26
guru adalah dimensi emosional siswa, hati, atau jiwa, bukan lagi akal, rasio dan logika. Guru menyentuh emosi siswa
sehingga tumbuh kesadaran, keinginan dan kebutuhan. Melalui tahapan ini pun siswa mampu menilai dirinya sendiri, dan
semakin tahu kekurangannya. 3 Moral Doing Learning to do
Inilah puncak keberhasilan mata pelajaran akhlak, siswa mempraktikkan nilai-nilai akhlak mulia itu dalam perilakunya
sehari-hari. Siswa menjadi semakin sopan, ramah, hormat, penyayang, jujur, disiplin, cinta, kasih dan sayang, adil serta
murah hati dan seterusnya. Selama perubahan akhlak belum terlihat dalam perilaku anak walaupun sedikit, selama itu pula
kita memiliki setumpuk pertanyaan yang harus selalu dicari jawabannya.
Pembentukan karakter diklasifikasikan dalam 5 tahapan yang berurutan dan sesuai usia Budimansyah, 2010:137 yaitu:
1 Tahap pertama adalah membentuk adab, antara usia 5 sampai 6 tahun. Tahapan ini meliputi jujur, mengenal
antara yang benar dan yang salah, mengenal antara yang baik dan yang buruk serta mengenal mana yang
diperintahkan, misalnya dalam agama. 2 Tahap kedua adalah melatih tanggung jawab diri antara usia
7 sampai 8 tahun. Tahapan ini meliputi perintah
27
menjalankan kewajiban shalat, melatih melakukan hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi secara mandiri, serta
dididik untuk selalu tertib dan disiplin sebagaimana yang telah tercermin dalam pelaksanaan shalat mereka.
3 Tahap ketiga adalah membentuk sikap kepedulian antara usia 9 sampai 10 tahun. Tahapan ini meliputi diajarkan
untuk peduli terhadap orang lain terutama teman-teman sebaya, dididik untuk menghargai dan menghormati hak
orang lain, mampu bekerjasama serta mau membantu orang lain.
4 Tahap keempat adalah membentuk kemandirian, antara usia 11 sampai 12 tahun. Tahapan ini melatih anak untuk belajar
menerima resiko sebagai bentuk konsekuensi bila tidak mematuhi perintah, dididik untuk membedakan yang baik
dan yang buruk. 5 Tahap kelima adalah membentuk sikap bermasyarakat,
pada usia 13 tahun ke atas. Tahapan ini melatih kesiapan bergaul di masyarakat berbekal pada pengalaman
sebelumnya. Bila mampu dilaksanakan dengan baik, maka pada usia yang selanjutnya hanya diperlukan
penyempurnaan dan pengembangan secukupnya. Maka dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap pembentukan
karakterterjadi melalui berbagai tahap, yang pertama di usia 5-6
28
tahun diorientasikan pada penguasaan tentang nilai-nilai dengan membentuk adab dan mengenal baik buruk. Kemudian usia 7
hingga 10 tahun merupakan tahapan untuk menumbuhkan rasa cinta dan butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Dan pada tahap
ini dilatih untuk bertanggung jawab serta membentuk sikap kepedulian. Dan untuk usia 11tahun ke atas memasuki tahapan
dimana siswa mempraktikkan nilai-nilai akhlak mulia itu dalam perilakunya sehari-hari dengan membentuk sikap mandiri dan
sikap bermasyarakat.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter indivdu pada umumnya melalui berbagai proses dan memiliki banyak sekali faktor-faktor yang berperan ketika
pembentukan karakter tersebut berlangsung. Interaksi seseorang menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa V. Campbell
dan R. Obligasi menyatakan bahwasanya terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan karakter, yaitu:
1 Faktor keturunan 2 Pengalaman masa kanak-kanak
3 Pemodelan oleh orang dewasa atau orang yang lebih tua 4 Pengaruh lingkungan sebaya
5 Lingungan fisik dan sosial 6 Substansi materi di sekolah dan lembaga pendidikan lain.
7 Media massa
29
Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter juga diungkapkan ole Sjarkawi 2006:19-20
yang mengelompokkan faktor-faktor tersebut menjadi dua, yaitu: 1 Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal itu biasanya merupakan faktor
biologis. Faktor biologis yang dimaksud dapat membentuk karakter seseorang bukan hanya faktor genetic tetapi juga
faktor fisiknya. 2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya berasal dari
lingkungan seseorang seperti keluarga, sekolah, masyarakat. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi pembentukan karakter mandiri dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal yang berasal
dari diri pribadi dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan sekitar. Seperti lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan sosialnya.
2. Pendidikan Karakter Mandiri a. Konsep Pendidikan Karakter Mandiri
Karakter adalah tabiat, perangai, dan sifat-sifat karakter seseorang. Sementara berkarakter diartikan dengan mempunyai
30
kepribadian sendiri. Karakter dalam konteks pendidikan seringkali mengacu pada bagaimana “kebaikan” seseorang. Sehingga seseorang
yang dianggap memiliki karakter yang baik akan mampu menunjukkan sebagai kualitas pribadi yang patut serta pantas sesuai dengan yang di
inginkan dalam kehidupan masyarakat. Sebagai suatu konsep akademis, karakter memiliki makna
substansif dan proses psikologis yang sangat mendasar. Lickona 1992:50 merujuk pada konsep good character yang dikemukakan
oleh aristoteles menegaskan bahwa karakter adala “… the life of right conduct- right conduct in relation to other persons and in relation to
oneself”. Dengan kata lain, karakter dapat dimaknai sebagai kehidupan berperilaku baik atau penuh kebajikan, yakni berperilaku baik terhadap
pihak lain Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan alam semesta dan terhadap diri sendiri.
Menurut Masrun 1986:8 kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu
atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak priginalkreatif, dan
penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.
Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah dimana
seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendakkeinginan dirinya
31
yang terlihat dalam tindakanperbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu barangjasa demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan
sesamanya Antonius, 2002:145. Hasan Basri mengemukakan kemandirian arti psikologis dan
mentalis juga mengandung pengertian keadaan seseorang dalam kehidupannya mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa
bantuan orang lain. Kemandirian juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri
atau sedikit bimbingan, sesuai dengan tahap perkembangan dan kapasitasnya. Secara operasional menurut Steinberg dalam Yusuf,
2001 aspek kemandirian ini terdiri dari beberapa indikator yaitu memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan tanpa campur
tangan orang lain changes in decision making abilities, dan memiliki kekuatan terhadap pengaruh orang lain changes in comformity and
susceptibility to influence, serta memiliki rasa percaya diri dalam mengambil keputusan self reliance in decision making.
Steinberg 1995:289 membagi kemandirian dalam tiga tipe, yaitu kemandirian emosional emotional autonomy, kemandirian
behavioral atau tingkah laku behavioral autonomy, dan kemandirian nilai values autonomy. Kemandirian emosional adalah aspek
kemandirian yang berhubungan dengan perubahan hubungan dengan seseorang khususnya orang tua, dimana anak mengembangkan
perasaan individuasi dan berusaha melepaskan diri dari ikatan