UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membuka kran pada corong untuk mengeluarkan gas yang terbentuk. Dibiarkan beberapa menit sampai terlihat bidang batas antara lapisan metanol dan lapisan
n-heksan. Lapisan yang berada di atas adalah lapisan n-heksan dan yang berada di bawah adalah lapisan metanol. Lapisan dipisahkan dengan cara membuka kran
corong pisah untuk mengambil lapisan metanol, lapisan atas yang tertinggal dikumpulkan. Lapisan metanol dimasukkan kembali ke dalam corong pisah dan
ditambahkan pelarut n-heksan yang baru. Partisi dilakukan dengan cara yang sama hingga pelarut n-heksan bening.
Partisi dilakukan kembali menggunakan pelarut etil asetat. Ekstrak metanol dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian dimasukkan pelarut etil
asetat. Corong pisah dikocok dan dibiarkan beberapa menit hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan atas merupakan lapisan etil asetat dan lapisan bawah merupakan
lapisan metanol. Partisi diulang hingga pelarut etil asetat bening. Lapisan n- heksan, lapisan etil asetat, dan lapisan metanol dipekatkan menggunakan vaccum
rotary evaporator pada suhu 40
o
C hingga diperoleh ekstrak kental. Masing- masing ekstrak kemudian ditimbang Dai, 2012.
3.3.3. Skrining Fitokimia Ekstrak
Analisis fitokimia merupakan analisis kualitatif yang dilakukan untuk mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak buah Medinilla
speciosa Blume. Analisis fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, saponin, terpenoid dan steroid, flavonoid, tannin dan polifenol.
a. Pengujian Golongan Alkaloid Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam asam klorida 1 dan
disaring. Filtrat dibagi menjadi dua bagian, salah satu bagian ditetesi dengan pereaksi Mayer dan bagian yang lain ditetesi dengan pereaksi Dragendorf. Hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih dengan perekasi Mayer dan endapan merah dengan pereaksi Dragendorf Ahmad et al, 2013.
b. Pengujian Golongan Saponin Sebanyak 0,5 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok vertikal selama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10 detik. Pembentukan busa setinggi 1–10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit menunjukkan adanya saponin. Pada penambahan 1 tetes HCl 2N,
busa tidak hilang Depkes RI, 1989. c. Pengujian Golongan Terpenoid dan Steroid
Pemeriksaan steroid dan triterpenoid
dilakukan dengan reaksi Liebermann-Burchard. Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 5 mL kloroform,
kemudian ditambahkan asam asetat anhidrida dan beberapa tetes asam sulfat pekat. Hasil uji positif untuk terpenoid bila terbentuk warna hijau gelap. Hasil uji
positif untuk steroid bila terbentuk warna merah muda atau merah Ahmad et al, 2013..
d. Pengujian Golongan Flavonoid Sebanyak 1 gram sampel diekstraksi dengan 5 mL etanol kemudian
ditambahkan beberapa tetes HCl pekat dan 1,5 gram logam magnesium. Adanya flavonoid diindikasikan dari terbentuknya warna pink atau merah magenta dalam
waktu 3 menit Ahmad et al, 2013.. e. Pengujian Golongan Tannin dan Polifenol
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air aquadest kemudian diteteskan larutan besi III klorida 10, jika terjadi warna biru tua atau hitam
kehijauan menunjukkan adanya tanin dan polifenol Ahmad et al, 2013.
3.3.4. Penetapan Kadar Air Ekstrak Depkes RI, 2000
Penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri. Krusibel porselin kosong dikonstankan terlebih dahulu dengan pemanasan pada suhu 100 – 105
o
C selama 2 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel
ditimbang dalam krusibel yang telah diketahui beratnya, dikeringkan dalam oven pada suhu 105 – 110
o
C selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang kembali. Perlakuan diulang sampai beratnya konstan.
Kadar air dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.5. Isolasi dan Pemurnian Ekstrak Harborne, 1987 3.3.5.1.Kromatografi Kolom
Sistem kromatografi kolom yang digunakan adalah kromatografi kolom fase normal, dimana fase diamnya adalah silika gel 60 yang bersifat polar dan fase
geraknya adalah kombinasi sistem eluen yaitu n-heksan: etil asetat: metanol dengan perbandingan tingkat kepolaran secara bergradien.
Penyiapan kolom kromatografi. Pertama-tama pada ujung kolom
kromatografi diberikan kapas untuk menahan agar silika gel tidak keluar. Ditimbang silika gel seberat 30 kali berat ekstrak kental, kemudian di masukkan
ke dalam beacker glass
dan ditambahkan pelarut n-heksana sehingga menghasilkan silika dengan konsistensi seperti bubur, kemudian diaduk hingga
terbentuk suspensi. Suspensi silika gel yang telah terbentuk, dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi n-heksan sedikit demi sedikit sambil
diketuk-ketuk. Pelarut yang mengalir ke ujung kolom ditampung, kemudian dimasukkan kembali ke dalam kolom. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang
hingga silika gel menjadi padat. Kemudian ekstrak etil asetat yang telat diadsorpsikan dengan silika dimasukkan ke dalam kolom melalui bagian atas
kolom dengan cara menaburkannya sedikit demi sedikit.
Pembuatan sistem pelarut. Pelarut dibuat dengan perbandingan antara
pelarut nonpolar, semipolar dan polar sehingga terjadi peningkatan polaritas atau yang disebut sistem gradien. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana, etil asetat,
dan metanol, dimana setiap gradien kepolarannya ditingkatkan 10. Setiap pelarut dibuat dengan volume 700 mL.
Proses fraksinasi. Fraksinasi pertama dimulai dengan menggunakan
pelarut n-heksana 100 sebanyak 300 mL. Pelarut n-heksana 100 dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit, kemudian kran kolom dibuka
sehingga pelarut tersebut akan turun melalui kolom. Hasil kolom yang keluar ditampung pada vial-vial dan diberi nomor berurutan. Penggantian gradien fasa
gerak dilakukan ketika gradien sebelumnya telah habis digunakan untuk mengaliri kolom. Setelah pelarut n-heksana 100 habis di dalam kolom, ditandai dengan