Karakteristik Perkembangan Kecerdasan Emosional Pada Anak Usia 6

Anak pada usia ini juga mendemonstrasikan keterampilan kognitif dan perilaku untuk mengatasi emosinya, seperti rasionalisasi atau kejadian yang tidak mereka sukai. Selama masa kanak-kanak pertengahan, anak mulai memahami keadaan emosi orang lain tidak sesederhana yang mereka perkirakan, dan seringkali merupakan hasil dari penyebab yang rumit dan terkadang tidak jelas. Mereka juga memahami bahasa sesorang mungkin merasakan lebih dari satu waktu, walaupun kemampuan ini terbatas dan berkembang perlahan. Tampilan empati juga lebih sering pada tahap ini. Anak dengan keluarga yang sering mendiskusikan kompleksitas emosi lebih siap menghadapi hal ini daripada keluarga yang biasa menghindarinya. Orangtua yang terbiasa memberikan aturan yang jelas dan lebih banyak memperhatikan oranglain, lebih dapat menghasilkan anak yang empatik daripada orangtua yang kasar dalam membatasi perilaku. 34

D. Sasaran Kecerdasan Emosional

Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa kecerdasan emosional sangat penting dalam kehidupan manusia. Untuk itu kecerdasan emosional perlu ditanamkan kepada anak-anak sejak dini. Upaya penanaman kecerdasan emosional dapat dilakukan oleh orang tua dan para guru di sekolah dengan cara-cara tertentu. Untuk itu, orang tua dan guru sebagai pendidik emosi harus mengetahui dan memahami sasaran-sasaran yang terkandung di dalam setiap kecakapan-kecakapan emosional. Dengan demikian, arah serta tujuannya akan menjadi jelas dan terancang. Adapun sasaran-sasaran di dalam lima komponen utama kecakapan emosional, sebagaimana yang dikemukakan oleh Daniel Goleman, adalah sebagai berikut 34 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi perkembangan Islami, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, h. 169-170 1. Kesadaran emosi diri : a. Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri. b. Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul. c. Mengenali perbedaan perasaan dan tindakan. 2. Mengelola emosi : a. Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustrasi dan pengelolaan amarah. b. Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di ruang kelas. c. Lebih mampu memngungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi. d. Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri. e. Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, sekolah dan keluarga. f. Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa. g. Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan. 3. Memotivasi diri : a. Lebih bertanggung jawab. b. Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan menaruh perhatian. c. Kurang impulsif, lebih menguasai diri. 4. Empati membaca emosi : a. Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain. b. Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain. c. Lebih baik dalam mendengarkan orang lain. 5. Membina hubungan dengan orang lain : a. Meningkakan kemampuan menganalisis dan memahami hubungan. b. Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan persengketaan. c. Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan. d. Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi. e. Lebih populer dan mudah bergaul, bersahabat dan terlibat dengan teman sebaya. f. Lebih dibutuhkan oleh teman sebaya. g. Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa. h. Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok. i. Lebih suka berbagi rasa, bekerja keras,dan suka menolong. j. Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain. 35 Sasaran-sasaran dalam lima komponen utama kecerdasan emosional itu jelas mengarah pada pembentukan kecerdasan emosional. Kecakapan- kecakapan tersebut tidak mudah diperoleh kecuali dengan adanya pendidikan dan pelatihan emosi sejak dini. Dan hal ini adalah tugas utama bagi orang tua dan para guru untuk mewujudkannya. Pendidikan emosi yang teratur dan terancang dengan baik akan dapat membina anak-anak untuk memiliki kecakapan-kecakapan emosional sebagaimana yang tersebut di atas. Salah satu cara untuk membentuk kecakapan-kecakapan ini pada anak-anak adalah dengan menggunakan cerita-cerita keteladanan, terutama cerita-cerita yang ada dalam Al-Quran yang begitu kaya akan hikmah dan pelajaran hidup. Pendekatan ini sangat baik digunakan oleh orang tua dan guru, diberikan kepada anak-anak atau murid-muridnya agar berhasil sebagai manusia yang seimbang perkembangan intelek, emosi dan rohaninya. 35 Daniel Goleman, op. cit., h. 403 32

BAB III KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN

A. Pengertian Kisah Al-Quran

1. Pengertian Kisah

Dalam percakapan sehari-hari seseorang sering mendengarkan kata- kata kisah. Ketika manusia mendengar kata kisah tersebut yang terlintas dalam fikirannya adalah suatu cerita yang berkenaan dengan suatu kejadian pada masa lampau tentang seseorang atau masyarakat tertentu. Kata “kisah” berasal dari akar kata “al-qassu” yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Kata al-qasas adalah bentuk masdar. 1 Menurut al- Khalidy al-qasas berarti cerita-cerita yang dituturkan kisah. Kisah dengan arti-arti tersebut di atas, dipergunakan juga dalam Alquran, antara lain; 1 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘ulumil Al-Quran, Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 1996, h. 305.