3. Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri
terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme,
gairah, optimis, dan keyakinan diri. Dalam salah satu definisi kecerdasan emosional di muka telah
disebutkan bahwa kecerdasan emosional adalah mengetahui bagaimana untuk meraih dari emosi yang negatif menjadi positif.
Dalam hal ini Motivasi diri adalah komponen utama untuk mewujudkan hal tersebut, yaitu dengan memotivasi emosi negatif
yang sedang dirasakan. Melalui motivasi diri emosi negatif tersebut diarahkan kepada hal-hal yang baik.
Emosi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan prestasi fikiran kognitif dengan cara-cara tertentu. Di antaranya adalah dengan cara
menumbuhkan harapan dalam diri seseorang itu. Harapan, menurut penelitian modern, lebih bermanfaat daripada memberikan sedikit
hiburan di tengah kesengsaraan..
22
Apabila seseorang mempunyai harapan, maka segala kebimbangan, keputusasaan dan kesedihan
yang dialami dapat diredakan karena segala masalah dapat diatasi. Segala pekerjaan yang diiringi dengan harapan akan dibantu perasaan
gembira dan bersemangat untuk melaksanakannya. Dan orang yang memiliki harapan yang tinggi, menurut penemuan Snyder, memiliki
ciri-ciri tertentu, di antaranya adalah mampu memotivasi diri, merasa cukup banyak akal untuk menemukan cara meraih tujuan, tetap
memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa segala sesuatunya akan beres ketika sedang menghadapi tahap sulit, cukup luwes untuk
22
Ibid.,h. 121
menemukan cara alternatif agar sasaran tetap tercapai atau untuk mengubah sasaran jika sasaran semula musykil dicapai.
23
Adapun yang termasuk dalam kecakapan motivasi diri yang diungkapkan oleh Daniel Goleman antara lain : Dorongan prestasi,
Komitmen, Inisiatif dan Optimisme.
24
4. Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Daniel Goleman, kemampuan seseorang untuk
mengenali perasaan orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih
mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih
mampu menerima sudut pandang orng lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Seseorang yang mau membaca emosi orang lain haruslah berempati. Empati berbeda dengan simpati. Simpati hanya sekedar
memahami masalah atau perlakuan seseorang. Empati lebih dari itu, empati bukan hanya memahami masalah orang lain tetapi juga
merasakan apa yang dirasakan orang tersebut. Misalnya, seseorang memahami masalah yang dihadapi temannya yang sedang tertimpa
musibah, tetapi ia tidak ikut merasakan perasaan temannya, maka orang itu hanya bersimpati. Jika orang tersebut berempati terhadap
temannya, maka ia tidak sekedar memahami masalah yang dihadapi temannya, tetapi meletakkan dirinya dalam kedudukan temannya
untuk merasakan perasaan temannya itu. Rosenthal dalam openelitiannya menunjukkan bahwa orang-
orang yang mampu membaca dan isyarat non verbal lebih mampu
23
Ibid., h. 120
24
Ibid., h. 127