Bahan Kimia dan Bahan Biologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.5. Isolasi dan Pemurnian Ekstrak Harborne, 1987 3.3.5.1.Kromatografi Kolom
Sistem kromatografi kolom yang digunakan adalah kromatografi kolom fase normal, dimana fase diamnya adalah silika gel 60 yang bersifat polar dan fase
geraknya adalah kombinasi sistem eluen yaitu n-heksan: etil asetat: metanol dengan perbandingan tingkat kepolaran secara bergradien.
Penyiapan kolom kromatografi. Pertama-tama pada ujung kolom
kromatografi diberikan kapas untuk menahan agar silika gel tidak keluar. Ditimbang silika gel seberat 30 kali berat ekstrak kental, kemudian di masukkan
ke dalam beacker glass
dan ditambahkan pelarut n-heksana sehingga menghasilkan silika dengan konsistensi seperti bubur, kemudian diaduk hingga
terbentuk suspensi. Suspensi silika gel yang telah terbentuk, dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi n-heksan sedikit demi sedikit sambil
diketuk-ketuk. Pelarut yang mengalir ke ujung kolom ditampung, kemudian dimasukkan kembali ke dalam kolom. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang
hingga silika gel menjadi padat. Kemudian ekstrak etil asetat yang telat diadsorpsikan dengan silika dimasukkan ke dalam kolom melalui bagian atas
kolom dengan cara menaburkannya sedikit demi sedikit.
Pembuatan sistem pelarut. Pelarut dibuat dengan perbandingan antara
pelarut nonpolar, semipolar dan polar sehingga terjadi peningkatan polaritas atau yang disebut sistem gradien. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana, etil asetat,
dan metanol, dimana setiap gradien kepolarannya ditingkatkan 10. Setiap pelarut dibuat dengan volume 700 mL.
Proses fraksinasi. Fraksinasi pertama dimulai dengan menggunakan
pelarut n-heksana 100 sebanyak 300 mL. Pelarut n-heksana 100 dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit, kemudian kran kolom dibuka
sehingga pelarut tersebut akan turun melalui kolom. Hasil kolom yang keluar ditampung pada vial-vial dan diberi nomor berurutan. Penggantian gradien fasa
gerak dilakukan ketika gradien sebelumnya telah habis digunakan untuk mengaliri kolom. Setelah pelarut n-heksana 100 habis di dalam kolom, ditandai dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hanya tinggal selapis larutan diatas permukaan sampel, kemudian ditambahkan pelarut dengan tingkat kepolaran kedua yaitu n-heksan : etil asetat dengan 9 : 1
sebanyak 700 mL, dan ditampung eluatnya seperti sebelumnya. Fraksinasi dilakukan hingga fasa gerak yang digunakan telah mencapai gradien akhir yaitu
etil asetat 100. Hasil eluat yang telah ditampung dalam vial yang telat diberi nomor secara berurutan di analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis KLT untuk
melihat pola noda masing-masing eluat. Eluat yang memberikan pola noda dengan nilai Rf yang sama, digabungkan menjadi satu dan selanjutnya diuji
aktivitas antibakteri menggunakan metode bioautografi.
3.3.5.2.Kromatografi Lapis Tipis KLT
KLT dilakukan untuk mengamati pola pemisahan dari fraksi hasil kromatografi kolom. Sebagai fase gerak digunakan pelarut pengembang yang
sesuai, dilakukan uji coba untuk mendapatkan perbandingan pelarut yang memberikan pemisahan yang terbaik. Fase gerak yang telat dibuat, dimasukkan ke
dalam bejana KLT dan dimasukkan kertas saring untuk menjenuhkan larutannya, bejana ditutup dan biarkan sampai kertas saring terbasahi semuanya. Selanjutnya,
fraksi dilarutkan dengan pelarut yang sesuai dan ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler dengan posisi di garis batas bawah.
Plat KLT dielusi di dalam masing-masing bejana KLT yang berisi fase gerak hingga fase gerak mencapai garis batas atas, kemudian diangkat. Plat KLT
dibiarkan kering di udara, kemudian dilakukan pengamatan di lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Diberi tanda spot yang terlihat dalam
lampu UV dan dihitung Rf dari tiap noda yang terlihat.
3.3.5.3.Rekristalisasi
Untuk senyawa berbentuk kristal, pemurniannya dapat dilakukan dengan rekristalisasi. Rekristalisasi dilakukan dengan cara melarutkan senyawa dengan
pelarut atau campuran pelarut yang cocok. Pelarut yang dipilih berdasarkan kemampuan melarutkan zat yang akan dimurnikan. Adanya perbedaan kelarutan
akibat penambahan pelarut lain akan menyebabkan senyawa utama akan mengkristal lebih dahulu Rositawati, dkk. 2013.