dari mereka yakni golongan Bani Isra’il, dengan menyembelih secara
kejam dan dalam jumlah yang banyak anak laki-laki merekadan membiarkan hidup sambil mempermalukan perempuan-perempuan
mereka. Sesungguhnya dia , yakni Fir’aun adalah salah seorang yang
termasuk kelompok para perusak, yang telah mendarah daging lagi membudaya secara mantap sifat buruk dalam kepribadiannya.
4
Kisah Fir’aun di atas menggambarkan sebuah emosi yang tidak baik bagi rakyatnya ataupun orang lain yang hidup bersamanya.
Anak akan mengenali emosi Fir’aun yang sewenang-wenang terhadap
rakyatnya karena egois mementingkan kehidupan dunia dibandingkan beriman kepada Allah. SWT. emosi tersebut merupakan emosi yang
negatif atau buruk dan tidak patut ditiru.Sebagaimana halnya emosi anak usia 6
– 9 tahun terhadap teman-temannya, baik di sekolah maupun di lingkungan bermain di sekitarnya, harus dapat
menunjukkan emosi yang baik dengan tidak merugikan atau melukai jasmani maupun rohani temannya sendiri.
c. Emosi Nabi Nuh as. terhadap kaumnya
SesungguhnyajikaEngkaubiarkanmerekatinggal, niscayamerekaakanmenyesatkanhamba-hamba-Mu,
danmerekatidakakanmelahirkanselainanak yang
berbuatmasiatlagisangatkafir.Q.S. Nuhayat 27 Ayat diatas menjelaskan emosi Nabi Nuh as. terhadap kaumnya
merupakan sebuah gambaran tentang pelaksanaan perintah Allah dalam memisahkan kaumnya yang beriman dengan yang kafir. Begitu
pun pada diri anak usia 6 – 9 tahun harus memiliki emosi untuk dapat
memilih teman bermain atau bergaul. Karena emosi memilih teman bermain atau bergaul dapat menentukan baik atau buruknya
perkembangan anak tersebut.
4
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah vol 8, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 304
Dari analisis kisah-kisah diatas, yang dimaksud anak mahir dalam mengenali emosi diri diantaranya adalah:
a Mampu memperbaiki dalam mengenali dan merasakam
emosi sendiri. b
Mampu mengenali emosinya dan pengaruhnya. c
Mampu bersifat optimis. Adapun cara dalam penyampaian kisah pada aspek kemahiran ini yang
harus ditekankan adalah dari segi intonasi suara, ekspresi dan nasehat pada akhir cerita.
5
Kisah-kisah mengenai pengenalan emosi pada anak seusia itu akan terfokus jika disampaikan dengan ekspresi tertentu
seperti ekspresi ketika marah, sedih, dan lain sebagainya. Selain itu, gerak anggota tubuh juga dapat membuat anak merasakan seperti
kisah yang sedang terjadi. Karena sebuah ekspresi dan gerak tubuh dalam hal menyampaikan akan mengantarkan pikiran anak tersebut
menjadi sesuatu yang menarik. Dan dengan memberikan nasehat akan membuat anak lebih memahami hikmah dari kisah-kisah yang
disampaikan.Selainitudapatdilakukandenganmemutar media
ataupunmenggunakangambar-gambar, sehinggamemudahkananakmengimajinasikancerita.
2. KemahiranMengelola EmosiDiri
a. Ketakwaan Habil kepada Allah
Sungguhkalaukamumenggerakkantanganmukepadakuuntukmembunuh ku,
akusekali-kali tidakakanmenggerakkantangankukepadamuuntukmembunuhmu.
5
Tim Pendongeng SPA Yogyakarta, Teknik Bercerita, Yogyakarta : PT. Kurnia Kalam Semesta, 2010, Cet. Ke-3, h. 38
Sesungguhnyaakutakutkepada Allah, Tuhanserusekalianalam. Q.S. Al-Maidah ayat 28
6
Firman Allah ta’ala, “sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku”, yakni, jika engkau bermaksud untuk membunuhku, maka
aku tidak bermaksud membunuhmu. Ini merupakan kepasrahan dari Habil. Dalam hadi
ts dinyatakan: “Jika fitnah meletus, maka jadilah engkau seperti orang yang terbaik dari dua putra Adam as.
”. Makna dari firman Allah tersebut adalah, aku tidak bermaksud
membunuhmu, akan tetapi aku bermaksud untuk membela diri karena Habil lebih kuat dari padanya. Berdasarkan pendapat ini dikatakan,
Habil sedang tidur, lalu Qabil datang dan memukul kepalanya dengan batu. Kemudian sebelum di akhir hayatnya, Habil berkata kepadanya,
aku tidak akan berbuat zhalim, sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan seru sekalian alam.
7
Kisah Habil di atas menggambarkan sebuah pengelolaan emosi yang baik dengan tidak merubah keyakinan dan ketakwaannya kepada
Allah SWT. Seorang anak usia 6 – 9 tahun yang memiliki pengaturan
diri yang baik seperti yang dilukiskan Habil di atas, akan mampu mengelola emosinya ketika mendapatkan suatu ancaman sehingga
mampu mengungkapkan emosi dengan tepat tanpa harus berkelahi yang dapat merusak diri sendiri.
Dengan mengelola emosi dengan baik anak akan mempunyai sebuah komitmen yang kuat untuk selalu berbuat baik yang bukan
hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kedua orangtuanya, saudara-saudaranya, orang lain yang hidup disekitarnya, serta untuk
agama atau Tuhannya.
b. Keteguhan hati Ibu Nabi Musa as.
6
Depag RI, op. cit., h. 112
7
Syaikh Imam Al Qurthubi,op.cit., 325-327
Dan hati ibu Musa menjadi kosong. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya kami tidak teguhkan
hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya kepada janji Allah. Al-Qashash ayat 10
Ayat di atas menguraikan keadaan ibu Nabi Musa as. yang anaknya
berada di istana Fir’aun. Ayat ini pula menyatakan, Dan menjadilah hati ibu Musa kosong dari segala yang merisaukannya
– setelah Allah meneguhkan hatinya, sesungguhnya dia akibat kekhawaitannya yang
sangat mendalam – hampir saja menyatakannya, yakni mengakui
rahasia yang dipendamnya tentang Musa. Seandainya tidak Kami ikat yakni teguhkan hatinya, pastilah dia mengakui bahwa anak yang
dipungut Fir’aun itu adalah anak kandungnya. Peneguhan itu Kami lakukan supaya ia termasuk orang-orang makmin yang mempercayai
janji-janji Allah SWT.
8
Kisah Ibu Nabi Musa as. di atas mencerminkan seseorang yang dapat menjaga amanah dengan baik, yakni dengan tidak membuka rahasia
meski hal tersebut berkaitan dengan anak kandungnya sendiri. Anak usia 6
– 9 tahun yang telah mahir dalam mengelola emosinya adalah anak yang dapat menjaga amanah yang telah diberikan kepadanya
tanpa mengurangi sedikitpun dari apa yang telah diamanahkannya tersebut. Ia telah dapat bertekad untuk tidak merubah keteguhan
hatinya meskipun datang sesuatu yang hendak mengganggu hati dan pikirannya.
c. Kesabaran Nabi Nuh as. dalam berdakwah
8
M. Quraish Shihab, op.cit., h. 314
Makabersabarlahkamuseperti orang-orang
yang mempunyaiketeguhanhatidariRasul-
rasultelahbersabar…Q.S. al-
Ahqafayat 35 Nuh as. adalah salah satu dari lima rasul yang mendapat gelar ulul
azmi. Kaitan dengan ayat diatas ditujukan kepada Nabi Muhammad untuk bersabar dalam menghadapi kaumnya. Pada kata
ْ ْص ف
“maka bersabarlah
”, wahai Muhammad atas apapun yang menimpamu di jalan Allah, berupa siksaan orang-orang yang mendustakanmu dari
kaummu.
ْزعْ وأ ص ك
“seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati
”, dalam menunaikan perintah Allah dan tunduk menaati-Nya dari kalangan rasul-Nya yang tidak terhalangi untuk
tetap menunaikan perintah-Nya meski mendapat siksa dan gangguan. Selain itu, ada yang mengatakan bahwa rasul-rasul ulum azmi
adalah mereka yang diuji dengan berbagai musibah di duniakarena Allah, namun musibah itu justru semakin meneguhkan mereka dalam
menunaikan perintah Allah. Mereka adalah Musa, Nuh, Ibrahim, Isa, dan Muhammad.
9
Kisah Nabi Nuh as. di atas menggambarkan sebuah kesabaran yang sangat besar dalam menghadapi kaumnya yang senantiasa
membangkang kepadanya yang sekian lama telah berjuang menunjukkan jalan kebenaran kepada mereka. Begitu juga bagi anak
usia 6 – 9 tahun yang mahir dalam pengaturan dirinya akan memiliki
kesabaran dalam menghadapi cobaan yang menimpanya. Ia tidak merasa putus asa dan menyesal atas apa yang telah dilakukannya,
bahkan ia jadikan hal tersebut sebuah hikmah bagi dirinya serta meningkatkan perjuangannya demi menggapai sesuatu yang hendak
dicapainya.
9
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 438