Simplisia Depkes, 2000 Media TINJAUAN PUSTAKA

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 2.1. Perbedaan ciri-ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif Ciri Gram Positif Gram Negatif Struktur dinding sel Tebal 15 – 80 nm Tipis 10 – 15 nm Berlapis tunggal Berlapis tiga Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah 1 – 4 Kandungan lipid tinggi 11 – 22 Peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggal, komponen utama merupakan lebih dari 50 berat kering pada beberapa sel bakteri Peptidoglikan ada di dalam lapisan kaku sebelah dalam, jumlahnya sedikit merupakan sekitar 10 berat kering. Ada asam tekoat Tidak ada asam tekoat Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak spesies Relatif sederhana Resistensi terhadap gangguan fisik Lebih resisten Kurang resisten Pelczar et al, 1998

2.4.3. Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Pewarnaan Gram menggunakan lebih dari satu pewarna dan memiliki reaksi yang berbeda untuk setiap jenis bakteri, sehingga dapat membedakan dua kelompok besar bakteri yaitu Gram positif dan Gram negatif Pratiwi, 2008. Pada pewarnaan Gram, bakteri yang telah difiksasi dengan panas sehingga membentuk noda pada kaca objek diwarnai dengan pewarna basa yaitu kristal violet. Karena warna ungu mewarnai seluruh sel, maka pewarna ini disebut pewarna primer. Selanjutnya pewarna dicuci dan pada noda spesimen ditetesi iodin yang merupakan mordant penajam. Setelah iodin dicuci, baik bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif tampak berwarna ungu. Selanjutnya noda spesimen dicuci dengan alkohol yang merupakan agen peluntur warna yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada spesies bakteri tertentu dapat menghilangkan warna ungu dari sel. Setelah alkohol dicuci, noda spesimen diwarnai kembali dengan safranin yang merupakan pewarna basa berwarna merah. Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan ke dalam Gram positif, sedangkan bakteri yang berwarna merah digolongkan ke dalam Gram negatif Pratiwi, 2008. Perbedaan warna yang terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan struktur pada dinding selnya. Dinding bakteri Gram positif banyak mengandung peptidoglikan sedangkan dinding bakteri Gram negatif banyak mengandung lipopolisakarida. Kompleks kristal violet-iodin yang masuk ke dalam sel bakeri Gram positif tidak dapat tercuci oleh alkohol karena adanya lapisan peptidoglikan yang kokoh pada dinding sel, sedangkan pada bakteri Gram negatif alkohol akan merusak lapisan lipopolisakarida sehingga kompleks kristal violet-iodin dapat tercuci dan menyebabkan sel bakteri tampak transparan yang akan berwarna merah setelah diberi safranin Pratiwi, 2008.

2.4.4. Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan bakteri adalah peningkatan semua komponen sel, sehingga menghasilkan peningkatan ukuran sel dan jumlah sel yang akan menyebabkan peningkatan jumlah individu di dalam populasi. Inokulum hampir selalu mengandung ribuan organisme, pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya Pelczar et al, 1998. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri, yaitu Nurwanto, 1997 : 1. Suhu Bakteri tumbuh pada suhu biasaumum seperti halnya organisme lainnya. Kebanyakan bakteri tumbuh pada kisaran suhu tertentu, sekitar 30 C. Spesies bakteri dapat tumbuh pada suhu minimum, optimum, dan maksimum tertentu. Suhu minimum : suhu terendah untuk bakteri tetap dapat hidup. Suhu optimum : suhu dimana bakteri tumbuh dengan baik. Suhu maksimum : suhu tertinggi untuk bakteri tetap dapat hidup. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berdasarkan faktor suhu, bakteri dibagi dalam 3 kelompok : • Psikrofil, hidup pada suhu dingin, di bawah 20 C, optimum 15 C. • Mesofil, hidup pada suhu antara 10-45 C. • Termofil, hidup pada suhu tinggi 40-60 C. 2. pH Kebanyakan bakteri tumbuh pada kisaran sempit, pH mendekati netral 6,5-7,5. Sedikit bakteri yang tumbuh pada pH asam dibawah 4, tetapi ada bakteri bahkan dapat hidup pada pH 1. Keperluan akan pH tertentu ini digunakan untuk mengisolasi bakteri. Untuk mengatur pH dapat ditambahkan HCl, KOH atau NaOH. 3. Tekanan osmosis Air merupakan bahan yang sangat penting bagi pertumbuhan bakteri karena 80-90 bakteri tersusun dari air. Tekanan osmosis sangat diperlukan untuk mempertahankan bakteri agar tetap hidup. Apabila bakteri berada dalam larutan yang konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada dalam sel bakteri, maka cairan dari sel akan keluar melalui membran sitoplasma yang disebut plasmolisis. 4. Oksigen Berdasarkan kebutuhan oksigen sebagai akseptor elektron, bakteri dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu bakteri aerob dan anaerob. Bakteri aerob adalah bakteri yang dapat menggunakan oksigen sebagai sumber akseptor elektron terakhir dalam proses bioenerginya. Sebaliknya, bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak dapat menggunakan oksigen sebagai sumber akseptor elektron dalam proses bioenerginya. Berdasarkan kebutuhan oksigen, maka bakteri dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok : a. Aerob, yaitu bakteri hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas. b. Anaerob, yaitu bakteri hanya dapat tumbuh jika tidak ada oksigen bebas. c. Anaerob fakultatif, yaitu bakteri yang dapat hidup dalam lingkungan dengan atau tanpa oksigen bebas. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta d. Mikroaerofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil. 2.4.5. Bakteri yang Digunakan dalam Penelitian 2.4.5.1. Escherichia coli Klasifikasi Escherichia coli Krieg, 1984: Divisio : Protophyta Kelas : Shizomycetes Ordo : Eubacteriaceae Famili : Enterobacteriaceae Suku : Escherichiaeae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif non spora berbentuk batang pendek yang memiliki panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm, lebar sekitar 0,4-0,7µm dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata Smith-Keary, 1988 ; Jawetz et al., 1996. Suhu optimum pertumbuhan adalah 37 C. E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO 2 , H 2 O, energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan Ganiswarna, 1995. E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel Jawetz et al., 1996. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.5.2. Staphylococcus aureus

Klasifikasi Staphylococcus aureus : Divisio : Protophyta Class : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Stapylococcus aureus Dwijoseputro, 1994 S. aureus adalah bakteri berbentuk bulat, bersifat Gram positif, biasanya tersusun dalam rangkaian tidak beraturan seperti buah anggur. Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, menyebabkan penanahan, abses, berbagai infeksi piogen dan bahkan septikimia yang fatal. S. aureus mengandung polisakarida dan protein yang berfungsi sebagai antigen dan merupakan substansi penting di dalam struktur dinding sel, tidak membentuk spora, dan tidak membentuk flagel Jawetz et al., 1996. S. aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologik dibawah suasana aerobik atau mikro-aerobik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37 C dan pH 7,4 namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada temperatur kamar 20-35 o C Jawetz et al., 1996.

2.5. Media

Media adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan bakteri. Media yang digunakan harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditumbuhi bakteri yang dimaksud, tidak ditumbuhi bakteri lain yang tidak diharapkan Dwijosaputro, 1994. Media yang paling baik bagi pemeliharaan bakteri adalah media yang mengandung zat-zat organik seperti rebusan daging, sayur-sayuran, sisa-sisa makanan, atau ramuan-ramuan yang dibuat oleh manusia. Media buatan manusia dapat berupa Dwijosaputro, 1994: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta a. Media cair Media cair yang biasa dipakai adalah kaldu yang dibuat dengan kombinasi air murni, kaldu daging lembu dan pepton. Pepton mengandung banyak N 2 , sedangkan kaldu berisi garam-garam mineral. pH medium diatur menjadi sedikit asam atau netral yaitu pada pH 6,8-7 yang disesuaikan untuk kebanyakan bakteri. Kaldu kemudian disaring dengan kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan disumbat dengan kapas. Kemudian barulah dimasukan ke autoklaf. b. Media padat Media padat dibuat dari kaldu yang dicampur dengan sedikit agar-agar, kemudian disterilkan, dan dibiarkan mendingin hingga menjadi media padat. Agar-agar ialah sekedar zat pengental dan bukan zat makanan bagi bakteri. Gelatin dapat juga digunakan sebagai zat pengental, tetapi gelatin mencair pada suhu 23 o C sehingga tidak dapat diletakkan pada suhu ruangan. c. Media diperkaya Beberapa bakteri memerlukan zat makanan tambahan berupa serum atau darah yang tidak mengandung fibrinogen. Fibrinogen adalah zat yang menyebabkan darah menjadi kental apabila keluar di luka. Serum atau darah dicampurkan ke dalam media yang sudah disterilkan. Jika pencampuran dilakukan sebelum sterilisasi, maka serum atau darah akan mengental akibat pemanasan. d. Media kering Media ini berupa serbuk kering yang dilarutkan dalam air lalu disterilkan. Pada media ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan pH karena sudah dilakukan pada waktu pembuatan serbuk. e. Media sintetik Media sintetik berupa ramuan-ramuan zat organik yang mengandung zat karbon dan nitrogen. Bakteri autotrof dapat hidup dalam media ini. Bakteri saprofit juga dapat hidup dalam media ini, tetapi perlu penambahan natrium sitrat dan natrium amonium fosfat yang merupakan sumber karbon dan sumber nitrogennya. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6. Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang membunuh bakteri atau menekan pertumbuhan dan reproduksi bakteri Volk, dkk,. 1993. Berdasarkan jenis daya tahan kerjanya terhadap bakteri, zat antibakteri dibagi dalam dua kelompok yaitu bakteriostatik dan bakterisidal. Zat bakterisidal adalah zat-zat yang dapat membunuh bakteri, sedangkan zat bakteriostatik hanya menghambat pertumbuhan bakteri Irianto, 2006. Macam-macam mekanisme aksi antibakteri adalah Pratiwi, 2008 : 1. Menghambat sintesis dinding sel Penghambatan dilakukan dengan cara merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri Gram positif maupun Gram negatif. 2. Merusak membran plasma Antibakteri bekerja dengan mengubah permeabilitas membran plasma sel bakteri. Membran plasma bersifat semipermeabel dan mengendalikan transpor berbagai metabolit ke dalam dan ke luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan pada membran plasma akan menghalangi proses osmosis dan proses biosintesis dalam membran. 3. Menghambat sintesis protein Membunuh bakteri dengan cara menghambat sintesis protein sehingga bakteri tidak mampu mensintesis protein yang penting untuk pertumbuhannya. 4. Menghambat sintesis asam nukleat Antibakteri bekerja dengan cara menghambat proses transkripsi dan replikasi bakteri. 5. Menghambat sintesis metabolit esensial Sintesis metabolit esensial bisa dihambat dengan antimetabolit yang merupakan kompetitor substrat normal dari enzim pemetabolisme. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6.1. Antibakteri yang Digunakan Sebagai Kontrol Positif

Kloramfenikol yang digunakan sebagai kontrol positif, memiliki karakteristik sebagai berikut Ditjen POM, 1979: • Rumus Bangun : Gambar 2.2. Rumus bangun kloramfenikol • Rumus molekul : C 11 H 12 Cl 2 N 2 O 5 • Pemerian : Merupakan hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit. • Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol 95 P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroformP dan dalam eter. Kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif. Kloramfenikol bekerja dengan cara bereaksi pada sub unit 50S ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidil transferase. Enzim ini berfungsi untuk membentuk ikatan peptida antara asam amino baru yang masih melekat pada tRNA dengan asam amino terakhir yang sedang berkembang. Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti seketika dan menyebabkan bakteri mati Pratiwi, 2008. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7. Uji Aktivitas Antibakteri

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri, diantara yaitu : a. Uji Difusi Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan media padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat. Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan baik Jawetz et al, 1996. Terdapat tiga jenis interpretasi zona hambat dalam metode difusi agar, yaitu: • Zona hambat radikal jika zona hambat yang terbentuk jernih tanpa ada pertumbuhan bakteri. • Zona hambat iradikal bila masih ada bakteri yang tumbuh di dalam zona hambat. • Zona hambat nol bila tidak terbentuk zona hambat Lorian, 1980. b. Uji Dilusi Metode ini digunakan untuk mengukur Kadar Hambat Minimum KHM dan Kadar Bunuh Minimum KBM. Metode dilusi ada dua jenis yaitu dilusi cair dan dilusi padat. Pada dilusi cair, dibuat seri pengenceran antibakteri dalam media cair berisi bakteri uji. Media dengan konsentrasi agen antibakteri terkecil yang jernih tanpa pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Media yang jernih tanpa pertumbuhan bakteri uji dikultur ulang dalam media padat tanpa bakteri uji dan agen antimikroba. Media selanjutnya diinkubasi selama 18-24 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dalam media padat dihitung. Media dengan jumlah koloni bakteri uji yang mengalami penurunan seribu kali lipat dibandingkan dengan jumlah koloni inokulum awal ditetapkan sebagai KBM Pratiwi, 2008. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Metode dilusi padat pada dasarnya sama seperti metode dilusi cair, tetapi media yang dipakai dalam metode ini adalah media padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji Pratiwi, 2008. c. Uji Bioautografi Bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus. Dengan metode ini, maka dapat diketahui bercak yang memiliki aktivitas dan dapat dilakukan isolasi senyawa aktif. Metode ini sangat praktis dan mudah, namun memiliki kerugian yaitu tidak dapat digunakan untuk menentukan KHM atau KBM-nya Pratiwi, 2008. Ada dua macam uji bioautografi : 1. Bioautografi langsung Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara : a. Plat hasil KLT disemprot dengan suspensi bakteri uji. b. Plat KLT disentuhkan di atas media agar yang telah ditanami bakteri uji sering disebut bioautografi kontak. Setelah diinkubasi, area jernih di mana tidak terdapat pertumbuhan bakteri merupakan spot senyawa aktif Pratiwi, 2008. 2. Bioautografi overlay Metode ini dilakukan dengan cara menuangkan media agar ke dalam petri dan ditunggu hingga memadat. Selanjutnya plat hasil KLT diletakkan di atas media agar tersebut. Media agar berisi bakteri uji dituang di atas plat hasil KLT dan ditunggu hingga memadat. Area hambatan setelah inkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam dilihat dengan cara menyemprotkan tetrazolium klorida. Spot senyawa aktif akan muncul sebagai area jernih dengan latar belakang ungu Pratiwi, 2008. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8. Kromatografi

Kromatografi adalah prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensiasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat-zat tersebut menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion. Perbedaan tersebut menjadi acuan dalam identifikasi atau penetapan masing-masing zat dengan metode analitik Depkes RI, 1995. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisah Harbone, B.J., 1987. Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi, yaitu kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi Harbone, B.J., 1987.

2.8.1. Kromatografi Lapis Tipis.

Kromatografi lapis tipis KLT merupakan metode pemisahan fisikokimia yang didasarkan atas penjerapan, partisi pembagian atau gabungannya Harmita, 2006. Menurut Kowalska, dkk 2008 KLT adalah teknik kromatografi yang digunakan untuk analisis kualitatif senyawa organik, isolasi senyawa tunggal dari senyawa campuran, analisis kuantitatif, dan isolasi skala preparatif. Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam karena pengaruh fase gerak. Proses ini biasa disebut elusi. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam kerena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik ascending, atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun descending Rohman, 2007.

Dokumen yang terkait

Studi in vitro ; Efek Antikolesterol dari Ekstrak Metanol Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap Kolesterol Total

15 119 83

Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Menggunakan Metode Difusi Cakram

8 42 54

Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae

1 15 108

Uji Aktivitas Antioksidan Serta Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total dari Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)

8 50 85

Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Menggunakan Metode Difusi Cakram

0 17 54

Uji efek antihiperlipidemia ekstrak etanol buah parijoto : medinilla speciosa blume terhadap kolesterol total, trigliserida, dan vldl pada tikus putih jantan

9 65 124

UjiEfek Antihiperlipidemia Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto (Medinilla Speciosa Blume)Terhadap Jaringan Hati Tikus Putih Jantan

3 28 88

Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) secara In Vitro dengan Metode Stabilisasi Membran HRBC (Human Red Blood Cell)

15 100 94

:Uji Efek Antihiperlipidemia Ekstrak Etanol Buah Parijoto (Medinilla Speciosa Blume) Terhadap Kolesterol Total, Trigliserida, Dan VLDL Pada Tikus Putih Jantan

4 30 124

Isolasi dan Karakterisasi Kapang Endofit dari Ranting Tanaman Parijoto (Medinilla Speciosa Reinw. ex Blume) dan Uji Aktivitasnya sebagai Antibakteri

8 45 93