memberikan tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, pekerja dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang
ditetapkan. Bentuk lain yang merupakan pembangkit stres adalah adanya fluktuasi
dalam beban kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan, tetapi untuk saat-saat lain bebannya malah berlebihan. Faktor waktu juga
perlu dipertimbangkan, makin singkat waktu yang diberikan dalam proses pengambilan keputusan suatu pekerjaan, makin dirasakan desakan waktu,
maka akan semakin besar stresnya. Waktu merupakan salah satu ukuran efisiensi. Pedoman yang banyak didengar adalah “Cepat dan Selamat”. Atas
dasar ini orang sering harus bekerja berkejaran dengan waktu. Dari hasil tersebut diharapkan bagi para pekerja mampu menyesuaikan
diri dengan beban kerja yang harus dikerjakan dengan kemampuan dan kapasitas kerja pada pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan
adanya beban kerja berlebih maupun beban kerja yang terlalu ringan. Dengan cara mengisi waktu standby dengan hal-hal yang positif seperti
berolahraga ringan, membaca buku dan kegiatan lainnya yang mendukung dalam pelaksanaan tugas.
b. Hubungan antara Rutinitas dengan Stres Kerja
Untuk variabel rutinitas kerja, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang merasakan rutinitas pekerjaannya membosankan mencapai
27,1 dari 96 pekerja yang diteliti, sedangkan sisanya sebanyak 72,9 merasakan rutinitas pekerjaannya tidak membosankan.
Pada penelitian ini, juga telah dilakukan analisis bivariat yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
rutinitas kerja dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran PKP-PK di Bandar Udaraa
Soekarno-Hatta Jakarta dengan p value sebesar 0,137. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa pekerja yang merasakan rutinitas pekerjaannya
membosankan dan mengalami stres kerja berat sebesar 34,6, namun ada juga pekerja yang merasakan rutinitas pekerjaannya tidak membosankan dan
mengalami stres kerja berat prosentasenya mencapai 17,1. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari
terlampaunya sedikit tugas yang harus dilakukan dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga
kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat Cooper dan Kelly, 1984 dalam Munandar, 2008.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa rutinitas kerja yang dirasakan adalah tidak membosankan oleh sebagian besar responden yang diteliti, hal
ini disebabkan karena para pekerja sudah terbiasa dan mampu beradaptasi dengan rutinitas kerja yang ada. Walaupun dihadapkan pada rutinitas kerja
yang bersifat monoton, para pekerja menyiasati keadaan yang ada dengan diisi kegiatan seperti latihan harian pada saat bekerja dan kegiatan lainnya
untuk menghilangkan kejenuhan yang nantinya dapat berakibat terhadap timbulnya stres kerja.
Hal ini perlu diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja dapat disebabkan karena stressor yang
sama dapat dipersepsikan secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan
mengancam. Penilaian individu dalam hal ini sangat menentukkan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut
sangat berpengaruh terhadap respons yang akan muncul Selye, 1956 dalam Widyasari, 2005. Hal lainnya yang dikemukakan oleh Mangkunegara
2002 bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stres kerja terkait rutinitas pekerjaan salah satunya yaitu pola harmonis, yaitu
dengan kemampuan mengakali waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan hambatan. Dengan pola ini, individu mampu
mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur.
c. Hubungan antara Kebisingan dengan Stres Kerja