MOU bidan dan dukun di tingkat lapangan selalu dimonitor secara berkala oleh multi-stakeholder forum (MSF) kesehatan di tingkat Kecamatan. Jika ditemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan MOU, maka MSF akan melaporkannya kepada pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan secara berjenjang untuk dicarikan solusinya. Bidan desa juga berwajib monitoring


(19)

kemitraan, dan harus melaporkan dukun yang melanggar kesepakatan kepada bidan koordinator.

8. Replikasi

Di Aceh Singkil, proses replikasi kemitraan bidan dan dukun mengikuti proses yang sama dengan proses yang diuraikan di atas. Berdasarkan ketertarikan desa, 29 desa terpilih untuk mereplikasikan program kemitraan bidan dan dukun.

Di Luwu, Surat Keputusan Kepala Dinas Nomor 341.a/Dinkes/TU-2/III/2014 menunjuk sembilan Puskesmas baru untuk melakukan perbaikan manajemen Puskesmas; salah satu program dalam perbaikan ini adalah kemitraan bidan dan dukun. Ini merupakan dampak keberhasilan proyek percontohan di tiga Puskesmas. Proses replikasi kemitraan bidan dan dukun mengikuti proses yang sama dengan proses diuraikan di atas.

Anggaran yang diperlukan

Implementasi dan replikasi kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil dan Luwu mendapat dukungan anggaran dari beberapa pihak seperti tercantum pada tabel di bawah ini:

No Kabupaten dan sumber 2012 (Rp) 2013 (Rp) 2014 (Rp) I Kabupaten Aceh Singkil

1. Dinas Kesehatan 56.250.000 37.577.000 80.000.000

2. Puskesmas Singkil (BOK) 146.000.000

3. 5 Puskesmas (JKN) 50.000/persalin

an 4. Yayasan DAUN (dari

USAID-KINERJA)

40.000.000 25.000.000

5. Yayasan DAUN (kontribusi 141.000.000


(20)

lain)

6. 31 desa 50.000/bulan/

dukun

50.000/bulan/du kun

II Kabupaten Luwu

1. Dinas Kesehatan 50.000.000 117.600.000 100.000.000 2. FIK ORNOP (dari

USAID-KINERJA)

183.105.000 100.000.000

3. 3 Puskesmas (JKN) 50.000/persalin

an

Hasil dan dampak program

Kepercayaan antara bidan dan dukun telah meningkat di kecamatan yang bermitra. Kedua pihak mengakui kemitraan resmi ini memperjelas hak, kewajiban, dan tanggung jawab bidan maupun dukun. Dukun merasa kemitraan ini mempermudah tugas harian mereka, karena sekarang bidan bertanggungjawab untuk tugas medis. Di pihak lain, bidan mengatakan dukun membantu tugas mereka juga, karena bisa berbicara dengan ibu-ibu dan keluarganya, serta memberikan dukungan non-medis selama proses persalinan.

Kepala Puskesmas mengatakan bahwa melalui kemitraan dengan dukun, sekarang bidan Puskesmas lebih cepat mengetahui tentang kehamilan baru di wilayah pembinaannya. Dukun selalu memberitahu bidan tentang ibu hamil dan kondisinya, dan informasi ini mempermudah bidan

menjangkau ibu hamil, menolong persalinan, dan merujuk ibu berisiko tinggi.

Dengan adanya kemitraan bidan dan dukun, ibu hamil dan bersalin sekarang sudah dapat mengakses pelayanan kesehatan profesional dalam bahasa daerah. Dukun

Gambar 4. Ibu periksa kehamilan di puskesmas.


(21)

berperan sebagai jembatan bahasa di desa, dan membantu bidan yang berasal dari luar daerah untuk berkomunikasi lebih lancar dengan pasien.

Diskusi dan lokakarya publik meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan dan persalinan ditolong bidan. Beberapa pengguna layanan sudah menjadi aktivis dan penggerak untuk perbaikan sistem kesehatan.

Aceh Singkil, Provinsi Aceh

Sejak Januari sampai akhir Agustus tahun 2014, 1.047 persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di kelima kecamatan yang sudah mempunyai kemitraan bidan dan dukun. Berdasarkan tren tahun ini sampai sekarang, diperkirakan akan ada 1.570 persalinan ditolong tenaga kesehatan pada akhir tahun 2014. Ini merupakan peningkatan yang signifikan dari tahun 2013, ketika ada 1.509 persalinan ditolong bidan.

Persalinan ditolong tenaga kesehatan, di lima kecamatan yang memiliki kemitraan bidan dan dukun, Kabupaten Aceh Singkil

2011 1.476

2012 1.532

2013 1.509

2014 (prediksi) 1.570

Data yang diolah oleh Puskesmas Singkil menunjukkan penurunan drastis dalam jumlah persalinan ditolong dukun di wilayah pembinaannya, dari 17 pada tahun 2011, delapan pada tahun 2012, dan hanya dua pada tahun 2013. Perlu diketahui juga bahwa kedua persalinan terakhir itu terjadi di desa di luar wilayah proyek percontohan. Tidak ada persalinan ditolong oleh dukun bersalin pada tahun 2014, tetapi dukun tetap mendampingi bidan dalam persalinan di fasilitas kesehatan, seperti diatur dalam ketentuan MoU.


(22)

Persalinan ditolong dukun, Puskesmas Singkil, Kabupaten Aceh Singkil 2011 (tahun pertama Kemitraan Bidan dan Dukun) 17

2012 8

2013 0

Komunikasi kolaboratif antara bidan dan dukun dalam mengembangkan jalur rujukan lebih dini untuk ibu hamil yang membutuhkan bantuan medis dan penyuluhan ante-natal di Aceh Singkil. Ini sangat membantu pihak desa dalam melawan dan memberantas sebuah mitos yang mengatakan jika ibu hamil memberitahu tenaga kesehatan tentang kehamilannya sejak awal, calon bayi akan rentan terkena guna-guna atau santet. Dukun juga berperan penting dalam mendorong ibu hamil memeriksakan dirinya di fasilitas kesehatan – jumlah ibu diperiksa K1 sudah lebih tinggi dibandingkan tahun 2012. Berdasarkan data K1 dari Januari sampai Augustus 2014, diprediksi 1.739 ibu hamil sudah akan diperiksa salah satu Puskesmas di kelima kecamatan yang melaksanakan kemitraan bidan dan dukun. Jumlah ini lebih dari 100 orang lebih banyak dari jumlah ibu hamil yang periksa K1 dari pada tahun 2012.

Jumlah pemeriksaan K1, di lima kecamatan yang memiliki kemitraan bidan dan dukun, Kabupaten Aceh Singkil

2012 1.603

2013 1.649

2014 (prediksi) 1.739

Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan

Seperti di Aceh Singkil, peningkatan jumlah persalinan ditolong tenaga kesehatan juga terjadi di Luwu. Pada tahun 2011, sebelum ada kemitraan bidan dan dukun, jumlah persalinan ditolong tenaga kesehatan di tiga kecamatan yang melaksanakan kemitraan adalah 730; pada tahun 2013, jumlah ini naik menjadi 778 persalinan ditolong tenaga kesehatan.


(23)

Persalinan ditolong tenaga kesehatan, di ketiga kecamatan yang memiliki kemitraan bidan dan dukun, Kab. Luwu

2011 730

2012 782

2013 778*

*Ada penurunan kecil pada tahun 2013 karena di Kec. Bajo Barat, musim cengkeh dan coklat telah selesai dan sebagian besar pendatang telah pulang ke tempat asalnya.

Di tiga Kecamatan di Luwu yang memiliki kemitraan bidan dan dukun terlihat peningkatan pemeriksaan kehamilan sejak ada program kemitraan. Peningkatan terlihat untuk K1 maupun K4, dan disebabkan oleh informasi kehamilan yang disampaikan oleh dukun beranak kepada bidan desa, serta dorongan dukun kepada ibu hamil untuk periksa di Puskesmas.

Jumlah pemeriksaan K1 dan K4, di ketiga kecamatan yang memiliki kemitraan bidan dan dukun, Kabupaten Luwu

K1 K4

2011 881 670

2012 885 766

2013 879* 697*

** Catatan:

Seperti di tabel sebelumnya, ada penurunan kecil pada tahun 2013 karena di Kec. Bajo Barat, musim cengkeh dan coklat telah selesai dan sebagian besar pendatang telah pulang ke tempat asalnya. Cakupan K4 cukup rendah dibandingkan cakupan K1 karena pendatang tersebut memang diperiksa K1 sampai K3 di Kec. Bajo Barat, tapi sering memulangkan dirinya beberapa bulan sebelum dia akan bersalin.


(24)

Monitoring dan evaluasi

Untuk memahami dampak inisiatif dan mengatasi persoalan yang muncul, monitoring dan evaluasi program kemitraan bidan dan dukun dilakukan secara rutin di Aceh Singkil maupun Luwu. Tiap Puskesmas yang terlibat dalam

program bertanggungjawab untuk memastikan efisiensi dan efektivitas kemitraan. Bidan koordinator dari tiap Puskesmas melakukan kunjungan bulanan ke desa-desa di wilayah pembinaannya agar kepatuhan MoU dapat dinilai dan hasil program dapat dibandingkan dengan tujuan yang diharapkan. Bidan koordinator juga mencatat data tentang ibu

hamil, ibu nifas, dan bayi – data ini nanti dikumpulkan oleh Dinas Kesehatan setempat untuk evaluasi program kemitraan bidan dan dukun. Data ini termasuk jumlah persalinan ditolong tenaga kesehatan, dan persentase ibu hamil yang diperiksa empat kali seperti direkomendasi.

Di Aceh Singkil, selain evaluasi dilakukan pemerintah setempat, Dewan Kesehatan juga terlibat dalam kunjungan lapangan untuk monitoring kemajuan dan hasil program terkait cakupan pelayanan kesehatan. Anggota Dewan Kesehatan membahas kemajuan dan hasil inisiatif bersama dukun dan bidan desa, dan rekomendasinya digabungkan dalam perencanaan Dinas Kesehatan.

Salah satu contoh dampak program dari kegiatan monitoring dan evaluasi adalah pembuatan kartu medis darurat di Aceh Singkil. Kartu ini diciptakan sesudah ditemukan bahwa penduduk desa ingin bisa langsung menghubungi bidan desa, kepala desa, polindes, puskesmas, dan Dewan Kesehatan. Kartu ini untuk memastikan ibu hamil dan keluarganya mempunyai nomor kontak dan dapat mengubungi pelayanan medis darurat seperti ambulans dan bidan saat dibutuhkan, serta menyampaikan masukan dan saran kepada Kepala Desa dan Dewan Kesehatan kalau ada keadaan kurang baik.

“Dengan adanya kemitraan ini saya terbantu..bisa berkomunikasi dengan pasien dan masyarakat.”

- Rahma Efrida Pohan Bidan Desa Rantau

Gedang


(25)

Di Luwu, kemitraan bidan dan dukun juga dimonitor dan dievaluasi oleh kelompok masyarakat seperti MSF yang pedulikan pelayanan kesehatan. MSF ini berada di tingkat Kabupaten maupun Kecamatan, dan MSF Kecamatan sering mengikuti lokakarya bulanan di Puskesmas setempat untuk mengambil informasi dan memberikan masukan. Sebagian besar anggota MSF adalah masyarakat, dan pendapatnya sebagai pengguna layanan sangat penting untuk memperbaiki mutu pelayanan kesehatan diberikan oleh Puskesmas dan fasilitas kesehatan lain. MSF Kecamatan juga melakukan monitoring kemitraan bidan dan dukun melalui diskusi informal dengan para dukun, bidan desa, ibu hamil, dan ibu nifas untuk menemukan kemungkinan persoalan.

Tantangan yang dihadapi

Tantangan utama yang dihadapi selama pelaksanaan adalah budaya yang masih kental, serta penolakan masyarakat terhadap perubahan. Puskesmas di Aceh Singkil maupun Luwu sudah sering mengadakan kampanye dan program promosi kesehatan ibu dan anak, tetapi dampak dari kegiatan ini terkait perubahan perilaku dan kepercayaan agak kurang.

Ketidakpedulian masyarakat terhadap kapasitas dukun yang kurang memahami aspek medis dalam pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pelayanan nifas menjadikan dukun tetap menjadi pilihan utama masyarakat. Sementara itu, bidan desa kurang bisa berinteraksi dengan masyarakat karena kurang bisa berbahasa daerah sehingga tidak bisa berkomunikasi tentang aspek kehamilan, persalinan, maupun nifas.

Kadang-kadang, komitmen bidan dan dukun terhadap kemitraan berkurang, tetapi upaya monitoring masyarakat dan dinas kesehatan dapat mempertahankan dan memperkuat perasaan kepemilikan program, dan mengatasinya saat muncul persoalan.

Kesinambungan peran multi-stakeholder forum dan Dewan Kesehatan dalam memantau kemitraan juga menjadi tantangan utama. Karena MSF dibentuk oleh anggota masyarakat, MSF tidak memiliki sumber dana, kecuali dana pribadi dari anggota. Ini menyulitkan MSF melakukan tugasnya seperti monitoring dan evaluasi.


(26)

Namun, persoalan ini bisa diatasi kalau Puskesmas mengalokasikan kegiatan monitoring bersama dengan MSF bersumber dana Bantuan Operasional Kesehatan BOK.

Pendekatan berbasis masyarakat memunculkan kesempatan bagi pelaksana program untuk bertemu dengan ibu hamil dan keluarganya, serta tokoh masyarakat dan agama yang berpengaruh, dan membahas manfaat kemitraan bidan dan dukun untuk desa mereka. Anggota masyarakat merasa dihargai karena diajak berunding dan dilibatkan dalam pembentukan dan pelaksanaan program, dan oleh karena ini, penduduk desa lebih terbuka untuk menerima adanya kemitraan bidan dan dukun. Penggabungan dukun di dalam sebuah ‘tradisi baru’, yaitu persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, mengatasi perlawanan masyarakat terhadap perubahan perilaku, serta menghormati posisi dukun di masyarakat telah memperluas akses ibu hamil kepada pelayanan kesehatan aman dan modern.

Gambar 5. Kader kesehatan menimbang bayi. Peran masyarakat sangat penting untuk membantu puskesmas menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas.


(27)

Keberlanjutan dan peluang replikasi

Sejak program diawali pada tahun 2012, kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil dan Luwu sudah menjadi lebih stabil dan berkelanjutan. Salah satu tantangan utama dialami seluruh Indonesia dalam implementasi kemitraan tersebut adalah dukun sering merasa tidak mendapatkan penggantian penghasilan ketika mereka merujuk ibu hamil ke tenaga kesehatan. Bentuk kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil sangat unik dalam mengatasi persoalan ini, melalui honor bulanan dari Dinas Kesehatan maupun desa dan insentif rujukan dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan JKN. Para dukun merasa senang dengan kesepakatan baru ini, karena masih bisa mendapatkan rezeki sambil menjalankan tugas harian dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak di desa.

Peresmian hubungan antara dukun dan bidan dengan penyusunan dan penandatanganan MoU adalah langkah kunci untuk memastikan keberlanjutan. Kedua pihak yang bermitra mempunyai kesepahaman yang jelas tentang peran dan tanggungjawabnya, dan bisa membaca ulang MoU jika diperlukan. Adanya MoU juga memperjelas sanksi-sanksi apabila ketentuannya tidak diikuti.

Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dan Luwu mendukung pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun secara aktif. Di banyak daerah lain yang sudah melaksanakan kemitraan ini, sebagian besar pemerintah kurang memperhatikan programnya dan menjadikannya sebagai tanggung jawab bidan dan Puskesmas. Akan tetapi di Aceh Singkil, Dinas Kesehatan tidak hanya mengalokasikan insentif dana untuk dukun tetapi juga menerbitkan surat keputusan. Surat resmi seperti ini berstatus tinggi di mata staf pemerintah maupun masyarakat, dan sangat mendorong orang untuk menjadi terlibat dalam kegiatan terkait kemitraan bidan dan dukun.

Program ini juga didukung baik oleh masyarakat setempat. Ibu hamil sekarang dapat menerima pelayanan kesehatan modern dari bidan maupun dukungan kejiwaan dari dukun. Ini membantu mengatasi persoalan jika ada ibu hamil yang ingin bersalin di fasilitas kesehatan, misalnya, tetapi ibunya atau neneknya ingin dia mengikuti tradisi


(28)

dan bersalin dengan dukun. Di Aceh Singkil dan Luwu, sekarang ibu hamil mendapatkan bantuan dukun serta bidan, dan menerima perawatan medis, tubuh maupun jiwa.

Keberhasilan kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil dan Luwu dalam menggabungkan pelayanan kesehatan tradisional dan modern dapat membantu bukan hanya kabupaten tersebut tetapi juga seluruh Republik Indonesia. Sukses program ini bisa berdampak kepada kebijakan kesehatan di tiap tingkat, apalagi pada saat ini menjelang berakhirnya tahun pencapaian target MDGs. Kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil dan Luwu membuktikan bahwa sistem kepercayaan tradisional bisa diubah selama beberapa tahun melalui pendekatan yang sensitif pada budaya dan pemberian insentif dan kesinambungan penganggaran dan monitoring. Kemitraan bidan dan dukun yang se-inovatif bentuknya seperti di Aceh Singkil dan Luwu bisa diperluas di seluruh Indonesia, dengan stuktur yang jelas, mekanisme insentif yang mencukupi, dan mudah dilaksanakan.

Hasil pembelajaran dan rekomendasi

Inisiatif kemitraan bidan dan dukun ini berhasil karena ada komitmen tinggi dari pemerintah dan tokoh masyarakat. Tanpa upaya kerjasama ini, kemitraan tersebut tidak akan diterima oleh masyarakat dan perubahan perilaku pasti belum terjadi. Sebuah pendekatan yang menekankan keterbukaan dan keterlibatan masyarakat terbukti penting agar ada perasaan kepemilikan dan akuntabilitas.

- Partisipasi masyarakat sangat penting bagi keberhasilan. Komitmen kuat dari semua pihak terkait dibutuhkan untuk pelaksanaan, termasuk dinas kesehatan setempat, puskesmas, bidan, dukun, dan kepala desa. Masyarakat kurang bisa memahami atau menerima inisiatif seperti ini jika tidak dilibatkan secara aktif. Direkomendasikan kepada instansi pemerintah, terutama Dinas Kesehatan dan Bappeda, untuk lebih melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan lainnya.


(29)

- Kepercayaan antara para mitra merupakan prasyarat untuk sukses. Salah satu faktor penting dalam keberhasilan kemitraan ini adalah pengakuan dan penghargaan dukun sebagai aktor perubahan dan sumber daya masyarakat yang penting. Melalui kemitraan dengan bidan, para dukun dihargai dan merasa bernilai, dan menjadi unsur kunci dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi. Demikian pula upaya pemahaman kepada para dukun untuk menganggap bidan sebagai pihak yang mampu dan terampil dan dapat menjadi mitra yang baik, ( bukan ancaman mata pencaharian) ketika menolong persalinan, kedua pihak bisa melakukan aktivitasnya dengan lebih efektif.

- Insentif yang sesuai dibutuhkan untuk perubahan perilaku. Adanya insentif dalam dokumen tertulis berbentuk MoU juga lebih meresmikan kemitraan bidan dan dukun. Insentif yang sesuai dan sumber insentif yang jelas merupakan hal penting – dukun di daerah lain di Indonesia sudah tidak tertarik lagi kepada kemitraan karena insentifnya terlalu rendah dan tidak memberikan dukun mata pencaharian yang cukup. Direkomendasikan kepada instansi di tingkat kabupaten/ kota dan desa untuk bekerjasama untuk mengadakan insentif yang cukup untuk dukun.

- Komunikasi diperlukan untuk mempertahankan hubungan kerja yang baik. Kunjungan ke desa secara berkala oleh bidan puskesmas dan pemberian kartu darurat membantu membuka jalur komunikasi dan mengatasi persoalan saat muncul. Pertemuan reguler dapat menciptakan komunikasi terus menerus.

- Perubahan adat dan tradisi budaya tidak mudah. Tradisi sudah dipertahankan selama puluhan tahun dan kalau mau diubah, strategi dan pendekatan yang telah bekerja dan sesuai dengan keadaan setempat, dibutuhkan. Dalam situasi kemitraan bidan dan dukun, penguatan peran dan tanggung-jawab dukun sangat sesuai karena strategi ini mengakui pentingnya dan status dukun di desa. Status dukun juga membantu bidan untuk mensosialisasikan informasi tentang


(30)

pemeriksaan kehamilan dan persalinan aman, karena penduduk desa sudah terbiasa mendengarkan apa yang disampaikan dukun.

Informasi kontak

Aceh Singkil, Provinsi Aceh

Edy Widodo

Kepala Dinas Kesehatan Aceh Singkil

email dan no. telp.: edywidodo1967@gmail.com / 065821202

Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan

H. Abdul Aziz

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Luwu No. telp: (0471) 21145


(31)

Program kesehatan USAID Kinerja bekerjasama dengan pemerintah daerah dan puskesmas meningkatkan pelayanan kesehatan di tiga sektor: Persalinan Aman, ASI Eksklusif dan Inisasi Menyusui Dini, serta Manajemen Puskesmas.


(32)

Meningkatkan Tata Kelola Promosi ASI Eksklusif dan Insiasi

Menyusui Dini

Situasi sebelum program dilakukan

Pemberian air susu ibu (ASI) ekslusif telah terbukti dapat meningkatkan gizi bayi. ASI bukanhanya makanan yang baik untuk anak, tapi juga meningkatkan kekebalan terhadap berbagai penyakit. ASI eksklusif diberikan kepada bayi tanpa makanan atau minuman tambahan selama enam bulan pertama, dan dengan makanan pendamping selama 18 bulan berikutnya hingga bayi mencapa usia dua tahun.

Tingkat pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah, hanya 33,6% bayi di bawah dua tahun yang disusui oleh ibunya (Susenas, 2012). Hal ini sangat dipengaruhi oleh rendahnya pemahaman masyarakat tentang ASI dan kepercayaan setempat. Banyak ibu menganggap ASI tidak cukup membuat bayi kenyang dan kuat sehingga mereka akan memberi makanan tambahan (madu,air kelapa, makanan lembek) meskipun bayi masih dibawah enam bulan. Selain itu, banyak ibu memilih memberikan susu formula kepada bayinya karena menganggap susu tersebut bagus untuk perkembangan bayi, lebih modern dan sehat. Alasan lain, masyarakat menganggap kolostrum (air susu ibu yang keluar pertama kali) sebagai susu rusak dan harus dibuang.

Selain kurangnya pemahaman tentang manfaat ASI, banyak ibu percaya bahwa menyusui akan membuat payudara kendor dan terlihat kurang menarik. Banyak ibu juga memilih susu formula karena mereka malu menyusui di tempat umum, terutama jika tidak tersedia pojok laktasi. Faktor lain yang menyebabkan tingkat pemberian ASI eksklusif rendah adalah promosi susu formula yang gencar termasuk di fasilitas kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit dan bidan praktik dan penjualan dari rumah ke rumah. Kondisi ini diperburuk dengan tenaga kesehatan mendukung penjualan susu formula karena perusahaan susu menjanjikan insentif untuk mereka. Di sisi lain, promosi pemberian ASI eksklusif juga masih kurang, baik dari frekuensi dan strategi promosi serta kurang mendapat dukungan dari dinas kesehatan.


(33)

Banyak puskesmas tidak memiliki rencana tertulis untuk promosi ASI. Penyebaran informasi tentang ASI masih terbatas dilakukan secara lisan di posyandu dan jarang melibatkan masyarakat. Untuk itu, USAID-Kinerja membantu pemerintah daerah meningkatkan promosi kesehatan dengan partisipasi berbagai pihak di luar sektor kesehatan.

Tulisan ini mengupas upaya promosi ASI eksklusif, termasuk inisiasi menyusui dini (IMD) di empat daerah mitra USAID-Kinerja: Kabupaten Bener Meriah di Aceh, Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Probolinggo di Jawa Timur, serta Kota Makassar di Sulawesi Selatan. Tingkat pemberian ASI ekslusif di empat daerah ini tahun 2010 masih relatif rendah. Di Bener Meriah, hanya 40% anak di bawah umur 2 tahun yang mendapat ASI ekslusif. Sementara itu, tingkat pemberian ASI di Tulungagung adalah 52,5%; Kabupaten Probolinggo 34%; serta Kota Makassar 59%.

Bentuk inovasi

Setiap daerah mitra USAID-Kinerja memilih pendekatan yang berbeda untuk mempromosikanASI eksklusif sesuai dengan konteks lokal.

a. Kerjasama KUA dan Puskesmas: Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh Sebelum program Kinerja, masyarakat di Kabupaten Bener Meriah, Aceh sejak dulu percaya terhadap mitos bahwa ASI mengandung bakteri buruk (kepercayaan ini juga disebut dena dalam bahasa setempat) sehingga hampir semua ibu di daerah ini memberikan susu formula kepada bayinya dan beberapa memberikan air beras sebagai makanan tambahan.

Kepercayaan dena ini menyebabkan banyak ibu bersalin menolak saran bidan untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dari bidan. Para ibu memutuskan untuk membuang ASI pertama (kolostrum) karena dianggap basi, dan memutuskan untuk tidak menyusui bayinya.


(34)

Selain kepercayaan lokal yang kuat, masyarakat di Bener Meriah belum memahami manfaat ASI untuk kesehatan bayi dan kurangnya penjelasan bidan desa tentang ASI kepada ibu hamil. Kondisi ini menyebabkan banyak bayi dan anak rentan terhadap berbagai penyakit seperti diare karena kekebalan tubuh mereka (imunitas) rendah dan akibat susu formula yang mudah tercemar dengan bakteri.

Salah satu strategi untuk mendorong dan membantu para ibu untuk menyusui adalah menambahkan materi IMD dan ASI eksklusif dalam kursus wajib calon pengantin (suscatin) yang diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Sejak tahun 2013, tenaga kesehatan (kepala puskesmas dan bidan koordinator) dan kepala KUA kecamatan terlibat dalam suscatin. Mereka menjelaskan tentang manfaat ASI dan IMD serta kajian fiqhnya kepada semua pasangan muslim yang akan menikah. Kajian fiqh ini dirumuskan bersama oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten, Dinas Syariat Islam, Kementerian Agama Kabupaten, Kantor Urusan Agama, Dinas Kesehatan, Puskesmas serta perwakilan tokoh masyarakat.

Suscatin dilakukan di tingkat kecamatan dalam periode tertentu. Setiap calon pengantin akan mengikuti kursus selama satu minggu sebelum jadwal pernikahan berlangsung

Gambar 1. Edukasi ASI Eksklusif dan IMD dilakukan sejak sebelum pernikahan kepada calon ibu.


(35)

Gambar 2. Publikasi larangan promosi dan penjualan susu formula di Puskesmas Kauman.

sesuai dengan tanggal yang diajukan keluarga. Sejak awal tahun 2014 hingga September 2014, Bener Meriah telah melaksanakan lima kali suscatin.

Sejak April 2013 hingga September 2014, semua pasangan yang mengikuti suscatin di ketiga kecamatan mitra Kinerja (Kec. Bukit, Kec. Bandar, dan Kec. Permata) telah mendapat informasi lengkap tentang kesehatan ibu dan anak, persiapan kehamilan dan persalinan, dan pentingnya IMD dan ASI Ekslusif. Semua pasangan juga mendapatkan buku saku fiqih ASI yang dicetak oleh KUA Bener Meriah. Buku saku ini juga tersedia di Puskesmas untuk dibaca ibu-ibu.

b. Pelarangan Susu Formula: Puskesmas Beji, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur

Puskesmas Beji, salah satu puskesmas mitra Kinerja di Kabupaten Tulungagung, melakukan inovasi menarik untuk mendorong IMD dan ASI eksklusif. Puskesmas ini mengambil langkah berani untuk membatalkan perjanjian dengan sebuah perusahaan susu formula. Sejak bulan Mei 2013, staf puskesmas tidak diizinkan lagi menjadi distributor untuk produk susu formula.

Keputusan berani yang diambil oleh kepala Puskesmas ini sejalan dengan tuntutan badan pengawasan masyarakat dan sesuai dengan peraturan daerah yang baru yang melarang peredaran susu formula di sarana pelayanan kesehatan masyarakat. Selain melarang promosi susu formula di lingkungan puskesmas, Puskesmas Beji juga bekerja keras mengedukasi masyarakat danmelawan kepercayaan setempat bahwa bayi menangis hanya karena lapar dan susu formula merupakan makanan terbaik untuk


(36)

bayi. Sejak larangan susu formula ini diberlakukan, tidak ada stok susu formula di Puskesmas Beji dan wilayah binaanya.

c. Kampanye ASI Terintegrasi: Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur Pemerintah Kabupaten Probolinggo sangat mendukung program ASI ekslusif sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat karena ASI bermanfaat bagi perkembangan anak sejak dini.

Pemerintah kabupaten ini telah melaksanakan kampanye ASI yang terintegrasi: menerbitkan Peraturan Bupati tentang persalinan aman dan ASI eksklusif, mensponsori festival rakyat dan lomba masak makanan bergizi, memilih duta ASI, dan menyelenggarakan pelatihan bagi tokoh agama agar mereka dapat terlibat dalam kegiatan promosi kesehatan ibu dan anak.

Salah satu inisiatif penting yang dilakukan oleh

pemerintah Kabupaten Probolinggo adalah pemilihan Bupati sebagai Duta ASI. Sebagai seorang pemimpin daerah dan ibu, Bupati Probolinggo sangat meyakini manfaat ASI eksklusif bagi kesehatan masyarakat. Beliau juga memiliki komitmen tinggi untuk tetap menyusui anaknya di tengah kesibukannya memimpin Kabupaten Probolinggo.

Bupati Probolinggo juga mensosialisasikan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang ASI Eksklusif dan menerbitkan beberapa peraturan pendukung program persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif. Menindaklanjuti upaya peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta gizi terpadu, Kabupaten Probolinggo merumuskan Peraturan Bupati Kabupaten Probolinggo Nomor 24 tahun 2013 tentang Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif. Selain itu, Pemerintah Kabupaten menerbitkan surat instruksi bupati untuk menyediakan fasilitas menyusui (pojok laktasi)

“Saya ingin mengumumkan kepada masyarakat bahwa ibu bekerja atau perempuan yang memiliki tugas sebagai apapun tidak ada penghalang untuk memberikan ASI kepada bayinya.”

- Tantriana Aminuddin Bupati Probolinggo


(37)

Gambar 3. Bupati Probolinggo berpose bersama Duta ASI.

di seluruh tempat kerja dan tempat umum dan melarang semua fasilitas kesehatan, bidan praktik menjual susu formula. Beliau juga sering melakukan inspeksi mendadak ke fasilitas kesehatan dan bidan untuk memastikan mereka tidak menjual susu formula.

Menindaklanjuti instruksi Bupati, pemerintah Kabupaten Probolinggo telah berkomitmen dengan menyediakan pojok laktasi dan sarananya di enam kantor SKPD (Kantor Sekretariat Daerah, Kantor DPRD, Komplek BKD/Diklat, Kantor Dinas Kesehatan, RSUD Waluyojati, RSUD Tongas) dan tujuh Puskesmas (Sumberasih, Maron, Ranugedang, Wangkal, Paiton, Kotaanyar dan Krejengan)

Masyarakat di Probolinggo terkesan dengan komitmen dan kebijakan Bupati terkait dengan persalinan aman dan ASI eksklusif. Para ibu juga merasa mendapat dukungan besar dari pemerintah untuk menyusui bayinya.

Selain upaya pemerintah, masyarakat Kabupaten Probolinggo telah aktif membentuk Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) untuk membantu dan mendukung ibu menyusui. Saat ini di Kabupaten Probolinggo telah dibentuk 22 KP-ASI yang terdiri dari para ibu dan anggota masyarakat yang peduli ASI. Mereka bertemu secara rutin untuk menceritakan tantangan, keberhasilan dan berbagi informasi tentang menyusui dan menjaga kesehatan ibu dan anak.

Inovasi lanjutan dari inisiatif ini adalah gerakan pencanangan penanaman pohon katuk dan kelor, yang dikuatkan dengan instruksi resmi dari Bupati kepada seluruh puskesmas, puskesmas pembantu, sarana kesehatan dan masyarakat. Tanaman Kelor merupakan “tanaman ajaib” dengan kandungan nutrisi yang tinggi untuk memenuhi


(38)

Gambar 4. Duta ASI Kota Makassar melibatkan laki-laki dalam

kampanye ASI.

asupan gizi. Program penanaman pohon kelor ini bertujuan mencegah dan mengatasi kasus kurang gizi.

Masyarakat setempat telah lama memanfaatkan daun katuk untukmerangsang produksi dan memperlancar ASI para ibu yang baru melahirkan. Sejak program penanaman pohon katuk ini diluncurkan, beberapa puskesmas di kabupaten ini telah menanam anakan pohon daun katuk dan daun kelor dalam baris yang rapi, dan tiap ibu hamil diberikan bibit pohon katuk dan kelor pada saat pemeriksaan kehamilan. Tidak hanya menanam, para ibu pasca bersalin juga mendapat makanan berbahan daun katuk dan daun kelor. Gerakan penanaman pohon katuk dan kelor ini diharapkan mendukung upaya para ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif.

d. Masyarakat Peduli ASI: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan Meskipun gerakan kelompok masyarakat peduli ASI

marak di Kota Makassar dan berbagai daerah di Indonesia, anggota kelompok ini masih didominasi perempuan dan jarang laki-laki terlibat. Hal ini terjadi karena ASI masih dianggap sebagai isu perempuan.

Melalui bantuan USAID-Kinerja, masyarakat Kota Makassar melakukan edukasi dan advokasi agar laki-laki mau terlibat dalam kampanye ASI. Proses

advokasi yang intensif di Kota Makassar mulai mampu mengubah cara pandang masyarakat bahwa ASI bukan hanya isu perempuan. Saat ini Kota Makassar telah memiliki sebuah kelompok masyarakat, Bapak Peduli ASI yang beranggotakan laki-laki dari berbagai latar belakang, seperti dosen, PNS, ustadz, tokoh masyarakat, Pak RW, dan anggota masyarakat umum. Kelompok ini bertujuan meningkatkan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif. Kelompok ini sadar dan mengakui bahwa laki-laki juga memiliki tanggungjawab untuk memastikan bayi mendapat ASI eksklusif.


(39)

Bapak Peduli ASI melakukan berbagai kegiatan edukasi ASI di tingkat kecamatan dan kelurahan, seperti penyuluhan ASI kepada keluarga ibu hamil dan ibu menyusui serta sosialiasi ASI para ibu kelas ekonomi bawah yang kurang memahami manfaat ASI dan cenderung memilih susu formula. Selain itu, kelompok ini aktif melakukan diskusi kesehatan terutama tentang ASI eksklusif. Bapak Peduli ASI juga sering diundang menjadi narasumber dan fasilitator di berbagai kegiatan kampanye ASI.

Pada tahun 2014, forum multi-stakeholder (MSF) yang terdiri dari perwakilan masyarakat dan pemerintah termasuk Bapak Peduli ASI di Kota Makassar bekerjasama dengan dinas kesehatan membuat modul pembelajaran penggiat ASI. Modul ini dibuat untuk meningkatkan pengetahuan para penggiat ASI tentang IMD dan ASI eksklusif serta meningkatkan kapasitas mereka dalam mendampingi ibu menyusui.

Kerjasama antara masyarakat dan dinas kesehatan sangat penting untuk meningkatkan dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program ini.

Proses pelaksanaan program

a. Kerjasama Kantor Urusan Agama (KUA) dan Puskesmas: Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh

Salah satu tantangan terbesar program peningkatan cakupan IMD dan ASI eksklusif di Bener Meriah adalah rendahnya pemahaman orangtua tentang manfaat IMD dan ASI eksklusif dan kuatnya mitos dena bahwa ASI mengandung bakteri buruk. Untuk mengatasi tantangan ini, dinas kesehatan Bener Meriah melalukan kerjasama lintas sektor untuk memberikan edukasi tentang kesehatan ibu dan anak melalui kursus calon pengantin.

Langkah pertama, dinas kesehatan mendiskusikan masalah rendahnya cakupan ASI eksklusif dengan puskesmas mitra Kinerja, dinas syariat Islam, Majelis Permusyawaratan Ulama (MUI) dan KUA. Para perwakilan instansi ini sepakat untuk menghilangkan dena melalui kegiatan penyadaran masyarakat.


(40)

Salah satu rekomendasi yang muncul dari diskusi tersebut adalah kemitraan puskesmas dan KUA untuk mempromosikan kesehatan ibu dan anak kepada calon pengantin, baik perempuan maupun laki-laki. Untuk itu, perlu ada MoU antara puskesmas dan KUA untuk melaksanakan suscatin yang menyediakan informasi persalinan aman, IMD, dan ASI eksklusif selain informasi yang biasanya diberikan.

Setelah MoU tersebut sudah ditandatangani oleh Puskesmas dan KUA, dibentuk tim penyusunan buku saku tentang fiqih ASI yang terdiri dari staff Dinas Syariat Islam, Majelis Permusyawaratan Ulama, KUA, Kementerian Agama, Dinas Kesehatan, dan Puskesmas. Buku saku ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman para ustadz dan ulama tentang ASI eksklusif dan menjadi panduan bagi mereka untuk menyampaikan informasi tentang manfaat ASI di mimbar masjid, Selain buku panduan, staff KUA yang bertanggungjawab terhadap suscatin mendapat pelatihan tentang isu persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif dan dibantu tenaga kesehatan. Selain itu, staff lain di KUA juga menyampaikan kepada narasumber suscatin pentingnya ASI dari perspektif agama Islam sesuai dengan Al Qur’an dan hadis Nabi.

b. Pelarangan Susu Formula: Puskesmas Beji, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur

Seperti di beberapa daerah lain di Indonesia, Puskesmas Beji dan sebagian besar bidan praktik mandiri (BPM) pernah melakukan kontrak kerjasama dengan distributor susu formula. Menurut Bidan Koordinator Puskesmas Beji, Ari Murtiningtyas, mereka bekerjasama dengan distributor susu formula karena ingin memudahkan para ibu menyusui mendapatkan susu formula – para ibu yang bersalin tidak perlu repot mencari susu di toko. Namun, situasi ini telah berubah selama beberapa tahun terakhir ini. Bidan di Kabupaten Tulungagung mulai menyadari manfaat ASI. Untuk itu, mereka melakukan berbagai kegiatan promosi ASI eksklusif serta penyuluhan.

Tantangan lain dalam upaya peningkatan cakupan ASI eksklusif adalah rendahnya monitoring dan evaluasi program IMD dan ASI. Meskipun program ini telah ada


(41)

sebelum USAID-Kinerja berjalan, program ini sangat jarang dievaluasi sehingga staff puskesmas tidak mengetahui cakupan ASI di wilayahnya.

Lemahnya monitoring antara lain disebabkan karena kesibukkan para bidan. Hal ini menyebabkan pantauan terhadap kepatuhan bidan untuk kampanye pentingnya ASI eksklusif, dan menjamin para bidan praktek mandiri tidak menyediakan dan menjual sufor, kurang maksimal. Promosi susu formula yang gencar di berbagai media juga mempengaruhi keputusan para ibu untuk memberikan susu formula kepada bayinya. Mereka percaya bahwa susu formula memiliko nutrisi terbaik untuk bayi dan lebih praktis dibanding ASI.

Menyadari tantangan ini, instansi pemerintah dan perwakilan masyarakat, dengan dukungan USAID Kinerja, menyusun sebuah Peraturan Bupati - Peraturan Bupati Tulungagung no.19 tahun 2013 tentang Jaminan Pelayanan Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif. Peraturan ini menjadi dasar hukum semua kegiatan yang terkait kesehatan ibu dan anak (KIA), termasuk persalinan aman dan IMD & ASI eksklusif, dan penguatan peran bidan dan dokter dalam program KIA.

Berdasarkan Peraturan tersebut, Puskesmas Beji mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan kerjasama dengan distributor susu formula dan melarang puskesmas dan bidan praktik menyediakan susu formula sejak Mei 2013. Pemutusan kontrak ini dilakukan secara penuh oleh Puskesmas Beji dan diikuti oleh bidan praktik. Namun, bidan praktik mandiri masih diizinkan untuk mengganti kerjasama distribusi susu formula dengan pengadaan nutrisi untuk ibu.

Untuk memonitor program ini, bidan desa melakukan kunjungan rumah ke rumah secara rutin untuk memberikan edukasi tentang kesehatan ibu dan anak, termasuk ASI eksklusif. Para bidan desa melakukan kunjungan rumah mulai dari hari pertama kelahiran hingga satu bulan pertama.


(42)

c. Kampanye ASI Terintegrasi: Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur

Untuk meningkatkan cakupan IMD dan ASI eksklusif, pemerintah Kabupaten Probolinggo bekerjasama dengan masyarakat melaksanakan kampanye ASI yang terintegrasi menerbitkan Peraturan Bupati Probolinggo dan berbagai kegiatan promosi ASI.

Langkah pertama, pemerintah Kabupaten Probolinggo adalah membuat peraturan yang mendukung kegiatan promosi ASI. Pemerintah melibatkan masukan dari instansi pemerintah selain dinas kesehatan dan forum multi-stakeholder yang terdiri dari berbagai perwakilan masyarakat dalam proses pembuatan peraturan ini. Setelah melalui diskusi intensif, Kabupaten Probolinggo menerbitkan Peraturan Bupati Probolinggo Nomor 24 tahun 2013 tentang Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif.

Selain menerbitkan peraturan, pemerintah Kabupaten Probolinggo mendukung berbagai kegiatan promosi IMD dan ASI eksklusif, seperti:

1. Bupati Probolinggo dikukuhkan oleh masyarakat sebagai Duta ASI Eksklusif Probolinggo pada tahun 2013.

2. Sarasehan Ulama Mendukung Persalinan Aman, IMD (Inisiasi Menyusu Dini) dan ASI Ekslusif. Sarasehan ini bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif serta menentukan dan menyelaraskan peran setiap pihak yang terlibat dalam promosi program ini (ulama, tenaga kesehatan, masyarakat umum dan pemerintah).

3. Membentuk Kelompok Peduli ASI. Hingga September 2014 telah ada 22 KP-ASI. 4. Pada tanggal 15 Nopember 2013 Bupati mencanangkan penanaman pohon

Katuk untuk mendukung Program ASI Ekslusif di Probolinggo.

5. Pada Bulan Januari 2014 Bupati Probolinggo mencanangkan penanaman pohon Kelor untuk mencegah dan mengatasi gizi buruk.

6. Melaksanakan festival menu olahan berbahan daun katuk dan daun kelor tanggal 12 Maret 2014. Kegiatan ini bertujuan untuk menarik masyarakat untuk


(43)

memasak daun katuk dan daun kelor untuk memenui kebutuhan gizinya. Festival ini telah dihasilkan lebih 200 macam menu.

7. Pelatihan motivator ASI bagi penjual jamu dan pemilik/pekerja salon kecantikan. Kegiatan ini dilakukan karena penjual jamu dan pekerja salon kecantikan banyak berinteraksi dengan para calon pengantin, ibu hamil dan ibu menyusui. Sebanyak 60 peserta telah mengikuti pelatihan ini.

8. Pelatihan motivator Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) bagi 70 kader kesehatan..

9. Pelatihan 49 konselor ASI.

10. Pengukuhan Duta ASI Ekslusif dan Persalinan Aman Kecamatan se-Kabupaten Probolinggo tanggal 15 Oktober 2014 untuk mempromosikan dan menggerakkan masyarakat untuk memberikan ASI Eksklusif selama 6 (enam) bulan dan dilanjutkan hingga usia 2 (dua) tahun serta tidak menggunakan susu formula. Sebanyak 24 orang Duta ASI Eksklusif dan Persalinan Aman dikukuhkan oleh Bupati Probolinggo. Duta ASI dipilih dan diseleksi oleh kecamatan dan Puskesmas. Kemudian, Duta ASI dan Persalinan Aman yang terpilih mendapat pelatihan dan menyusun program kerja mereka. Pelatihan yang diselenggarakan tanggal 16 Oktober 2014 bertujuan menyiapkan para Duta ASI untuk membantu promosi ASI di wilayahnya.

d. Masyarakat Peduli ASI: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan

Gerakan peduli ASI di Kota Makassar diawali oleh penerbitan Peraturan Walikota no. 49 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Setelah sosialisasi peraturan ini, pemerintah Kota Makassar melakukan banyak kegiatan promosi ASI eksklusif sehingga lebih banyak masyarakat yang sadar tentang pentingnya ASI Eksklusif dan banyak kegiatan promosi ASI bermunculan, salah satunya adalah Bapak Peduli ASI.

Gerakan Bapak Peduli ASI di Kota Makassar dicetuskan setelah para pemerhati ASI yang terdiri dari berbagai unsur masyarakat dan pemerintah melakukan diskusi tentang kesehatan ibu dan anak, serta ASI. Diskusi tersebut menemukan bahwa masih banyak ibu, terutama yang berasal dari kalangan ekonomi bawah, memberikan susu formula karena mereka kurang memahami manfaat ASI dan laki-laki juga memiliki peran


(44)

penting untuk mendukung ibu menyusui dan memastikan bayi tumbuh sehat. Kondisi ini mendorong anggota masyarakat laki-laki untuk terlibat dalam kegiatan promosi melalui Bapak Peduli ASI.

Para anggota Bapak Peduli ASI bekerja dengan komitmen tinggi dan swadaya meskipun mereka belum mendapatkan surat keputusan dari pihak berwenang karena skala kegiatan mereka masih relatif kecil.

Tidak hanya mendukung pembentukan kelompok-kelompok penggiat ASI, dinas kesehatan Kota Makassar, dengan dukungan USAID Kinerja, membuat modul pembelajaran sebaya untuk penggiat ASI. Modul ini dibuat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang persalinan aman dan IMD & ASI serta meningkatkan kapasitas mereka untuk melakukan advokasi sehingga program ini dapat memberikan dampak yang besar.

Penulisan modul dimulai dengan Focus Group Discussion antara dinas kesehatan (staff bina kesehatan masyarakat), kelompok masyarakat, kepala puskesmas dan LSM lokal mitra USAID Kinerja, Esensi untuk membahas isi modul tersebut. Kemudian, Esensi dan dinas kesehatan menulis modul tersebut dan mengujinya di lapangan sebelum modul dicetak.

Anggaran yang diperlukan

a. Kerjasama KUA dan Puskesmas: Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh

Kerjasama ini tidak memerlukan biaya terlalu besar. Puskesmas dan stafnya hanya perlu memanfaatkan waktu dan kesempatan yang diberikan oleh KUA pada saat pelaksanaan kursus calon pengatin. Anggaran yang dibutuhkan hanya untuk transportasi dalam daerah bagi bidan koordinator yang memberikan materi tentang IMD dan ASI eksklusif di kantor KUA.


(45)

b. Pelarangan Susu Formula: Puskesmas Beji, Kabupaten Tulungagung, Propinsi Jawa Timur

Meskipun pelarangan susu formula membawa dampak penting terhadap cakupan ASI eksklusif, kebijakan ini hanya memerlukan sedikit biaya. Anggaran yang didapat dari berbagai sumber dana digunakan untuk membiayai kegiatan promosi ASI.

Di tingkat puskesmas, dana yang berasal dari BOK digunakan untuk promosi ASI dan sosialisasi pelarangan susu formula selama beberapa tahun.

c. Kampanye ASI Terintegrasi: Kabupaten Probolinggo, Propinsi Jawa Timur

Kabupaten Probolinggo telah mengalokasikan anggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2013 dan 2014 untuk kegiatan berikut:

1. Dukungan kegiatan persalinan aman sebesar Rp. 787.000.000; 2. Dukungan kegiatan ASI Eksklusif sebesar Rp. 160.0000.000;

3. Dukungan anggaran untuk promosi Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif sebesar Rp. Rp. 214.000.000.

Anggaran yang dialokasikan tersebut merupakan wujud komitmen dan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Probolinggo dalam rangka mendukung keberhasilan upaya peningkatan Persalinan Aman, IMD dan pemberian ASI Ekslusif.

d.Masyarakat Peduli ASI: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan

Meskipun semua kegiatan Bapak Peduli ASI dilakukan masyarakat secara swadaya, anggaran tetap diperlukan untuk mendukung kegiatan focus group discussion sehingga lebih banyak masyarakat tertarik bergabung dengan kelompok peduli ASI. Diskusi ini perlu sekitar lima juta rupiah bergantung pada jumlah peserta dan narasumber.

Dinas kesehatan Kota Makassar dan USAID-Kinerja mengalokasikan dana sebesar 25 juta rupiah untuk penulisan dan pencetakan Modul Pembelajaran Sebaya untuk Penggiat ASI yang digunakan untuk membiayai empat kali pertemuan penulisan awal dan pencetakan awal. Setiap pelatihan penggiat ASI yang menggunakan modul ini


(46)

dengan peserta 45 orang (kader kesehatan, anggota forum multi-stakeholder, dan lain-lain) perlu sepuluh juta rupiah.

Hasil dan dampak program

a. Kerjasama KUA dan Puskesmas: Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh

Setelah kursus calon pengantin memasukkan materi tentang kesehatan ibu dan anak, jumlah pasangan pengantin baru di Kabupaten Bener Meriah yang melakukan IMD dan ASI eksklusif meningkat. Sebagai contoh, dari bulan Juni sampai dengan Desember 2013, 13 calon pengantin mengikuti suscatin dan mendapat informasi tentang persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif. Dari 13 pasangan ini, 10 orang sudah hamil dan 8 diantaranya sudah bersalin danmelakukan IMD dan ASI eksklusif. Hal ini menunjukkan bahwa program ini telah 100% berhasil selama enam bulan pertama.

Hasil ini juga menunjukkan bahwa mitos dena sudah menurun secara drastis karena pasangan muda sudah lebih memahami pentingnya ASI. Dari Januari sampai September 2014, 28 pasangan calon sudah mengikuti suscatin dan sudah menerima informasi terkait IMD dan ASI eksklusif. Mereka juga diharapkan melakukan IMD saat ersalin dan menyusui bayinya secara eksklusif.

b. Pelarangan Susu Formula: Puskesmas Beji, Kabupaten Tulungagung, Propinsi Jawa Timur

Dampak kebijakan pelarangan susu formula di Puskesmas Beji sangat besar. Meskipun kebijakan ini baru dilakukan Mei 2013, persentase ibu yang menyusui bayinya meningkat secara drastis, dari 55% menjadi 88%. Pada bulan Mei yang sama, delapan desa di wilayah Puskesmas Beji sudah bebas dari peredaran susu formula. Capaian ini jelas merupakan dampak dari kebijakan pelarangan susu formula – tidak ada kegiatan lain yang mempengaruhinya, karena cakupan IMD sudah 100% sebelum susu formula dilarang, dan tidak ada tambahan penyuluhan ASI atau kelas ibu hamil di Puskesmas.


(47)

Tabel berikut adalah persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif di wilayah Puskesmas Beji sebelum dan sesudah kebijakan pelarangan susu formula diluncurkan.

Cakupan Puskesmas Beji 2013 (Jan-Juli)

(Data ASI eksklusif dicatat hanya pada saat bayi berada di tenaga kesehatan.)

Cakupan Puskesmas Beji 2014 (Jan-Okt) BULAN WILAYAH PUSKESMAS BEJI

Bayi lahir IMD % IMD

Januari 42 31 74%

Februari 42 35 83%

Maret 47 36 76.5%

April 52 42 81%

Mei 55 43 78%

Juni 54 41 67%

Juli 53 47 88%

Agustus 43 38 88% BULAN WILAYAH PUSKESMAS BEJI

BAYI LAHIR IMD ASI % ASI

Januari 50 50 13 26%

Februari 53 52 21 40%

Maret 63 63 21 33%

April 52 52 25 48%

Mei 86 86 47 55%

Juni 65 65 42 65%

Juli 48 48 42 88%

JUMLAH 417 416 211


(48)

September 61 56 92%

Oktober 60 54 90%

JUMLAH 509 423 83%

(rata-rata)

Berdasarkan data Puskesmas yang dihitung tiap 6 bulan sekali, yaitu akhir bulan Februari dan Agustus 2014, cakupan ASI Eksklusif di wilayah Puskesmas Beji meningkat sebesar 61,5%.

Selain itu juga terdapat perubahan penting perilaku bidan praktek mandiri tentang penjualan susu formula. Sejak Peraturan Bupati tertang Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif diterbitkan, sekitar 80% bidan praktek di wilayah kerja Puskesmas Beji sudah mematuhi keputusan Puskesmas untuk menghentikan kerjasama distribusi susu formula.

50% 55% 60% 65% 70% 75% 80% 85% 90% 95%

Cakupan IMD Puskesmas Beji 2013

Cakupan IMD 2013


(49)

c. Kampanye ASI Terintegrasi: Kabupaten Probolinggo, Propvinsi Jawa Timur

Walaupun penelitian tentang korelasi antara persalinan aman, IMD dan ASI Ekslusif dengan tingkat angka Kematian bayi (AKB) di Kabupaten Probolinggo belum dilakukan, data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo 2013, menunjukkan adanya penurunan AKB. Pada tahun 2012, terdapat 230 kasus kematian bayi dan pada tahun 2013, terdapat 201 kematian bayi dari 18.202 kelahiran hidup – hal ini berarti AKB turun dari 12,43 menjadi 11,04 per 1.000 kelahiran hidup.

Dampak dari program persalinan aman, IMD dan ASI ekslusif juga berdampak pada penurunan jumlah bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Berdasarkan data puskesmas tahun 2013, persentase BBLR turun dari 5,26% di 2012 menjadi 5,24% (953 dari 18.202 kelahiran hidup) tahun 2013. Capaian ini terjadi karena ibu hamil lebih memahami dan sadar untuk menjaga status gizinya.

d. Masyarakat Peduli ASI: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan

Kerjasama antara kader kesehatan, PKK, Multi-Stakeholder Forum baik tingkat kecamatan maupun tingkat kota, dan Bapak Peduli ASI telah mendorong lebih banyak keluarga memberikan bayi ASI eksklusif. Sejak berbagai kegiatan promosi ASI

Gambar 5. Bidan membantu ibu memberikan ASI kepada bayinya


(50)

dilakukan, persentase ibu menyusui bayi secara eksklusif di wilayah puskesmas mitra meningkat hampir dua kali lipat. Misal, persentase cakupan ASI eksklusifdi wilayah Puskesmas Patingalloang, Kec. Mamajang, naik dari 48% sampai 72%. Kenaikan ini paling terlihat pada ibu dari kalangan ekonomi bawah yang rata-rata bermatapencaharian sebagai penjual atau penangkap ikan.

Cakupan ASI Eksklusif di ke-tiga Puskesmas mitra, Kota Makassar

2012 2014

Puskesmas Cenderawasih 58% 76%

Puskesmas Batua 61% 84%

Puskesmas Patingalloang 48% 72%

Cakupan ASI Eksklusif di Kota Makassar, tahun 2010 sampai tahun 2013.

Sejak gerakan Bapak Peduli ASI diluncurkan, para ibu lebih sadar tentang manfaat ASI dan membandingkan kelebihan dan kekurangan ASI dan susu formula dengan


(51)

mempertimbangkan isu harga, gizi dan kenyamanan sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat untuk mereka.

Selain perubahan perilaku, sikap para ibu tentang ASI dan kesehatan bayi juga berubah. Sekarang, mereka lebih terbuka membahas isu terkait ASI, susu formula, gizi, dan pertumbuhan bayi. Para ibu yang menyusui secara eksklusif tidak lagi merasa malu karena tidak memberikan susu formula yang selama ini dianggap lebih bergengsi. Alih-alih, ibu menyusui merasa bangga karena dapat menyusui anaknya secara eksklusif.

Monitoring dan evaluasi

a. Kerjasama KUA dan Puskesmas: Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh Dinas kesehatan dan kantor kementerian agama Kabupaten Bener Meriah, sebagai badan yang mangawasi KUA secara langsung, melakukan monitoring dan evaluasi bersama untuk memastikan kerjasama lintas sektor ini berjalan efektif dan bermanfaat. Meskipun belum ada data jelas tentang kenaikan cakupan IMD dan ASI eksklusif paska kerjasama ini, data puskesmas menunjukkan bahwa semua pasangan pengantun yang mendapat pembekalan tentang IMD dan ASI eksklusif ketika melakukan kursus calon pengantin telah melakukan IMD pada saat bersalin.

Selain monitoring di tingkat kabupaten, bidan koordinator di puskesmas juga memonitor pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif di wilayahnya menggunakan laporan bidan desa. Bidan koordinator juga melakukan wawancara langsung dengan para ibu dan meminta umpan balik dan masukan mereka tentang program IMD dan ASI eksklusif ini.

b. Pelarangan Susu Formula: Puskesmas Beji, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur

Meskipun belum ada sistem monitoring dan evaluasi formal terhadapa penghentian penjualan susu formula di wilayah Puskesmas Beji, Puskesmas Beji telah melakukan monitoring dan evaluasi informal. Bidan Puskesmas melakukan kunjungan ke polindes dan rumah bidan desa untuk memastikan mereka tidak menjual susu formula dan telah melakukan penyuluhan ASI kepada setiap ibu hamil dan ibu bersalin.


(52)

Dampak lain program ini adalah pencatatan data kesehatan ibu dan anak yang lebih baik di Puskesmas Beji dan fasilitas kesehatan dibinanya. Puskesmas juga mampu menggunakan data tersebut untuk membuat rencana kerja dan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan. Puskesmas ini juga berencana melakukan inspeksi mendadak untuk memastikan seluruh bidan praktik di wilayah kerja puskesmas tidak menjual susu formula.

c. Kampanye ASI Terintegrasi: Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur Monitoring dan evaluasi kampanye ASI di Kabupaten Probolinggo masih terbatas pada pertemuan rutin MSF di tingkat kabupaten untuk membahas pengalaman di lapangan. Saat ini pemerintah Kabupaten Probolinggo, dengan bantuan USAID Kinerja, masih melakukan uji coba instrumen monitoring dan evaluasi yang baku untuk mengukur perkembangan persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif di tiap puskesmas. Instrumen ini akan digunakan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi rutin dan sistematis setelah proses uji coba selesai. Hasil monitoring di tingkat puskesmas tersebut akan dibahas di tingkat kabupaten dan digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya untuk meningkatkan cakupan persalinan aman,IMD dan ASI eksklusif.

d. Masyarakat Peduli ASI: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan

Gerakan Bapak Peduli ASI dimonitor secara mandiri oleh para anggota Bapak Peduli ASI. Mereka biasanya mendiskusikan dan menyelesaikan masalah yang mereka temukan dalam gerakan ini dalam kelompok. Namun, jika masalah tersebut perlu ditindaklanjuti lembaga lain, maka mereka akan menghubungi tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, dan/atau dinas kesehatan untuk mendapatkan masukan.

Tantangan yang dihadapi

a. Kerjasama KUA dan Puskesmas: Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh


(53)

Hingga saat ini belum ada tantangan penting yang ditemukan karena semua pihak memiliki komitmen untuk melaksanakan kerjasama lintas sektor ini. Namun, mutasi jabatan di puskesmas dan KUA perlu mempertimbangkan keberlanjutan kerjasama ini. Para pejabat baru di kedua instansi tersebut perlu memahami dan melanjutkan program edukasi persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif yang terintegrasi dengan suscatin.

b. Pelarangan Susu Formula: Puskesmas Beji, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur

Tantangan awal kebijakan ini adalah keengganan bidan praktik di sekitar Puskesmas Beji untuk memutuskan kontrak dengan distributor susu formula karena ada insentif dari distributor. Tetapi, setelah pihak puskesmas sering melakukan kunjungan dan sosialisasi peraturan bupati tentang persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif kepada bidan praktek, mereka lebih sadar dan sekarang sekitar 80% bidan praktek memutuskan kontrak dengan distributor susu formula.

Kendala lain yang cukup besar adalah sulitnya meyakinkan masyarakat bahwa ASI penting untuk bayi usia 0-6 bulan. Masih ada sebagian ibu menyusui yang memberikan susu formula karena pengaruh tetangga, orang tua, pihak keluarga, dan lingkungan. Tantangan ini banyak ditemukan pada ibu dengan produksi ASI rendah karena bayi mereka terus menangis. Persoalan ini diatasi melalui berbagai kampanye intensif tentang IMD dan ASI eksklusif yang dilakukan oleh bidan.

c. Kampanye ASI Terintegrasi: Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur Meskipun berbagai program kampanye ASI di kabupaten Probolinggo mulai menunjukkan dampak, pemerintah kabupaten masih perlu bekerja keras untuk mengubah perilaku masyarakat terkait IMD dan ASI eksklusif dan mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Berdasarkan laporan dinas kesehatan Kabupaten Probolinggo, capaian ASI eksklusif masih 41,44%.


(1)

f. Peningkatan kapasitas tim puskesmas dan kader ternyata mampu membangun kebersamaan dan komitmen seluruh tim untuk memberikan pelayanan terbaik, g. Papan informasi yang menggunakan bahas lokal mempermudah penduduk yang

kurang paham Bahasa Indonesia mendapat informasi tentang kesehatan,

h. Perbaikan program kesehatan ibu dan anak mengembalikan kepercayaan masyarakat di wilayah Kecamatan Yosowilangun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Yosowilangun.

Berikut adalah testimony dari pengguna layanan Puskesmas Yosowilangun:

a. “Manfaat kemitraan antara Komunitas Masyarakat Peduli Kesehatan (KMPK) Kecamatan Yosowilangun dengan Puskesmas Yosowilangun sangat dirasakan oleh masyarakat di Kecamatan Yosowilangun, bahkan boleh saya katakan perubahan yang terjadi dalam waktu tiga bulan terakhir ini sangat signifikan. Perubahan yang terjadi terutama dalam layanan kesehatan sudah jauh lebih baik, lebih cepat dan lebih humanis dengan pelayanan yang murah senyum. Di samping itu prasarana dan sarana yang ada di puskesmas sudah jauh lebih baik dan kelihatan lebih bersih”, Haji Rukin selaku Ketua I KMPK Kecamatan

Yosowilangun.

b. “Perubahan yang terjadi dapat dicapai setelah ada kemitraan dengan KMPK dan kebulatan tekat untuk menjadi lebih baik seperti yang disampaikan Bapak dr. Cahyo selaku Kepala Puskesmas Yosowilangun. Kemajuan yang luar biasa ini secara tidak langsung juga didorong oleh keberhasilan pendampingan KINERJA USAID melalui penguatan kapasitas sumber daya manusia Puskesmas Yosowilangun dengan Pelatiihan Citra Diri”, Tiwanto, Ketua II KMPK.

Untuk itu, direkomendasikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang untuk mewajibkan semua Puskesmas di wilayah Kabupaten Lumajang melakukan kemitraan dengan Komunitas Masyarakat Peduli Kesehatan (KMPK) untuk memperbaiki pelayanan kesehatan sehingga masyarakat di Kabupaten Lumajang merasa puas dengan layanan kesehatan.


(2)

Informasi kontak

dr. Cahyo

Kepala Puskesmas Yosowilangun

Jalan Stadion No. 334 Yosowilangun – Lumajang


(3)

Sekilas tentang USAID Kinerja

Pendekatan strategis USAID Kinerja

Kinerja adalah program tata kelola pelayanan publik yang didanani oleh United States Agency for International Development (USAID). Program ini bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik. Dalam kerjasama ini, Kinerja memperkuat aspek tata kelola program pemerintah yang telah ada.

Aspek kunci pedekatan Kinerja adalah mempertemukan penyedia dan pengguna layanan untuk memastikan adanya pelayanan publik yang berkualitas. Di sisi penyedia layanan, Kinerja memberikan bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk

meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di sisi pengguna layanan, Kinerja bekerjasama dengan masyarakat, organisasi masyarakat sipil, dan media lokal untuk dapat meminta pelayanan publik yang berkualitas.

Kinerja bekerja di tiga intervensi penting:

a. Insentif – menguatkan permintaan terhadap pelayanan publik yang baik b. Inovasi – meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung

pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan publik yang menjanjikan; serta

c. Replikasi – memperluas inovasi yang dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah.

Sebagian besar program Kinerja dilaksanakan oleh organisasi lokal dan nasional yang mendapatkan dana hibah dan pelatihan peningkatan kapasitas dari Kinerja.

Program kesehatan USAID Kinerja Persalinan aman

Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka kematian ibu tertinggi Asia, 359 per 100,000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Untuk mengatasi tantangan ini, Kinerja membantu pemerintah daerah dan puskesmas mitra untuk meningkatkan mutu


(4)

pelaksanaan program persalinan aman yang telah ada, seperti kemitraan bidan dan dukun, kantong persalinan dan standar layanan.

Di Papua, program Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas kepada masyarakat terutama yang berisiko terhadap penyakit infeksius, HIV/AIDS dan Tuberkolusis serta mendorong memperkuat pelayanan kesehatan ibu dan anak.

ASI Eksklusif dan Inisiasi Menyusui Dini

Untuk meningkatkan kesehatan anak, Kinerja bekerjasama dengan pemerintah daerah dan puskesmas mitra untuk mensosialisasikan program ASI eksklusif dan inisiasi menyusui dini (IMD). Program ini mencakup advokasi kebijakan daerah untuk

mendukung ASI eksklusif dan IMD, pelatihan dan kegiatan penyadaran publik bagi ibu yang baru melahirkan, dan mendorong puskesmas melarang promosi dan penjualan susu formula di fasilitas kesehatan.

Manajemen Puskesmas

Melalui organisasi mitra pelaksananya, Kinerja memberikan bantuan teknis kepada puskesmas untuk meningkatkan manajemennya dan menggunakan masukan masyarakat untuk memperbaiki pelayanannya. Hingga saat ini, seluruh puskesmas mitra Kinerja telah melakukan survey pengaduan untuk meminta pendapat masyarakat tentang kualitas layanan kesehatan. Menggunakan hasi survey tersebut, puskesmas mitra telah membuat dan memasang janji perbaikan layanan.

Pencegahan pernikahan anak dan pendidikan kesehatan reproduksi remaja Di Bondowoso, Kinerja memenuhi permintaan pemerintah kabupaten untuk membantu mengatasi maraknya pernikahan anak melalui pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Program ini pada awalnya dilakukan di 12 sekolah di Bondowoso, kemudian direplikasi ke 28 sekolah. Program pencegahan pernikahan anak ini melibatkan berbagai unsur masyarakat, seperti guru, ulama, istri pejabat di tingkat kabupaten hingga kecamatan, serta remaja.


(5)

Standar Pelayanan Minimal

Selain itu, Kinerja juga membantu daerah mitra untuk mendorong partisipasi publik serta meningkatkan kebijakan dan alokasi anggaran kesehatan daerah untuk mencapai standar pelayanan minimal.

Replikasi

Program kesehatan Kinerja telah direplikasi di sembilan kabupaten di empat provinsi, yaitu: Aceh (Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tamiang), Sumatera Utara (Pakpak Bharat), Kalimantan Barat (Kubu Raya), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Lumajang, Lamongan, dan Pacitan).

Daerah mitra awal Kinerja untuk program kesehatan:

Aceh : Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Bener Meriah, Kota Banda Aceh, dan Simeuleue.

Jawa Timur : Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, dan Tulungagung.

Sulawesi Selatan : Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, Kota Makassar

Kalimantan Barat : Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan Sekadau. Papua : Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Jayawijaya, dan Mimika.


(6)