4. Penyusunan MoU
Naskah MoU ditulis oleh bidang bina kesehatan masyarakat dibantu oleh staff USAID Kinerja dan IBI. IBI lebih banyak memberikan masukan teknis tentang fokus
materi magang bagi bidan desa, yaitu aspek teknis kebidanan seperti perawatan ibu hamil, proses persalinan, perawatan masa nifas, perawatan bayi baru lahir,
inisiasi menyusu dini IMD, dan penanganan komplikasi penyakit yang dialami oleh ibu hamil. Selain itu, IBI juga meminta bidan desa mempelajari pencatatan dan
pelaporan rekam medik agar mereka mengetahui pentingnya data dalam pengambilan keputusan.
Target-target pembelajaran inilah kemudian menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan durasi magang selama dua minggu. Logikanya, selama durasi dua
minggu terdapat cukup banyak kasus-kasus di rumah sakit yang dilayani, dan mereka dapat mempelajarinya dengan baik, sehingga para bidan desa yang
sebelumnya tidak pernah mempraktekkan teknis kebidanan menjadi berpengalaman yang kelak dapat digunakan dalam pelayanan di desa. Mekanisme
dan teknis pelaksanaan magang dirumuskan secara tersendiri dalam bentuk terms of reference TOR oleh Dinas Kesehatan dan diajukan kepada pihak RSUD untuk
dijadikan sebagai pedoman teknis mengenai cakupan keterampilan yang diharapkan diperoleh bagi peserta magang.
5. Konsultasi, persiapan dan penandatanganan MoU
Setelah penyusunan MoU sudah selesai, naskah dikonsultasikan lebih lanjut kepada kedua belah pihak untuk memperoleh kesepahaman, baik dalam aspek isi
klausul maupun dalam aspek teknis pelaksanaan. Hasil yang diperoleh pada tahapan konsultasi akhir ini menjadi dasar bagi fasilitator Binkesmas, IBI dan staff
Kinerja untuk menuliskan bentuk akhir MoU yang siap ditandatangani oleh pihak Dinas Kesehatan dan RSUD yang diketahui oleh Bupati Luwu. Selanjutnya
dilakukan segera persiapan-persiapan untuk penandatanganan.
Halaman 143
Akhirnya pada tanggal 3 April 2013, MoU ditandatangani oleh institusi pelaksana, yakni Kepala Dinas Kesehatan Kab. Luwu dan Kepala RSUD Batara Guru Belopa
serta Bupati Kabupaten Luwu. Penandatanganan dilakukan di Kantor Kemenag bersamaan dengan penandatanganan Perbaikan Janji Layanan Kesehatan. MoU ini
kemudian menjadi aspek hukum dasar pelaksanaan magang bidan desa di RSUD Batara Guru Belopa.
6. Implementasi program magang bidan desa
Pada tahap implementasi magang, dinas kesehatan Kabupaten Luwu menunjuk dua orang bidan masing-masing desa untuk mengikuti magang selama dua minggu
yang dilaksanakan secara bergilir. Sebelum para bidan desa mengikuti magang, terlebih dahulu mereka diminta oleh dinas kesehatan untuk mengikuti orientasi awal
guna mendapatkan pemahaman yang utuh tentang maksud dan tujuan magang ini, sehingga para bidan dapat mengikutinya dengan tingkat motivasi yang tinggi.
Selama bidan desa melakukan magang di RSUD Batara Guru Belopa, mereka dibimbing oleh bidan senior koordinator bidan tingkat kabupaten dan Bidan
Koordinator tingkat puskesmas dan dua orang dokter kandungan dalam memahami dan mempraktekkan tindakan-tindakan pelayanan kebidanan. Bidan
pembimbing magang membagi dua tahapan pembimbingan, yakni pada minggu pertama, para bidan desa hanya diminta untuk melakukan observasi-observasi
tindakan sambil mengembangkan proses diskusi interaktif. Pada minggu kedua, mereka sudah diberi kesempatan untuk melakukan tindakan pelayanan di bawah
pengawasan ketat dari bidan pembimbing.
Hasil keseluruhan proses pelaksanaan magang dilaporkan oleh pihak RSUD kepada pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu.
Anggaran yang diperlukan
Informasi yang diperoleh dari analisa dokumen DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Tahun 2013 dan dokumen pelaksana kegiatan Binkesmas mencantumkan jumlah
Halaman 144
anggaran yang digunakan pada kegiatan pemagangan ini sebanyak 150 juta Rupiah. Jumlah anggaran ini ditujukan untuk membiayai kegiatan orientasi awal, manajemen
kegiatan, honor pembimbing, honor pengawasan, dan pertemuan-pertemuan evaluasi pelatihan. Tentu saja besaran dana kegiatan sangat ditentukan oleh durasi
pelaksanaan magang dan jumlah peserta yang akan diikutkan. Belajar dari praktek magang di Kabupaten Luwu ini didapatkan informasi bahwa dana sebesar 150 juta itu
diperuntukkan pada sasaran sebanyak 200 bidan desa dengan durasi waktu magang masing-masing selama dua minggu.
Ketersediaan anggaran ini sesungguhnya hanya membiayai kegiatan pokok proses magang. Masih terdapat keperluan pembiayaan yang belum mendapatkan alokasi
anggaran, seperti pemakaian bahan-bahan dan alat kesehatan habis pakai, khususnya yang hanya digunakan pada tindakan praktek magang. Pembiayaan untuk keperluan ini
ditanggung oleh pihak RSUD sekalipun tidak secara khusus mengalokasikannya dalam DPA RSUD.
Jika memperhatikan seluruh proses kegiatan yang dimulai dari tahap sosialisasi ide sampai tahapan pelaksanaan magang, sebenarnya masih banyak unit pembiayaan
yang belum mendapatkan alokasi dana. Kondisi tersebut dipahami mengingat program ini masih dalam taraf uji coba yang memerlukan perbaikan dimasa yang akan datang.
Proses perencanaan dan penganggaran pada tahun berikutnya tentu memperhitungkan keseluruhan proses yang dibutuhkan.
Hasil dan dampak program
Pemagangan ini menghasilkan perubahan pada tataran manajemen pembangunan kesehatan daerah dan kapasitas bidan desa. Hasil pada manajemen program adalah
tumbuhnya inisiatif dan inovatif SKPD pemerintah daerah dalam mengatasi masalahnya sendiri; adanya kerjasama kelembagaan secara sinergis di antara semua pihak;
perencanaan dan penganggaran yang bersifat partisipatif dengan alokasi yang bersumber dari APBD Kabupaten; dan metode pendekatan pembelajaran dalam bentuk
Halaman 145
magang yang secara efektif mampu meningkatkan keterampilan bidan soft skill maupun hard skill dalam memberikan pelayanan di masyarakat desa.
Pelaksanaan pemagangan ini memunculkan pemanfaatan sumber daya-sumber daya kesehatan yang dimiliki daerah yang semakin efisien, sehingga dengan sumber daya
yang terbatas, pemerintah daerah mampu untuk mengatasi sejumlah masalah secara efektif. Selain itu, partisipasi sektor-sektor dalam kegiatan ini sangat berguna dalam
menemukan akar permasalahan sebagai patokan dasar untuk perencanaan program.
Pelaksanaan magang bidan desa di RSUD Batara Guru Belopa menghasilkan perubahan-perubahan mendasar yang berkaitan dengan kemampuan bidan desa
dalam memberikan pelayanan kehamilan dan persalinan. Bidan makin mampu mengenal tanda-tanda komplikasi kehamilan beserta dengan teknik pertolongan
pertama yang akan diberikan kepada ibu hamil. Pemahaman ini memberikan pengaruh terhadap angka kematian ibu yang penyebabnya secara langsung banyak
disumbangkan oleh kasus-kasus komplikasi dan keterlambatan dalam mendapatkan pertolongan selama masa kehamilan, persalinan dan nifas.
Para bidan desa saat ini, sudah memahami dengan baik mekanisme kerja sistem kesehatan rumah sakit hubungannya dengan pelayanan kesehatan puskesmas, pustu
dan polindes. Pengetahuan ini memberikan perubahan dasar bagi kalangan bidan dalam melaksanakan sistem rujukan yang dalam beberapa kasus, keterlambatan
rujukan dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan bidan, di samping faktor-faktor lain yang berperan.
Terkait sikap, kegiatan magang ini menciptakan perubahan kepercayaan diri sehingga munculmotivasi di kalangan bidan desa. Terdapat motivasi yang kuat untuk melakukan
pendampingan intensif di desa khususnya terhadap keluarga-keluarga yang memiliki ibu hamil. Sebelum dilakukan magang ditemukan bahwa bidan desa hanya
melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin sesuai dengan instruksi kerja, bahkan biasa terjadi bidan tidak berada di desa dengan berbagai alasan. Dampak langsung
Halaman 146
perubahan sikap pelayanan bidan adalah meningkatnya kinerja bidan yang dibuktikan dengan intensitas keberadaan di desa dan tingkat perhatian yang diberikan kepada
setiap ibu hamil semakin tinggi.
Hasil kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah perubahan tindakan praktis pelayanan, yakni meningkatnya keterampilan bidan desa dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan, menolong persalinan, menggunakan alat-alat kesehatan untuk menangani komplikasi seperti cara pemasangan infus, cara penggunaan inkubator bayi, cara
pemotongan tali pusar, cara perawatan bayi baru lahir, cara memandikan bayi, cara penanganan masa nifas, dan aspek teknis kebidanan lainnya. Bidan desa sudah
memiliki inisiatif dan kreativitas sebagai dampak positif dari motivasi tinggi yang sudah mereka miliki, sehingga tidak lagi pasif menunggu inisiasi dan dorongan dari bidan
puskesmas. Situasi seperti ini sangat kondusif dalam meningkatkan status dan derajat kesehatan masyarakat di desa.
Keseluruhan hasil yang dijelaskan di atas memberikan dampak kumulatif terhadap peningkatan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, cakupan K1-K4, penurunan
angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, dan angka kematian neonatus pada akhir tahun 2014. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Luwu per tahun 2013, ditemukan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 87,9, cakupan K1 sebanyak 91,5 dan cakupan K4
sebanyak 77,7. Pada tahun 2014, ketiga cakupan ini sudah meningkatkan – persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 91.4, cakupan K1 menjadi 96,7, dan
cakupan K4 menjadi 85. Dengan peningkatan kemampuan bidan desa dalam penanganan ibu bersalin, angka ini akan terus bergerak naik pada tahun 2015 ke
depan.
Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi kegiatan ini dilakukan oleh bagian unit kerja bidang Bina kesehatan masyarakat dinas kesehatan Kabupaten Luwu dalam bentuk pertemuan
Halaman 147
sebelum, selama, dan setelah program berlangsung, supervisi lapangan di rumah sakit saat program berlangsung, dan observasi lapangan di desa-desa.
Pertemuan monitoring sebelum program berlangsung dimaksudkan untuk mengetahui dengan jelas, kesiapan bidan-bidan desa dalam mengikuti magang selama dua minggu
dan kesiapan rumah sakit dalam melakukan pembimbingan. Yang penting juga pada pertemuan ini adalah Dinas Kesehatan mendapatkan masukan dari IBI mengenai ruang
lingkup keterampilan yang harus diperoleh bidan setelah magang. Informasi ini, selanjutnya diusulkan kepada RSUD Batara Guru Belopa sebagai pedoman teknis
dalam menerapkan kegiatan pembelajaran.
Pertemuan saat program berlangsung lebih spesifik ditujukan untuk memantau perkembangan sementara bidan-bidan peserta magang dan mendengarkan keluhan
yang berkaitan dengan proses belajar. Cara ini efektif menangkap gejala-gejala sekiranya terdapat proses magang keluar dari fokus. Perkiraan kemungkinan terjadinya
pembelajaran yang out of context pada kegiatan jenis magang sangatlah besar, oleh karena aktivitas pelayanan di rumah sakit cukup banyak yang boleh jadi praktikan
magang diminta melakukan sesuatu di luar dari lingkup tugasnya.
Pertemuan setelah program magang berlangsung diarahkan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan awal yang sudah didapatkan oleh bidan magang. Sangat
diharapkan mereka mengalami perubahan kerja yang lebih profesional dibandingkan sebelum melakukan pemagangan. Materi utama yang ditekankan pada pertemuan ini
adalah arahan dari Bidan Koordinator Tingkat Kabupaten dan Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu, supaya para bidan magang mampu mengambil inisiatif dan
membangun komunikasi dengan pihak kesehatan lainnya dalam lingkup puskesmas dalam menangani masalah KIA.
Model monitoring lainnya yang dilakukan adalah supervisi lapangan yang dilakukan oleh Koordinator Bidan Kabupaten bersama dengan Ketua IBI Cabang Luwu untuk
memantau secara langsung proses pembelajaran bidan magang di RSUD Batara Guru
Halaman 148
Belopa. Setiap kunjungan lapangan, supervisor berkomunikasi langsung dengan bidan- bidan pembimbing di RSUD dan bidan magang guna mengetahui perkembangan
kemampuan bidan serta hambatan-hambatan yang sedang dihadapi. Umumnya, jika terjadi hambatan yang bersifat teknis, supervisor secara langsung dapat
menyelesaikannya di lapangan. Namun jika hambatan tersebut bersifat kebijakan, biasanya diselesaikan melalui komunikasi pimpinan, baik pimpinan RSUD maupun
pimpinan Dinas Kesehatan dalam suatu pertemuan khusus hanya satu kali yang berkaitan dengan usulan transportasi dan akomodasi bidan magang yang tidak
ditanggung selama kegiatan.
Teknik monitoring terakhir yang dikembangkan adalah observasi lapangan di desa-desa dalam rangka memantau secara nyata aktivitas bidan dalam memberikan pelayanan
bagi masyarakat. Metode observasi ini tidak diterapkan secara khusus, namun paralel dengan monitoring lapangan untuk program lainnya seperti pemantauan posyandu,
pemantauan gizi, sanitasi, dan upaya promosi kesehatan.
Evaluasi yang dilakukan hanya fokus pada evaluasi proses dengan memastikan semua indikator-indikator proses yang sudah ditetapkan seperti jumlah bidan yang mengikuti
magang, jumlah pertemuan koordinasi, jumlah jam pembelajaran, dan jumlah bidan pembimbing. Informasi tentang capaian indikator-indikator ini melalui wawancara
dengan bidan magang dan bidan pembimbing.
Sedangkan evaluasi efektivitas hasil untuk mengetahui perubahan perilaku bidan desa dan dampak dari perubahan perilaku itu, belum dilaksanakan secara sistematis
sebagaimana kaidah evaluasi yang tepat. Pihak Dinas Kesehatan belum mengembangkan variabel kunci, indikator, dan target dalam mengukur efektivitas hasil.
Hal ini sangatlah dimengerti mengingat kegiatan ini masih berproses terus guna mendapatkan model pengelolaan yang sempurna. Artinya, Dinas Kesehatan Kab. Luwu
sudah memiliki perencanaan-perencanaan tertentu dalam rangka peningkatan kualitas pemagangan bidan desa di RSUD pada masa yang akan datang.
Halaman 149
Tantangan yang dihadapi
Implementasi program dalam beberapa segi berjalan dengan lancar dengan hasil yang cukup bermakna. Namun demikian, berdasarkan pengalaman lapangan dapat
diidentifikasi tantangan-tantangan yang memerlukan tindakan antisipasi, sehingga penerapannya dapat berlangsung terus menerus untuk jangka waktu yang lama. Hal ini
penting oleh karena rekruitmen bidan desa oleh Dinas Kesehatan dilakukan setiap tahunnya. Bahkan, sekalipun tidak ada rekruitmen bidan desa, peningkatan kapasitas
bidan sangat penting untuk terus dikembangkan karena dinamika permasalahan juga semakin rumit.
Tantangan yang cukup penting adalah dimensi politik kebijakan yang akan mempengaruhi dukungan penganggaran. Lazimnya, pergantian birokrasi akan
menimbulkan pergantian kebijakan. Tidak dipungkiri dalam konteks ini, program yang berbasis MoU dapat saja tidak diindahkan manakala kedua institusi inti pelaksana MoU
mengalami mutasi kepemimpinan.
Selain mutasi kepemimpinan, pada tingkat birokrasi terdapat tantangan “jebakan rutinitas”. Umumnya ketika SKPD tidak lagi mendapatkan pendampingan atau
dorongan dari pihak eksternal, seringkali inovasi yang ada, tidak mengalami keberlanjutan. Oleh karena itu, guna mengantisipasi tantangan ini dibutuhkan pihak lain
untuk terus melakukan kontrol dan membangun komunikasi aktif kepada pihak Dinas Kesehatan dan pihak RSUD. Dengan demikian, peningkatan kapasitas kelembagaan
masyarakat agar tetap dapat menjadi kontrol social merupakan tantangan tersendiri.
Peningkatan kapasitas pelaksana program dan perangkat desa sangat penting kegunaannya terhadap pelaksanaan magang bidan desa. IBI bisa berperan dalam
menindaklanjuti keterampilan-keterampilan baru bidan magang, sementara organisasi desa dapat membantu bidan di desa dalam menfasilitasi kegiatan-kegiatan, baik yang
bersifat khusus KIA maupun kegiatan kesehatan masyarakat pada umumnya.
Halaman 150
Jenis tantangan lapangan yang ditemukan yakni pada kehidupan sosial-budaya masyarakat yang masih kental memanfaatkan dukun dalam tindakan persalinan. Upaya
penyadaran dan kemitraan bidan dan dukun yang saling menguntungkan menjadi alternatif yang efektif.
Tantangan praktis yang ditemukan adalah penjabaran materi magang selama dua minggu belum dituangkan kurikulum khusus, sehingga ada kemungkinan penerapan
magang berikutnya tidak terproses secara standar.
Keberlanjutan dan peluang replikasi
Perubahan lingkungan yang terjadi begitu cepat memungkinkan suatu kegiatan tidak mengalami keberlanjutan karena ketidakmampuan pengelola dalam mempertahankan
kualitas program dan inovasi-inovasi yang ada dan rendahnya intergrasi program ke dalam perencanaan dan penganggaran rutin daerah Dinas kesehatan. Program
magang bidan desa di RSUD Batara Guru Belopa ini memiliki potensi keberlanjutan untuk jangka waktu lama karena kemauan politik pemerintah daerah, jaminan
keuangan, kemampuan manajemen, dan ketersediaan sumber daya manusia.
Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, bahwa kegiatan ini dikembangkan dalam bentuk MoU yang memiliki aspek hukum, oleh karena ditandatangani oleh para
pembuat kebijakan. Hal ini mencerminkan adanya komitmen kepemimpinan daerah yang kuat dalam menangani persoalan-persoalan berkaitan dengan kematian ibu dan
bayi. Dukungan pemerintah daerah sangat menentukan pengadaan dan pemanfaatan sumber daya yang dibutuhkan pada kegiatan tertentu, sehingga kegiatan tersebut dapat
terlaksana dengan baik.
Implikasi strategis dari dukungan pemerintah dimanifestasikan dalam bentuk pembiayaan program bersumber APBD Kabupaten dan memberikan dorongan kepada
sektor-sektor lainnya agar dapat mengambil bagian dalam program magang ini. Pola pembiayaan magang yang bersumber dari APBD merupakan jaminan keberlanjutan
program, sebab anggaran pemerintah daerah selalu tersedia. Yang harus
Halaman 151
dipertahankan oleh Dinas Kesehatan dan RSUD guna menyiasati dukungan pemerintah daerah adalah kegiatan ini selalu dimasukkan dalam perencanaan dan penganggaran
SKPD renja.
Sementara peluang replikasi kegiatan bagi daerah lainnya sangatlah terbuka lebar dan dapat diterapkan dengan mudah. Alasan yang mendasari kemudahan replikasi adalah
proses kegiatannya relatif sederhana, tidak rumit, dan tidak menuntut pengambilan keputusan dari banyak pihak. Sederhana, karena hanya memerlukan dua tahapan
penting yakni kesepakatan antara institusi dan pengawasan pelaksanaan magang. Tidak rumit, karena proses pelatihan atau pembelajaran berlangsung tanpa
mengganggu pelayanan yang ada di rumah sakit termasuk pelayanan bidan desa di wilayah kerjanya. Pengambilan keputusan dari orang terbatas karena memang hanya
melibatkan Dinas Kesehatan dan RSUD.
Selain hal tersebut, peluang replikasi lainnya diperbesar oleh tuntutan kebutuhan pembiayaan dengan pola minimal. Hampir dipastikan semua kabupatenkota di Provinsi
Sulawesi Selatan dapat membiayai dari sumber APBD kabupatenkota. Alokasi perencanaan dan penganggaran kegiatan ini tidak terlalu sulit bagi SKPD, oleh karena
isu kesehatan ibu dan anak sudah menjadi salah satu tujuan Millenium Development Goals yang sering dijadikan sebagai arahan kebijakan dalam penyusunan RPJMD.
Hasil pembelajaran dan rekomendasi
Keseluruhan proses dari kegiatan magang bidan desa di RSUD Batara Guru Belopa yang didukung dengan MoU ini memberikan sejumlah nilai-nilai edukatif yang dapat
dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Poin-poin pembelajaran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan kegiatan yang bergerak dari bawah secara partisipatif Peningkatan kompetensi bidan desa merupakan respon dinas kesehatan
terhadap keluhan masyarakat tentang rendahnya kompetensi bidan desa. Keluhan ini kemudian ditangkap oleh bidan puskesmas dan dilanjutkan ke
Halaman 152
Bagian Binkesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu yang akhirnya mengakomodirnya dalam bentuk perencanaan kegiatan yang dianggarkan dalam
RKA Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu. Sebelum usulan ini dimasukkan kedalam RKA, terlebih dahulu Dinas Kesehatan mendengarkan masukan-
masukan dari semua pihak, khususnya pemerintahan desa, kelompok masyarakat, dan Organisasi Profesi IBI.
Pola perencanaan partisipatif memiliki kekuatan dalam menciptakan efek perubahan sebab rencana-rencana kerja yang diusulkan menyentuh secara
langsung kebutuhan masyarakat. Efek lanjutnya, partisipasi masyarakat relatif lebih meningkat oleh karena masyarakat merasa telah dilibatkan pada tahap
awal sampai monitoring.
b. Inisiatif dan kreativitas serta inovasi pemerintah daerah Meskipun ada kebutuhan dari masyarakat bila tidak direspon oleh pemerintah
daerah, usulan tersebut akan mengalami kemandekan. Dalam ranah ini, pemerintah daerah kabupaten Luwu secara responsif mengembangkan inisiatif
dan pemikiran inovatif guna memagangkan bidan di RSUD Batara Guru Belopa. Kegiatan yang inovatif dapat meningkatkan dampak yang lebih efektif dan
efisien.
c. Kolaborasi sinergis mengikis ego sektoral
Kegagalan program kesehatan biasanya disebabkan oleh metode penggerakan program yang bersifat sektoral. Kegiatan ini memberikan pelajaran kepada kita
bahwa sektor-sektor lain memiliki peranan yang penting dalam mencapai sasaran kegiatan. Penurunan angka kematian ibu terutama dalam peningkatan
kapasitas bidan memiliki peran lembaga seperti RSUD Batara Guru Belopa, organisasi profesi IBI, kelompok masyarakat, dan pemerintahan desa.
d. Metode pemangangan cara efektif meningkatkan keterampilan tanaga
kesehatan
Halaman 153
Program magang bidan desa dalam bentuk latihan dalam pelayanan nyata di rumah sakit telah meningkatkan keterampilan di kalangan bidan desa lebih
efektif dan efisien dibandingkan dengan metode pelatihan APN selama ini. Keahlian lunak yang diperoleh berupa motivasi, kerjasama, kepemimpinan, dan
manajemen kasus sangat berdampak terhadap keterampilan utamanya dalam
memberikan pelayanan teknis kebidanan.
Tentu saja kegiatan ini masih menyisakan ruang yang banyak untuk penyempurnaannya. Berdasarkan hasil observasi dan catatan-catatan
pertemuan monitoring dan evaluasi diusulkan beberapa poin rekomendasi,
diantaranya:
1. Durasi waktu magang perlu ditambah menjadi tiga bulan dengan target pembelajaran: tiga minggu di ruang pemeriksaan kehamilan dan pengenalan
risiko, enam minggu di ruang bersalin, dan satu bulan di perawatan bayi baru lahir dan nifas.
2. Pengawasan intensif di lapangan dari dinas kesehatan dalam mempertahankan perilaku professional bidan desa.
3. Dinas kesehatan melakukan kolaborasi dengan IBI dalam pembinaan berkelanjutan dan peningkatan kemampuan tenaga kebidanan.
4. Pertemuan regular antara dinas kesehatan dan RSUD dalam memonitoring efektivitas pelaksanaan magang.
5. Penyusunan kurikulum magang yang sistematis sehingga proses magang dapat terstandardisasi dan hasil-hasil belajar dapat diukur secara benar dan
nyata. 6. Peningkatan mutu monitoring dan evaluasi dengan membuat model dan
standar untuk pengukuran efektivitas luaran. 7. Bagi pemerintah daerah yang memiliki kemampuan finansial terbatas,
model pembiayaan seperti yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kab. Luwu ini dapat menjadi pembelajaran untuk dipraktekkan.
Halaman 154
Informasi kontak Fatimah Fitri
Koordinator Bidan Tingkat Kabupaten Luwu Dinas Kesehatan Luwu
Jalan Topoka no. 41 Belopa
Email no. telp : fatimaluwugmail.com 0471 21145
Halaman 155
Program kesehatan USAID Kinerja bekerjasama dengan pemerintah daerah dan puskesmas meningkatkan pelayanan kesehatan di tiga sektor: Persalinan
Aman, ASI Eksklusif dan Inisasi Menyusui Dini, serta Manajemen Puskesmas.
Kemitraan strategis bidan dan dukun di Kabupaten Kubu Raya: Replikasi Program USAID Kinerja
Kemitraan strategis bidan dan dukun di Kabupaten Kubu Raya: Replikasi Program USAID Kinerja
Situasi sebelum program dilakukan
Angka kematian ibu dan bayi di Kabupaten Kubu Raya berada di tingkat keempat tertinggi di antara 14 kabupatenkota di provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan data
dinas kesehatan kabupaten tahun 2012 , angka kematian ibu di kabupaten ini mencapai 16 kasus per 100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi 55 kasus per 1.000
kelahiran hidup. Sebagian besar kematian ibu disebabkan oleh persalinan tanpa bantuan tenaga kesehatan dan ibu terlambat dirujuk ke fasilitas kesehatan.
Data BPS tahun 2012 mencatat, di Kabupaten Kubu Raya, dari 11.381 kelahiran hidup, hanya 9.017 yang ditolong oleh tenaga kesehatan. Jumlah persalinan yang tidak
ditolong tenaga kesehatan diyakini jauh lebih besar dari yang berhasil dicatatkan karena jumlah dukun bayi aktif yang tersebar di Kabupaten Kubu Raya mencapai
hampir 700 orang. Ditambah lagi adanya ‘ekspansi’ dukun bayi dari Kota Pontianak tetangga yang sudah tidak bisa lagi beroperasi di wilayah Kota Pontianak. Selain itu,
banyak perempuan hamil tidak mampu membayar jasa kesehatan modern, sehingga mereka lebih memilih ke dukun.
Kabupaten ini sebenarnya telah melaksanakan kemitraan bidan dan dukun. Namun, jumlah dukun yang bermitra dengan bidan masing kurang dari separuh dan banyak
dukun masih menolong persalinan. Selain itu, tenaga kesehatan juga berpendapat bahwa kemitraan ini masih terjadi di atas kertas saja, dan belum dilaksanakan secara
penuh. Hal inilah yang memicu Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya untuk memperbaiki program kemitraan bidan dan dukun. Program tersebut diharapkan dapat
menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Halaman 156
Bentuk inovasi
Untuk mengatasi tingginya angka kematian ibu dan bayi di Kabupaten Kubu Raya, dinas kesehatan memperbaiki program kemitraan bidan dan dukunnya dengan
mengadopsi program tata kelola pelayanan kesehatan USAID Kinerja. Mereka menerapkan prinsip tata kelola pelayanan publik yang baik dalam program tersebut.
Prinsip ini mencakup partisipasi publik, transparansi dan akuntabilitas.
Salah satu terobosan terpenting dalam program ini adalah keterlibatan kepala desa, dukun, dan bidan dalam mengevaluasi program kemitraan yang telah ada dan
menentukan langkah perbaikan yang perlu dilakukan. Kepala desa, tokoh masyarakat, staff puskesmas, bidan dan dukun melakukan pertemuan rutin dengan dinas kesehatan
untuk mengevaluasi kegiatan terkait kesehatan ibu dan anak, apalagi kemitraan bidan dan dukun. Salah satu hasil rekomendasi pertemuan pertama adalah perlunya
Gambar 1. Publikasi bidan dan dukun yang bermitra di salah satu puskesmas di Kubu Raya. Dokumen ini membantu masyarakat ikut serta memonitor pelaksanaan program kemitraan bidan
dan dukun.
Halaman 157
Memorandum of Understanding MoU untuk menguatkan kemitraan antara bidan dan dukun.
Salah satu janji politik Bupati terpilih adalah memberdayakan profesi yang mentradisi, misal dukun bayi. Hal ini menjadi ‘pintu masuk’ yang strategis bagi penguatan dan
bahkan dapat merevitalisasi kemitraan bidan dan dukun bayi yang sudah ada sebelumnya. Menggunakan momentum tersebut, Dinas Kesehatan Kubu Raya
mengadvokasi pemerintah untuk menyusun dan menerbitkan Peraturan Bupati no. 37 Tahun 2014 yang khusus mendukung kemitraan bidan dan dukun. Peraturan ini juga
memuat prinsip-prinsip tata kelola yang baik, hak dan kewajiban para pihak termasuk insentif bagi dukun bayi yang bermitra, serta mekanisme monitoring dan evaluasi.
Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya memberikan insentif bulanan sebesar Rp. 300.000 kepada dukun yang telah bermitra dengan bidan desa setempat
dan tidak melakukan pertolongan persalinan. Mereka juga mendapat insentif tambahan sebesar Rp. 50.000 ketika merujuk ibu bersalin di fasilitas kesehatan. Langkah ini
dilakukan agar dukun tetap memiliki penghasilan dan mendorong dukun merujuk ibu bersalin di fasilitas kesehatan. Selain insentif dari dinas kesehatan, kepala puskesmas
percontohan juga mendorong pemangku kepentingan setempat untuk berkontribusi, misal desa menyediakan insentif menggunakan alokasi dana desa ADD.
Untuk memberikan dukungan yang lebih luas terhadap kemitraan ini, bidan dan dukun menandatangani MoU yang menjelaskan tugas bidan dan dukun; bidan menolong
secara medis sedangkan dukun memberikan dukungan moral dan spiritual kepada ibu, seperti memberikan doa-doa dan memijat ibu. Proses penandatanganan ini secara
simbolis dipimpin oleh Wakil Bupati dan disaksikan oleh kepala desa, camat, kepala pukesmas, bidan koordinator, lintas SKPD dan tokoh agama serta tokoh msyarakat.
Adanya acara penandatanganan MoU yang disaksikan tokoh masyarakat juga sangat memberikan dukungan moral yang kuat bagi para bidan dan dukun, dan mendorong
mereka untuk tetap berikutserta dalam kemtiraannya.
Halaman 158
Gambar 2. Daftar dukun penerima insentif.
Selain menyaksikan penandatanganan MoU, para tokoh masyarakat tersebut juga bekerjasama dengan dinas kesehatan untuk memonitor dan mengevaluasi program
tersebut.
Proses pelaksanaan program
Program kemitraan bidan dan dukun di Kabupaten Kubu Raya berawal dari kehadiran dinas kesehatan di dua
pertemuan diseminasi praktik baik KIA dari USAID Kinerja. Selama pertemuan tersebut, dinas kesehatan
kabupaten Kubu Raya belajar tentang tata kelola pelayanan kesehatan termasuk kemitraan bidan dan
dukun yang telah dilaksanakan di puskesmas mitra USAID Kinerja di daerah lain. Komitmen dinas
kesehatan Kabupaten Kubu Raya ini kemudian ditindaklanjuti dengan kerjasama dengan konsultan lokal
program Kinerja di tiga puskesmas percontohan sejak akhir Desember 2014. Konsultan Kinerja memberikan
pelatihan intensif bagi staff dinas kesehatan tentang pendekatan tata kelola pelayanan publik serta
mendampingi mereka membuat rencana aksi, dan advokasi peraturan dan anggaran.
Selain itu, dinas kesehatan juga melakukan serangkaian pertemuan internal dan dengan tokoh masyarakat untuk membahas isu kesehatan ibu dan anak. Salah satu
rekomendasi pertemuan tersebut adalah peraturan pendukung kemitraan bidan dan dukun sangat diperlukan untuk menjamin pelaksanaan program ini. Dinas kesehatan
kemudian melakukan advokasi kepada pemerintah kabupaten untuk menerbitkan peraturan. Maka, pada tanggal 22 Desember 2014, Peraturan Bupati no. 37 Tahun
2014 tentang Kemitraan Bidan dengan Dukun Bayi di Kabupaten Kubu Raya diterbitkan. Selain mengatur isu teknis, peraturan ini juga memuat prinsip tata kelola
dan mendorong semua pihak yang terkait untuk berkontribusi sesuai dengan perannya.
Halaman 159
Untuk melaksanakan kemitraan ini, bidan dan perwakilan dukun menandatangani MoU yang disaksikan oleh camat, tokoh masyarakat, kepala puskesmas dan dinas
kesehatan. Upacara penandatanganan yang melibatkan pemimpin masyarakat bertujuan untuk memberikan dukungan moral yang kuat bagi para bidan dan dukun
yang bermitra. Selain itu, para tokoh masyarakat juga diharapkan dapat ikut memonitor pelaksanaan program ini.
Dinas kesehatan memberikan insentif bulanan sebesar Rp. 300.000 bagi dukun yang tidak membantu persalinan dari APBD 2015, dan Rp. 50.000 ketika merujuk ibu bersalin
ke fasilitas kesehatan menggunakan ADD atau bantuan PNPM Generasi Sehat Cerdas 2015.
Untuk memastikan program ini berjalan baik, dinas kesehatan bekerjasama dengan camat, kepala desa dan tokoh masyarakat melakukan monitoring dan evaluasi.
Monitoring yang melibatkan lintas sektor ini rencananya akan dilakukan setiap tiga bulan sekali. Selain itu, dinas kesehatan juga melakukan kunjungan ke ketiga
puskesmas percontohan untuk melakukan monitoring informal.
Anggaran yang diperlukan
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya telah menganggarkan dana untuk mengadopsi program tata kelola kemitraan bidan dan dukun yang telah diperkenalkan oleh USAID
Kinerja. Program ini didanai menggunakan anggaran dinas kesehatan dan bantuan operasional kesehatan BOK yang telah ada di setiap puskesmas. Total anggaran
2015 mencapai Rp. 1,6 milyar yang digunakan untuk insentif dukun bayi dan proses monitoring dan evaluasi program.
Dinas kesehatan berencana menambah alokasi dana untuk insentif dukun karena program ini akan melibatkan lebih banyak dukun pada tahun 2016.
Halaman 160
Gambar 2. Poster kemitraan bidan dan dukun di pos kesehatan desa di
Sei Belidak
Hasil dan dampak program
Sejak dilaksanakan Desember 2014, kemitraan bidan dan dukun di Kabupaten Kubu Raya telah menghasilkan beberapa capaian penting yang mendukung pelaksanaan
program ini, yaitu:
1 Peraturan Bupati Kubu Raya nomor 37 Tahun 2014 tentang Kemitraan Bidan dengan Dukun Bayi di Kabupaten Kubu Raya. Peraturan ini menjadi satu-satunya
payung hukum program kesehatan ibu dan anak. 2 MoU telah ditandatangani oleh bidan dan
perwakilan dukun di tiga puskesmas percontohan. MoU ini bertujuan
memformalkan komitmen para bidan dan dukun untuk bermitra, dan mencatat
kewajiban, tugas dan hak kedua pihak tersebut.
3 Transparansi pelayanan kesehatan di puskesmas percontohan telah meningkat.
Puskesmas telah memasang nama dan foto bidan dan dukun yang bermitra di
wilayahnya, sehingga masyarakat dapat mengakses informasi tersebut dengan mudah dan ikut memonitor pelaksanaan
kemitraan bidan dan dukun.
Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh perwakilan dinas kesehatan, kepala desa, puskesmas dan camat menggunakan alat yang telah disusun bersama dan disepakati.
Instrumen tersebut terdiri dari dua alat untuk menganalisa pelaksanaan peraturan bupati di tingkat kabupaten maupun di tingkat puskesmas, serta satu alat untuk
mengukur pelaksanaan kantung persalinan, salah satu program kesehatan ibu dan anak di luar kemitraan bidan dan dukun.
Halaman 161
Mengingat program ini baru berjalan beberapa bulan, monitoring dan evaluasi baru dilakukan satu kali saja pada bulan Juni, dan masih bersifat uji coba. Rekomendasi dari
peserta monev tersebut telah dikumpulkan dan akan tetap digunakan sebagai masukan untuk perbaikan program. Salah satu hasil evaluasi tersebut adalah program perlu
membuat persetujuan untuk semua dukun di wilayah pembinaan puskesmas, bukan hanya perwakilan saja. Persetujuan ini akan ditandatangani oleh semua dukun yang
ingin bermitra dan dilampirkan pada MoU asli.
Evaluasi bersama tersebut direncanakan untuk dilakukan kembali menggunakan instrument yang telah diperbaiki pada bulan Agustus dan September 2015.
Selain itu, dinas kesehatan juga melakukan evaluasi ketika berkunjung ke puskesmas percontohan.
Tantangan yang dihadapi
Salah satu tantangan yang dihadapi saat awal kemitraan bidan dan dukun dibentuk adalah bagaimana bisa meyakinkan kepala desa, camat, dan tokoh masyarakat untuk
menjadi terlibat dalam program ini. Mereka beranggapan bahwa kesehatan ibu dan anak merupakan tanggungjawab dinas kesehatan dan puskesmas saja. Namun setelah
melalui pendekatan intensif, para pemimpin masyarakat tersebut sadar dan ikut berpartisipasi dalam program ini. Contohnya, Kepala Desa Kapur pada awalnya
menolak terlibat dan tidak ingin menandatangani MoU kemitraan bidan dan dukun di desanya karena dia masih ragu dengan pendekatannya. Namun, setelah beberapa
bidan desa dan kepala puskesmas melakukan pendekatan, Kepala Desa bersedia mendukung dan bahkan menjadi penggerak kemitraan bidan dan dukun di desanya.
Tantangan lain adalah belum semua dukun menandatangani MoU kemitraan,karena program ini masih merupakan percontohan. Hal ini menyebabkan banyak dukun belum
sadar dan kurang mengerti tentang peran mereka dalam kemitraan ini. Namun, dinas kesehatan akan mulai melibatkan seluruh dukun di puskesmas percontohan pada bulan
Halaman 162
Juni 2015, sampai semua dukun bayi di wilayah tersebut telah memahami tugas, kewajiban dan hak mereka.
Selain itu, masih banyak ibu memilih bersalin dengan dukun karena tidak mampu membayar jasa medis puskesmas dan tidak mempunyai asuransi BPJS. Oleh karena
itu, peraturan bupati tentang kemitraan bidan dan dukun telah mengatur bahwa pemerintah akan menanggung iuran BPJS ibu hamil yang berasal dari keluarga kurang
mampu, hingga 1000 ibu hamil dan 1000 bayi.
Keberlanjutan dan peluang replikasi
Dinas Kesehatan Kubu Raya berencana mereplikasikan program ini ke seluruh puskesmas, tidak hanya tiga puskesmas percontohan. Replikasi akan dilakukan secara
bertahap. Tahun ini direncanakan akan direplikasikan ke tiga puskesmas lainnya. Dalam pertemuan terakhir, bahkan semua puskesmas yang berjumlah 20 siap untuk
mereplikasikan program ini tahun ini juga.
Peraturan bupati tentang kemitraan bidan dan dukun juga menjamin bahwa program ini akan berlanjut.
Selain insentif dari dinas kesehatan, kepala puskesmas percontohan juga mendorong pemangku kepentingan setempat untuk berkontribusi, misal desa menyediakan insentif
menggunakan dana alokasi desa.
Selain itu forum multi-stakeholder MSF yang beranggotakan perwakilan masyarakat telah dibentuk Juni 2015. Forum ini diharapkan dapat membantu memonitor
pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun serta melakukan advokasi perbaikan layanan kesehatan berdasarkan hasil evaluasi.
Halaman 163
Hasil pembelajaran dan rekomendasi
Selama pelaksanaan program kemitraan bidan dan dukun ini, ada beberapa hasil pembelajaran yang dapat diperoleh:
1. Kepemimpinan yang kuat merupakan salah satu elemen penting pelaksanaan program kemitraan bidan dan dukun. Di Kabupaten Kubu Raya, seluruh
pemangku kepentingan teknis kesehatan dan di luar kesehatan memiliki komitmen dan kepemimpinan yang kuat untuk melaksanakan program ini.
2. Visi kepala daerah. Bupati Kubu Raya memiliki kepedulian tinggi terhadap tokoh tradisional di tingkat lokal dan menjaga kearifan lokal. Hal ini menjadi pintu
masuk bagi dinas kesehatan dan mitranya untuk menyusun peraturan bupati khusus kemitraan bidan dan dukun.
3. Komunikasi efektif antar pemangku kepentingan menjadi salah satu faktor penting pelaksanaan program kemitraan bidan dan dukun.
4. Komitmen kepala puskesmas dan staff untuk terus berinovasi mendorong mereka melakukan berbagai terobosan untuk meningkatkan kualitas layanan
kesehatan. 5. Peraturan bupati menjadi payung hukum yang kuat pelaksanaan kemitraan bidan
dan dukun dan menjaga keberlanjutannya.
6. Komitmen pemerintah untuk membantu membayar iuran BPJS ibu yang berasal