meningkatkan pengetahuannya tentang BSu dan BSa agar terjemahannya bisa diterima di BSa tanpa meninggalkan norma-norma pada BSu. Ketiga, seorang
penerjemah akhirnya dapat merumuskan sebuah pedoman untuk memutuskan apakah produk terjemahan itu baik atau tidak.
Nababan, Nuraeni Sumardiono 2012: 44 mengungkapkan bahwa terjemahan yang berkualitas harus memenuhi tiga aspek, yaitu aspek
keakuratan, aspek keberterimaan, dan aspek keterbacaan.
5.1 Keakuratan
Keakuratan merujuk pada kesepadanan antara pesan bahasa sumber Bsu dengan pesan dalam bahasa sasaran Bsa. Shuttleworth and Cowie
1977: 3 mendefinisikannya sebagai berikut: Accuracy is a term used in translation evaluation to refer to the extend
to which a translation matches its original. While it is usually refers to preservation of the information content of ST in TT, with an accurate
translation being generally literal rather than free, its actual meaning in the content of a given translation must depend on the type of
equivalence found in the translation.
Keakuratan dapat dikatakan sebagai kesesuaian atau ketepatan pesan yang dialihkan dari bahasa sumber Bsu ke dalam bahasa sasaran Bsa.
Keakuratan dapat pula diartikan sebagai kesamaan informasi antara hasil terjemahan dengan teks sumber, atau dengan kata lain tidak ada penyimpangan
pesan. Meskipun demikian, keakuratan tidak hanya dilihat dari ketepatan pemilihan makna, tetapi juga ketepatan gramatikal, kesepadanan makna, dan
pragmatik Machali, 2000:110 Baker 1992: 57 menambahkan Accuracy is no doubt an important aim in translation, but it is also
important to bear in mind that the use of common target-language petterns which are familiar to the target reader plays an important role
in keeping the communication channels open.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keakuratan berkaitan dengan usaha untuk mempertahankan pesan dari bahasa sumber Bsu ke
dalam bahasa sasaran Bsa. Tidak dapat disangkal bahwa keakuratan pesan atau makna sendiri merupakan aspek utama dalam penilaian kualitas
terjemahan karena apabila keakuratan pesan dari bahasa sumber Bsu tidak dipertahankan maka karya terjemahan akan mengalami distorsi makna.
commit to user
5.2 Keberterimaan
Keberterimaan dapat diartikan sebagai kesesuaian terjemahan dengan norma-norma dan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa dan budaya
sasaran. Toury dalam Shuttleworth and Cowie, 1997: 17 menyatakan Translations which learn towards acceptability can thus be thought of
as fulfilling the reqruitment of reading as an original written in the target language rather than that of reading as the original, and
consequently generally has a more natural feel.
Pernyataan tersebut menekankan bahwa selain aspek keakuratan, suatu karya terjemahan juga harus berterima. Dengan kata lain, karya terjemahan
mampu membuat pembaca tidak merasa membaca teks terjemahan karena lazim secara gramatikal dalam bahasa sasaran, serta dalam penyampaiannya
tetap mempertahankan pesan dalam bahasa sumber Bsu. Aspek keberterimaan sendiri tidak hanya terkait dengan tata bahasa
namun juga terkait dengan budaya bahasa sasaran sebagaimana dinyatakan
Toury dalam Soemarno 2003: 16 “ Translation is a kind of activity which
inevitably involves at least two languanges and two culturaly traditions”. Dengan kata lain, hasil terjemahan harus berterima dalam budaya pembaca
sasaran.
5.3 Keterbacaan