Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2000 4 0
tambak tradisional, yaitu dengan penerapan teknologi budidaya sederhana dan modal relatif kecil atau terbatas. Sisanya adalah adalah tambak semi-
intensif dan intensif yang menerapkan teknik budidaya yang lebih rumit dan membutuhkan modal yang relatif besar.
Selain pertambakan, bentuk pembangunan fisik di kawasan pantai timur Lampung adalah reklamasi untuk pembuatan polder Rawasragi dari
Lampung Selatan sampai Lampung Tengah dan reklamasi Rawa Mesuji - Tulang Bawang - Pedada untuk pemukiman pola transmigrasi dan kemitraan
swasta tambak inti rakyat. Pesatnya pembangunan di pantai timur ini tidak hanya menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang sangat besar, namun juga
memberikan tekanan terhadap keberadaan dan kelestarian sumberdaya alam yang ada, dalam hal ini kawasan mangrove.
Ditinjau dari aspek sosial-ekonomi, konversi habitat mangrove menjadi pertambakan dan lahan untuk keperluan lain memberikan keuntungan yang
cukup tinggi dalam jangka waktu pendek. Namun pembukaan tambak secara intensif dan berskala besar seringkali kurang dapat memberi kontribusi
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Dalam kegiatan pertambakan yang bersifat intensif dan semi intensif ini, peran dan partisipasi
masyarakat umumnya hanya sebatas sebagai buruh dengan upah yang sangat murah. Kurangnya keterbukaan pengelolaan usaha dapat menimbulkan
konflik antara petambak plasma dan perusahaan inti. Sebagian masyarakat yang terlibat menganggapnya sebagai suatu ketidakadilan dalam pemanfaatan
sumberdaya alam bagi kesejahteraan mereka. Beberapa kasus konflik sosial terjadi di pertambakan inti rakyat Dipasena, Tulang Bawang.
Ditinjau dari aspek lingkungan, kegiatan ini memberikan dampak negatif yang cukup besar terhadap kawasan pesisir. Penggunaan bahan kimia
dan pakan buatan dalam usaha tambak pola intensif dan semi intensif berhasil memberikan keuntungan besar dalam jangka waktu pendek sekitar 4-5 tahun
Putra, komunikasi pribadi. Setelah itu usaha pertambakan menjadi tidak optimum atau tidak produktif dan biasanya tambak-tambak tersebut akhirnya
banyak yang ditelantarkan dan ditinggal begitu saja. Hal seperti ini banyak terjadi di sepanjang pantai utara Jawa. Penyebab utama kegagalan usaha
pertambakan ini adalah akumulasi bahan-bahan pencemar dari limbah pertambakan itu sendiri, wabah penyakit udang dan tercemarnya air laut
yang digunakan tambak akibat industri di darat dan wilayah pesisir Savitri dan Khazali 1999. Permasalahan lain yang timbul akibat perluasan lahan
pertambakan lewat konversi kawasan mangrove di pantai timur adalah abrasi, khususnya di sekitar Labuhan Maringgai Wiryawan et al., 1999.
Dengan mempertimbangkan permasalahan di atas dan belum adanya penerapan pengelolaan pesisir secara terpadu integrated coastal management ~
ICM di Lampung serta adanya peluang yang baik untuk membangun kerjasama dengan instansi pemerintah setempat, Proyek Pesisir Lampung
mencoba untuk mengembangkan suatu program untuk pengembangan tambak ramah lingkungan dan rehabilitasi mangrove berbasis masyarakat
secara terpadu.
3. KONSEP PROGRAM TAMBAK RAMAH LINGKUNGAN DAN REHABILITASI MANGROVE
Dasar pemikiran atau landasan berpijak tambak ramah lingkungan dan rehabilitasi mangrove berbasis masyarakat adalah keberlanjutan
sustainability usaha pertambakan, baik ditinjau dari aspek sosial-ekonomi maupun aspek
lingkungan hidup, dan bersifat merakyat.
Sifat merakyat ini merupakan bentuk
implementasi dari k e b u t u h a n ,
kemampuan dan k e s e p a k a t a n
masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan yang ada. Dalam implementasi program ini, Proyek Pesisir Lampung dan mitra LSM-nya lebih
banyak berperan sebagai fasilitator dan penghubung antara masyarakat dan instansi pemerintah terkait serta memformulasikan suatu rencana atau pro-
gram yang mengakomodasi pemikiran dan keinginan masyarakat.
TAMBAK RAMAH LINGKUNGAN
Suatu bentuk usaha pertambakan yang tidak merusak lingkungan dan sesuai dengan daya dukung
lingkungan dan sumberdaya alam sekitarnya, bisa dilakukan oleh masyarakat, tidak menggunakan
bahan-bahan yang akan mencemari lingkungan dan usaha pertambakan ini berlangsung terus menerus
berkesinambungan
4 1 Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2000
Program ini bertujuan untuk:
√ meng embangkan
suatu bentuk pengelolaan pesisir
terpadu dimana masyarakat menjadi
pelaku utama dalam pemanfaatan lahan
mangrove sebagai areal pertambakan secara berkelanjutan; √
menumbuhkan tanggung jawab masyarakat dengan cara meningkatkan kepedulian dan partisipasi mereka dalam menjaga dan melestarikan
sumberdaya alam di lingkungan mereka.
Dua strategi telah dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu: mengembangkan dan mencari teknik-teknik tepat guna yang tidak
mengejar produksi dalam skala besar, namun lebih mementingkan kesinambungan usaha pertambakan dengan mempertimbangkan potensi,
daya dukung dan kelestarian sumberdaya alam serta kemampuan sumberdaya manusia.
membangun suatu mekanisme rehabilitasi dan perlindungan mangrove berbasis masyarakat dengan cara perbaikan dan rehabilitasi jalur hijau
coastal green belt yang saat ini sudah beralih fungsi menjadi tambak-tambak rakyat. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem
sekaligus menjaga keberlanjutan usaha tambak yang merupakan keinginan masyarakat.
Adapun keluaran dari kegiatan ini adalah terciptanya suatu contoh pola pengelolaan tambak ramah lingkungan dan kawasan jalur hijau berbasis
masyarakat secara terpadu, yang merupakan aplikasi dari konsep pengelolaan pesisir terpadu berbasis masyarakat. Contoh pola pengelolaan ini diharapkan
dapat diterapkan di kawasan lain di Lampung atau tempat yang memiliki sumberdaya alam dengan karakteristik hampir sama komunikasi pribadi,
Tim PSC, Juni 1999. Dengan diselenggarakannya program ini, beberapa hasil yang
diharapkan dari program ini adalah: peningkatan kepedulian dan kesadaran masyarakat akan arti penting hutan
mangrove dalam menunjang keberlanjutan usaha pertambakan mereka; peningkatan kemampuan masyarakat dalam menggali potensi dan
memahami isu serta permasalahan yang dihadapinya kemudian mengangkat hal tersebut sebagai teladan baik;
peningkatan kemampuan masyarakat dalam memberikan pendapat dan argumentasi secara aktif dan berani;
peningkatan kemampuan masyarakat dalam bermusyawarah dan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan dalam
penyempurnaan program bersama; peningkatan kemandirian dan kemampuan masyarakat dalam menyusun,
mengembangkan, menerapkan dan membudayakan program-program yang bersifat sustainable berkelanjutan dan ramah lingkungan ke dalam
praktek kehidupan mereka sehari-hari; peningkatan kondisi kesejahteraan masyarakat yang sejahtera melalui
pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan di lingkungan yang baik sesuai dengan fungsi-fungsinya.
4. TAHAPAN KEGIATAN
Proses kegiatan ini berkaitan erat dengan kegiatan Proyek Pesisir di tahun pertama yang diawali dengan kegiatan penyusunan profil sumberdaya
wilayah pesisir Lampung penyusunan atlas pesisir yang mencakup identifikasi permasalahan atau isu dan stakeholders, penentuan prioritas
masalah, perumusan konsep ICM, mencari peluang kerjasama dengan instansidinas dan membangun kerjasama dengan LSM. Pada tahun kedua,
pelaksanaan program ini difokuskan pada kegiatan pemilihan lokasi dan pelaksanaan awal early actions. Kegiatan pelaksanaan awal ini mencakup
pembentukan dan penyamaan persepsi anggota Tim Pantai Timur, sosialisasi kegiatan dan penggalian potensi dan kendala yang ada di lokasi, pelatihan
PRA bagi anggota TPT dan studi banding. Pada tahun berikutnya tahun ketiga, kegiatan-kegiatan sebelumnya diharapkan dapat ditindaklanjuti
REHABILITASI MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT
Kegiatan penghijauan kembali jalur hijau pantai yang terlaksana atas inisiatif masyarakat
berdasarkan kesepakatan mereka mulai dari penentuan lokasi, pelaksanaan penghijauan,
pemeliharaan dan pengawasannya. Kesepakatan mereka tercakup dalam kesepakatan atau keputusan
desa.