KemahiranMembinaHubunganDengan Orang Lain Aspek-aspek Kemahiran Kecerdasan Emosional Pada Perkembangan

baik dalam memecahkan suatu permasalahan agar sebuah hubungan tetap terjalin dengan baik. Ia akan merasa tidak tenang bila ada suatu masalah yang belum diselesaikan dengan temannya atau diantara teman-temannya. c. Kepedulian Nabi Nuh as. terhadap kaumnya yang beriman    Lalu Kami wahyukankepadanya: Buatlahbahtera di bawahpenilikandanpetunjuk Kami, MakaapabilaperintahKami telahdatangdantanur permukaanbumitelahmemancarkan air, Makamasukkanlahkedalambahteraitusepasangdaritiap-tiap jenis, dan juga keluargamu, kecuali orang yang telahlebihdahuluditetapkan akanditimpaazab di antaramereka. danjanganlahkamubicarakandenganakutentang orang-orang yang zalim, karenaSesungguhnyamerekaituakanditenggelamkan.Q.S. al- Mu’minun:27 Kisah diatas memberikan gambaran tentang betapa penting dan berharganya suatu kaum yang beriman serta mau mengikuti jalan nabi Nuh as. Ia sangat peduli dengan mereka dan tidak ingin salah satu dari mereka celaka atau hilang. Oleh karenanya ia memutuskan untuk membuat sebuah bahtera agar mereka terlindung dari musibah banjir besar yang hendak menenggelamkan kota mereka. Seorang anak usia 6 – 9 tahun dalam menjalin hubungan baik dengan temannya akan selalu peduli di setiap keadaannya baik susah maupun senang. Terlebih dalam keadaan susah, ia akan bersedia hati menolong atau membantunya. Ia tidak akan membiarkan dirinya senang di atas penderitaan temannya. Ia selalu merasa gelisah sebelum ia dapat menghilangkan kesusahan yang ada pada diri temannya. Dari beberapa analisis diatas, yang dimaksud anak mahir dalam membina hubungan dengan orang lain diantaranya adalah: a Mampu mendengar orang lain secara efektif. b Mampu memecahkan masalah tertentu. c Mampu menahan beban dan mampu bertoleransi. d Mampu meringankan beban dan penderitaan orang lain. e Mampu bersikap tegas dan keras tanpa memperlihatkan sikap marah dan negatif. f Mampu bekerja dalam kelompok atau team. g Mampu menganalisis diri dan orang lain. h Mampu membaca sikap dan keadaan sosial. Adapun cara dalam penyampaian aspek kemahiran ini adalah dengan memberikan arahan kepada anak-anak sebelum dimulainya bercerita dari anak yang sekiranya telah mengetahui cerita atau kisah tersebut untuk tidak mengganggu teman-temannya yang ingin mendengarnya. 25 Permulaan semacam ini telah mendidik anak untuk dapat menghargai orang lain dengan tidak mengganggu temannya dalam mendengarkan kisah yang belum mereka ketahui. Selainitudapatdilakukandenganmemutar media ataupunmenggunakangambar-gambar, sehinggamemudahkananakmengimajinasikancerita.

B. UpayaPenerapanKecerdasanEmosionalPadaAnakUsia 6 – 9 Tahun

Sebelum seorang anak mencapai usia antara 6 – 9 tahun, pada usia 5 tahun ia mulai mampu menjaga rahasia yang merupakan keterampilan atau kemampuan menyembunyikan inforamasi-informasi secara terarah dan sensitif. Jika fase ini dilalui secara alamiah dan sehat, anak yang mencapai 25 Tim Pendongeng SPA Yogyakarta, lok.cit., h. 39 usia 6 tahun akan memiliki keterikatan yang baik dengan kedua orangtuanya. Dan dalam batas tertentu akan terhindar dari ketakuan dan kegoncangan. Ia akan memahami dengan baik emosi dan perasaannya, serta mampu mengungkapkannya dengan bahasa yang tepat. Pada usia antara 7 hingga 8 tahun, kesadaran anak atas kehidupan pribadi dan privacy-nya akan bertambah. Ia akan lebih bersinggungan dengan gagasan dan emosi khususnya. Pada usia ini juga anak mulai membandingkan dirinya dengan teman seusianya. Ia akan lebih memperhatikan kemampuannya, serta apa yang sanggup dan tidak sanggup dilakukannya. Seperti halnya ia telah menyadari akan adanya permainan-permainan yang menuntut adanya kelompok yang saling bekerja sama. Sedangkan pada usia 9 tahun, perhatian anak pada permainan emajiner akan berkurang. Ia akan bertambah agresif dalam menekan teman-temannya. Karena ia mulai mempunyai perasaan bersalah, terkadang ia tidak membutuhkan orang lain yang menunjukkan benar atau salahnya suatu perbuatan. 26 Dalam menerapkan dan mengembangkan kecerdasan emosional pada anak, langkah pertama adalah dengan mengajarinya bagaimana mengenali perasaan khususnya, dan dengan mengembangkan kecakapan bahasanya agar ia bisa mengekspresikan emosi-emosinya. Ia tidak hanya diajari, misalnya bagaimana mengatakan bahwa dirinya sedang marah atau sedih, tetapi juga diajari melukiskan secara detil perasaan marah dan sedihnya itu. Disaat kita mengajari anak bagaimana cara mengekspresikan perasaannya, sebenarnya kita juga sedang mengajarinya untuk mengemban tanggung jawab terhadap kebutuhan emosinya. Di saat kita sedang mengajari anak bagaimana mengenali hakekat emosinya dan mengungkapkannya dalam kata-kata, maka sebenarnya kita sedang membekalinya kemampuan diri dalam beradaptasi dengan emosi dan hidupnya. Jika hal ini ditambah dengan penghormatan kita akan perasaan anak dan mengajari mereka untuk menghormati perasaan orang lain, maka masa depan anak akan lebih gemilang. Dimana ia mampu 26 Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2006, h. 66-67 menyelesaikan semua masalah dan konflik secara damai, jauh dari kekerasan dan penggunaan kekuatan fisik. 27 Di lingkungan sekolah, anak pada usia ini telah menginjakkan kakinya untuk belajar ilmu-ilmu dasar setelah menempuh pendidikan persiapan di taman kanak-kanak. Kondisi ini sangat penting mengingat bahwa hal ini merupakan awal ia mengenal situasi pembelajaran yang baru, dan merupakan tugas penting bagi seorang guru bagaimana cara mengenalkan kepadanya tentang situasi serta hal apa saja yang harus dilakukan di sekolah. Oleh karenanya, sebelum guru mengenalkan kecerdasan emosi pada anak di sekolah, ia pun harus terlebih dahulu mempunyai sifat tersebut. Kecerdasan emosional menentukan karakter sang anak atau murid dalam berprilaku di sekolah ataupun di kelas. Maka peran guru sangat penting dalam mengembangkan kecerdasan emosional murid-muridnya. Diantara peran guru tersebut antara lain: a. Membantu murid mempelajari bahasa emosi dan kalimat yang digunakan untuk mengekspresikannya. b. Membantu murid untuk “merasa” dirinya diperhatikan oleh guru, bukan dihegemoni atau dikuasai guru. c. Melatih murid untuk mengenali berbagai situasi emosi dan membedakan satu emosi dengan lainnya. d. Guru harus memahami emosi dan ketakutannya sendiri. e. Guru berusaha mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan emosinya muncul, dan jangan mencela murid karena emosinya sendiri. f. Guru berusaha mengenali kebutuhan emosinya yang belum terpenuhi, jangan sampai memenuhi kebutuhan tersebut dengan melampiaskan emosi pada murid, atau jangan mengutamakan kebutuhan dirinya di atas kebutuhan murid. 28 27 Makmun Mubayidh,Ibid., h. 111-112 28 Makmun Mubayidh,Ibid., h. 128 79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Konsep mengenai kecerdasan emosional telah dijelaskan oleh Daniel Goleman adalah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh seorang anak dalam hal mengenali emosi atau perasaannya sendiri maupun orang lain, dapat mengendalikan dirinya dengan baik, dapat memotivasi dirinya sendiri, empati kepada orang lain, serta dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain. Dan kemampuan tersebut harus dipelajari sejak dini. 2. Salah satu cara yang paling baik untuk mengajarkan keterampilan emosional adalah melalui kisah-kisah teladan. Dan salah satu sumber kisah yang baik adalah Al-Quran. Kisah-kisah dalam Al- Qur’an khususnya kisah-kisah tentang kehidupan para Nabi merupakan sebuah alat untuk mengantarkan seorang anak menjadi baik. Karena dalam kisah-kisah tersebut terdapat sebuah hikmah atau pelajaran yang utuk diteladani sehingga ia dapat memilih mana perbuatan yang baik dan yang buruk.