sempit layak diusahakan atau tidak. Hal-hal yang diperhatikan untuk mengetahui kelayakannya adalah variabel-variabel yang mempengaruhi biaya dan penerimaan
petani melalui laporan keuangan setiap petani. Yang dijadikan sebagai sampel adalah petani yang memiliki tanaman kopi arabika dan berdomisili di desa
Pondok bulu.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Usahatani Kopi Arabika
Sebagai salah satu produsen kopi, perkembangan industri dan juga perekonomian kopi Indonesia sangat berpengaruh terhadap perkembangan pasar
kopi Internasional. Sebagian besar pengekspor kopi masih menjual kopinya dalam bentuk primer sehingga tidak memiliki nilai tambah. Sedangkan dengan menjual
ataupun mengekspornya dalam bentuk setengah jadi ataupun kopi instan, dapat meningkatkan pendapatan petani. Hal ini disebabkan petani kekurangan modal
dalam mengelola biji kopi yang dihasilkan, sehingga keuntungan yang lebih besar diterima oleh perusahaan yang memiliki modal besar. Beberapa hal yang dapat
membuat
jatuhnya harga
kopi adalah
perubahan struktur
pasar, ketidakseimbangan pasar, dan kurangnya modal petani. Sejak terjadinya krisis
perkopian pada tahun 2000, perdagangan ekpor memiliki kebijakan tataniaga yang mencakup dua hal. Perusahaan pengekspor diakui oleh kementerian perdagangan
dan perindustrian serta memberikan kesempatan kepada dunia usaha menjadi salah satu pengekspor kopi. Dengan terjadinya krisis harga kopi di pasar
Internasional berpengaruh terhadap mutu kopi yang diusahakan oleh petani. Hal ini disebabkan dengan berkurangnya pendapatan petani, sehingga biaya
pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan pendapatan yang diperoleh. Kopi merupakan tanaman tahunan yang tidak mudah digantikan dengan tanaman
lainnya pada saat terjadinya krisis. Untuk menghindari hal ini, maka perlu memperdayakan sentra-sentra pengekspor kopi di Indonesia sehingga volume
ekspor kopi ke Negara tujuan dapat ditingkatkan khususnya yang memiliki elastisitas yang positif terhadap harga kopi Hutabarat 2004.
Usahatani kopi arabika memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan kopi robusta yang mencakup waktu menghasilkan produksi,
harga jual, dan perbedaan karakteristik antara kopi arabika dengan kopi robusta serta cita rasa yang berbeda yang berpengaruh terhadap pangsa pasar kopi.
Pertumbuhan kopi arabika akan lebih baik apabila berada pada ketinggian 1000- 2100 meter diatas permukaan laut, dibandingkan dengan robusta yang dapat
tumbuh pada ketinggian 700 meter diatas permukaan laut. Hal ini disebabkan oleh tingkat kekebalan kopi arabika terhadap penyakit yang menyerang daun dan
bunga lemah Panggabean 2011. Penyakit karat daun dan bunga bintang yang terjadi diakibatkan oleh cuaca yang panas dan tingkat kelembaban yang sangat
tinggi. Karena itu, pengolahan usahatani kopi arabika bertumbuh dengan baik bila berada diatas ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut dengan tingkat curah
hujan yang sedikit serta penyiangan terhadap pokok kopi yang rutin untuk menghindari kelembaban yang terjadi.
Kopi arabika berproduksi lebih cepat dibandingkan dengan kopi robusta. Memasuki tahun kedua sejak penanaman kopi arabika telah menghasilkan
meskipun masih dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu jenis arabika lebih diminati para petani kopi dibandingkan robusta disebabkan produksinya
yang cepat. Sedangkan robusta mulai menghasilkan memasuki tahun ketiga sejak penanaman. Selain produksi kopi arabika yang cepat, harga jual kopi jenis arabika
lebih tinggi dibandingkan robusta. Hal ini tentu sangat menguntungkan petani kopi yang mengusahakan jenis kopi arabika, namun tingkat kesulitan dalam
pengelolahannya juga lebih dirasakan oleh petani kopi yang memilih jenis arabikaKaro 2009. Dengan demikian dapat dikatakan kalau kopi arabika
memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dibandingkan jenis kopi robusta, namun tingkat produktivitas kopi arabika di Indonesia tergolong lebih rendah
dibandingkan tingkat produktivitas robusta Siahaan 2008.
Dari segi pangsa pasar kopi jenis arabika lebih diminati konsumen dibandingkan robusta. Hal ini terjadi karena tingkat keasaman kopi arabika lebih
rendah dibandingkan dengan kopi robusta Panggabean 2011, bukan hanya di pasar domestik namun juga pasar internasional kopi arabika menjadi pilihan
konsumen yang cukup tinggi khususnya jenis arabika olahan yaitu specialty.
2.2 Kelayakan Usahatani Kopi
Penelitian tentang finansial usahatani perkebunan secara umum telah dilakukan oleh banyak peneliti baik mahasiswa maupun peneliti dari balai
penelitian di Indonesia demikian juga dengan komoditi kopi. Untuk melakukan usahatani kopi, perlu memperhatikan beberapa faktor seperti penelitian yang
dilakukan oleh Silitonga 2008 dan Ridwan 2008. Faktor internal yang mempengaruhinya adalah potensi sumber daya alam dan letak geografis yang
tepat sangat mendukung pertumbuhan dan kualitas kopi dengan baik. Demikian halnya akan luas lahan area tanam memiliki jumlah produksi kopi karena
penambahan luas area tanam memiliki pengaruh positif terhadap jumlah produksi, dengan demikian akan tercipta citra produk speciality sesuai dengan daerah
penghasil kopi.
Harga yang tidak efisien atau tidak memihak di tingkat petani yang diakibatkan beberapa hal menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mata
rantai pemasaran kopi yang cukup panjang. Sehingga menyebabkan ketidakseimbangan pendapatan petani dengan pengeluaran dalam usahatani kopi.
Sedangkan peningkatan upah petani memiliki dampak positif terhadap produksi kopi, dimana tingkat elastisitas pendapatan petani terhadap tingkat produksi kopi
sangat elastisitas. Seperti hasil penelitian Ridwan 2008 dimana peningkatan upah petani sebesar 20 persen mampu meningkatkan produksi kopi sebesar 0,78
persen. Dengan adaya peningkatan pendapatan, memampukan petani melakukan inovasi yaitu melakukan nilai tambah terhadap kopi dan teknik produksi yang
relatif lebih efisien. Dari hasil penelitian Rosari et al 2005 di daerah Sokaria, Detukopi, Papa, dan Tana Mera menunjukkan usahatani kopi menghasilkan nilai
BC sebesar 5,67 dan NPVnya sebesar Rp. 87.498.645 sekisar 39 persen serta