Hubungan antara Kebisingan dengan Stres Kerja

untuk menghilangkan kejenuhan yang nantinya dapat berakibat terhadap timbulnya stres kerja. Hal ini perlu diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja dapat disebabkan karena stressor yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian individu dalam hal ini sangat menentukkan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respons yang akan muncul Selye, 1956 dalam Widyasari, 2005. Hal lainnya yang dikemukakan oleh Mangkunegara 2002 bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stres kerja terkait rutinitas pekerjaan salah satunya yaitu pola harmonis, yaitu dengan kemampuan mengakali waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan hambatan. Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur.

c. Hubungan antara Kebisingan dengan Stres Kerja

Kebisingan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar responden yang diteliti menyatakan kebisingan mengganggu yaitu sebesar 78,1. Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran PKP-PK di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta. Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Salah satu kondisi fisik dalam pekerjaan yang merupakan pembangkit stres di dalam suatu pekerjaan adalah kebisingan. Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis kita. Paparan exposure terhadap bising berkaitan dengan rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Akibat paparan terhadap bising dalam bentuk perilaku, misalnya penurunan unjuk-kerja produktivitas, terjadinya kecelakaan, penurunan perilaku membantu, bersikap lebih negatif terhadap orang lain, rasa bermusuhan yang lebih terbuka dan agresi terbuka. Menurut Nawawinetu dan Adriyani 2007 efek kebisingan dengan intensitas tinggi terhadap pendengaran berupa ketulian syaraf Noise Induced Hearing Loss tersebut telah banyak diteliti. Namun kebisingan selain memberikan efek terhadap pendengaran Auditory Effects juga dapat menimbulkan efek bukan pada pendengaran Non Auditory Effects dan efek ini bisa terjadi walaupun intensitas kebisingan tidak terlalu tinggi. Efek non auditori terjadi karena bising dianggap sebagai suara yang mengganggu sehingga respon yang timbul adalah akibat stres bising tersebut. Kebisingan terbukti berhubungan dengan terjadinya stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran PKP-PK di Bandar Udaraa Soekarno-Hatta Jakarta. Hal tersebut dapat terjadi karena tempat mereka bekerja berada di lingkungan yang secara langsung terkena paparan kebisingan pesawat udara, posisi kerja mereka berada di dekat landasan pacu atau di sekitar pergerakan pesawat udara. Ditambah lagi kurangnya fasilitas alat pelindung telinga dengan standar baik, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sudah ada beberapa bentuk pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan untuk dapat mengurangi paparan kebisingan yang diterima oleh pekerja di unit kerja PKP-PK, salah satunya adalah dengan memasang kaca kedap suara pada ruangan-ruangan tertentu yang digunakan pekerja untuk standby. Namun, ketika para pekerja berada di luar ruangan, maka paparan kebisingan tetap terasa. Agar paparan kebisingan dapat direduksi maka diharapkan pihak instansi dapat menyediakan alat pelindung telinga sesuai dengan standar yang ada sehingga kebisingan di tempat kerja dapat dikurangi dan tidak mengganggu pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari dan terutama tidak memberikan efek yang buruk terhadap pendengaran para pekerja akibat terpapar kebisingan. Pilihan alat pelindung pendengaran sangat tergantung pada sejumlah faktor termasuk tingkat kebisingan, kenyamanan dan kesesuaian alat pelindung pendengaran bagi pekerja dan lingkungannya. Faktor paling penting, alat pelindung pendengaran harus memberikan pengurangan kebisingan yang diinginkan. Jika paparan kebisingan adalah intermiten sesuai dengan lingkungan kerja di PKP-PK, maka ear muff lebih tepat digunakan. Kemampuan pengurangan kebisingan dari alat pelindung pendengaran dikenal dengan NRR Noise Reduction Rating. Pemilihan alat pelindung pendengaran untuk PKP-PK harus disesuaikan dengan kondisi pekerjaannya, dengan kata lain pekerja harus menggunakan alat pelindung pendengaran agar suara yang diterima pada kisaran yang diinginkan di bawah atau sama dengan 85 desibel, sehingga pada saat pekerja sedang melakukan standby dan menggunakan alat pelindung pendengaran panggilan darurat masih dapat terdengar.

2. Pengembangan Karir

a. Hubungan antara Promosi Kerja dengan Stres Kerja