Penggunaan Chitosan Dari Cangkang Udang Litopenaeus Vannamei

diakibatkan oleh terjadinya pembusukan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang sering menyebabkan pembusukan pada stroberi seperti adanya kapang kelabu Botrytis Cinerea . Kapang kelabu memiliki gejala berupa bagian buah membusuk dan berwrna coklat mengering Purwanti, 2010. Pada Umumnya kerusakan makanan disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme terutama oleh bakteri dan jamur. Seperti makhluk hidup lain, mikroorganisme membutuhkan nutrien seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral. Mikroorganisme mengubah nutrien menjadi energi yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme Wahyudi, 2010. Dengan demikian perlu diketahui cara mudah dan murah untuk mengawetkan buah stroberi. Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena sifat-sifat yang dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang minimal antara produk dan lingkungannya. Pelapis chitosan mampu menghambat penurunan nilai asam total dan menyerap uap air Nurrachman, 2007. Konsentrasi chitosan yang dibutuhkan untuk mengawetkan makanan berbeda sesuai dengan jenis makanannya Suhardjo,1992. Dalam penelitian ini menunjukkan chitosan dapat menyimpan buah stroberi hingga hari ke-5. Konsentrasi chitosan yang optimal untuk digunakan pada buah stroberi adalah chitosan dengan konsentrasi 2 dengan lama waktu simpan hingga hari ke-5 atau selama 120 jam dimana tekstur stroberi baik, masih berbau stroberi dan warna buah stroberi masih merah. Kandungan buah stroberi yang tinggi air dan vitamin serta rendah lemak cukup direndam selama satu jam dalam larutan chitosan dengan konsentrasi 2 sehingga pertumbuhan bakteri dapat dihambat. Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang Wardaniati, 2011. Chitosan merupakan biopolimer yang bersifat hidrofobit atau bahan tahan air. Pelarut chitosan yang baik adalah asam asetat. Chitosan tidak mudah larut dalam air dan mempunyai muatan positif kuat yang dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain. Selain itu chitosan juga fleksibel dapat mengikat air dan minyak Suhardjo, 1992. Dalam berbagai konsentrasi, chitosan dilarutkan dalam asam asetat. Indikasinya, lalat yang hinggap lebih sedikit dan penampakan produk yang diawetkan lebih baik Nasir,2008. Selain telah memenuhi standard secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga aman karena dalam prosesnya chitosan cukup dilarutkan dengan asam asetat encer 1 hingga membentuk larutan chitosan homogen yang relatif lebih aman Wardaniati, 2009. Dalam chitosan juga terdapat unsur butylosar yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Butylosar yang telah didapatkan itu hanya larut dalam asam encer dan cairan tubuh manusia. Dengan demikian, butylosar dapat diserap oleh tubuh. Zat itu merupakan satu-satunya selulosa yang dapat dimakan. Zat ini mempunyai muatan positif yang kuat, dan dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain. Selain itu, zat ini mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun Purwanti, 2010. Chitosan juga telah diaplikasikan oleh peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan THP Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan Institut Pertanian Bogor FPIK-IPB yang telah berhasil memanfatkan kulit udang dan rajungan sebagai bahan pengawet pada ikan. Keefektifan pada konsentrasi chitosan 1,5 dalam menghambat pertumbuhan bakteri, dimana nilai TPC Total Plate Count atau jumlah total bakteri sampai pada minggu kedelapan perlakuan, pelapisan chitosan masih sesuai dengan SNI Standar Nasional Indonesia ikan asin Sugita, 2009. Penelitian lainnya Setyasih 1999 memanfaatkan limbah kulit udang menjadi edible coating pada buah apel, larutan chitosan pada konsentrasi 1,5 dilaporkan dapat memberikan hasil yang terbaik dalam mempertahankan kualitas buah apel. Larutan chitosan tersebut akan membentuk edible coating yaitu pelapisan chitosan pada permukaan buah apel sehingga laju pertumbuhan bakteri dapat dihambat. Demikian pula penelitian Ramadhan 2010 dalam pembuatan chitosan dari kulit udang dan aplikasinya untuk pengawetan pada buah pepaya, menunjukkan bahwa konsentrasi chitosan yang paling optimal untuk digunakan sebagai bahan pengawet buah pepaya adalah 0,75 dengan masa simpan selama satu minggu.

5.2. Daya Terima Panelis Terhadap Warna Stroberi

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa total skor tertinggi dalam uji organoleptik terhadap warna pada stroberi adalah 86 95,5 yaitu pada stroberi hasil perendaman larutan chitosan dengan konsentrasi 2 dengan kriteria suka. Hal ini disebabkan karena warna stroberi yang dihasilkan lebih berwarna merah cerah dari warna stroberi pada konsentrasi 0, 0,5, 1 dan 1,5. Persentase skor hedonik semakin meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi larutan chitosan. Larutan Chitosan memang berpengaruh pada warna stroberi, dimana semakin banyak konsentrasi penggunaan larutan chitosan, sehingga warna stroberi akan semakin merah cerah dan tampaknya hal ini membuat stroberi semakin menarik dan menggiurkan sehingga disukai oleh panelis. Selain itu, Chitosan memang bertindak sebagai penstabil warna yang membuat warna produk stabil dan semakin menarik. Pada proses deasetilasi, gugus N-asetil pada kitin akan hilang dan digantikan dengan gugus amina yang bila dilarutkan dalam asam akan bermuatan positif, sehingga chitosan bersifat polikationik. Adanya gugus reaksi amino dan gugus hidroksil pada chitosan akan sangat berperan dalam aplikasinya sebagai penstabil warna Shahidi, 1999. Warna produk pangan yang menarik dapat mempengaruhi selera konsumen dan membangkitkan selera makan, bahkan warna dapat menjadi petunjuk bagi kualitas makanan yang dihasilkan. Penampakan warna suatu bahan pangan merupakan faktor utama yang dinilai sebelum pertimbangan lain, seperti rasa dan nilai gizi. Menurut Winarno 1997, suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyebaran spektrum sinar, begitu juga dengan kilap dari bahan yang dipengaruhi oleh sinar pantul, warna bukan merupakan zat, melainkan sensasi sensoris karena rangsangan dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke indra penglihatan atau mata Kartika, dkk.