Latar Belakang Kelayakan usahatani kopi arabika di kecamatan dolok panribuan, kabupaten simalungun sumatera utara

2010 mulai meningkat yaitu 18.33 persen jika dibandingkan dgn tahun 2008 dan 2009. Tabel 2 Produk domestik bruto sektor pertanian di Indonesia tahun 2007-2011 milyar, rupiah Sektor Pertanian Tahun Rata-rata pertum- buhan 2007 2008 2009 2010 1 2011 Atas Harga Berlaku Pertanian 1 408 080.10 539 031.10 635 457.20 737 775.60 814 066.70 19.11 Perkebunan 81 664.00 105 960.50 111 378.50 136 026.80 153 884.70 11.53 Persentase perkebunan 20.01 19.66 17.53 18.33 18.90 Atas Harga Konstan 2000 Pertanian 1 211 308.40 222 209.60 231 265.10 23 825.30 242 301.70 9.63 Perkebunan 43 199.20 44 783.90 45 558.40 47 110.20 48 964.00 3.27 Persentase perkebunan 20.44 20.15 19.70 19.89 20.21 Sumber : www.ditjenbun.deptan.go.id; 2012. 1 Diluar Kehutanan dan Perikanan Selain dari segi ekonomi yang membantu pendapatan devisa Negara, sektor perkebunan juga sangat berpengaruh dari segi sosial yaitu dalam penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja berdasarkan hasil pengusahaan maupun sebagai tenaga kerja murni dipengaruhi berdasarkan komoditi perkebunan yang dikelola. Namun secara umum berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perkebunan, jumlah tenaga kerja dan petani perkebunan pada tahun 2010 mencapai 20,583,648 jiwa. Angka ini mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan angka penyerapan tenaga kerja pada tahun 2009 yaitu sebesar 20,467,010 jiwa Tabel 3. Dengan demikian subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang mampu menyerap tenaga kerja melalui lapangan pekerjaan yang ada, sehingga mampu mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Tabel 3 Perkembangan jumlah petani dan tenaga kerja subsektor perkebunan di Indonesia tahun 2007-2011 Komoditi Perkebunan Penyerapan Tenaga Kerja Jiwa 2007 2008 2009 2010 2011 TANAMAN TAHUNAN Karet 2 250 158 2 263 986 2 276 470 2 293 130 2 449 828 Kelapa Sawit 2 898 714 3 248 909 3 276 198 3 375 398 3 419 919 Kelapa 7 077 018 7 198 045 7 172 507 7 043 369 7 051 646 Kopi 1 959 824 2 026 972 1 971 578 1 940 684 2 013 873 Kakao 1 414 520 1 474 570 1 551 615 1 611 139 1 635 408 Jambu Mete 836 445 832 744 841 393 829 577 830 954 Lada 317 837 324 050 327 342 321 498 322 308 Cengkeh 1 065 176 1 081 362 1 067 959 1 060 877 1 063 056 Teh 211 942 309 394 198 002 278 700 199 851 Jarak Pagar 54 319 105 066 106 353 95 510 95 906 Kemiri Sunan - - 1 627 1 829 1 829 Total 18 085 953 18 865 098 1 701 283 82 251 711 19 084 578 Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan; 2012 Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mampu menyerap tenaga kerja dimana perkiraan pada tahun 2011 mencapai 2,013,873 jiwa dibandingkan tahun sebelumnya Tabel 3. Jumlah tenaga kerja yang meningkat, memiliki hubungan sinergis terhadap perkembangan luas area perkebunan kopi di Indonesia yang didominasi oleh petani rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa rata- rata petani kopi bergantung terhadap hasil produksi yang diusahakan oleh petani untuk memperoleh pendapatan. Selain area perkebunan rakyat yang meningkat, perkebunan kopi yang dikelola oleh Negara maupun swasta juga mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebesar 1.85 persen dan 13.29 persen dari tahun sebelumnya Tabel 4. Tabel 4 Luas areal perkebunan kopi di Indonesia menurut pengusahaan kopi tahun 2007-2011 hektar Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Perkebunan Rakyat 1 243 429 1 236 842 1 217 506 1 219 802 1 254 921 Perkebunan Negara 23 721 22 442 22 794 22 738 23 167 Perkebunan Swasta 28 761 35 826 25 935 25 936 29 912 Total 1 295 911 1 295 110 1 266 235 1 268 476 1 308 000 Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan; 2012 Luas area perkebunan kopi yang dimiliki Indonesia memberi pengaruh terhadap peningkatan devisa Negara dari jumlah komoditi kopi yang diekspor. Berdasarkan data perkebunan, kopi merupakan komoditi kelima yang membantu peningkatan devisa Negara dari sektor perkebunan. Nilai neraca perdagangan kopi pada tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu mencapai US 914.24 juta, dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar US 779.46 juta dengan persentase peningkatan sebesar 17.29 persen Tabel 5. Tabel 5 Neraca perdagangan komoditas unggulan perkebunan di Indonesia tahun 2007-2011 US juta Komoditas Perkebunan Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Karet 4 855.37 5 999.09 3 222.62 7 288.97 11 077.05 Kelapa Sawit 7 861.96 12 366.05 10 351.18 13 431.17 17 236.25 Kelapa 567.07 900.31 492.24 70078 1 059.50 Kopi 558.01 973.02 799.00 779.46 914.24 Teh 113.39 146.97 159.09 160.00 124.80 Lada 131.77 184.78 138.78 243.25 186.59 Kakao 841.37 1 155.53 1 294.21 1 479.12 996.44 Jambu Mete 81.12 76.01 78.65 68.41 52.14 Cengkeh 33.95 7.25 5.47 11.24 -329.55 Kapas 5.72 0.33 -0.10 0.91 0.95 Neraca Perkebunan 15 049.73 21 809.34 16 541.14 24 166.31 31 318.41 Sumber : BPS, Direktorat Jendral Perkebunan 2012 Namun produksi kopi di Indonesia pada tahun 2012 menurut data ICO International Coffee Organization, mengalami penurunan jumlah yaitu 8.25 juta bag sebesar 9.6 persen dibandingkan dengan jumlah produksi tahun 2011 yaitu sebesar 9.13 juta bag. Sehingga Indonesia menduduki urutan kelima penghasil kopi terbesar setelah Brazil, Vietnam, Kolombia dan Ethiopia. Dan menurut data statistik Perdagangan Luar Negeri, volume ekspor kopi Indonesia pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 24.65 persen dari tahun 2010 yaitu hanya mencapai 327 ribu ton. Meski demikian nilai ekspor yang diperoleh mengalami peningkatan sebesar 18.31 persen Tabel 6. Tabel 6 Jumlah volume dan nilai ekspor kopi di Indonesia tahun 2006-2011 Tahun Volume ribu Ton Nilai juta Dolar 2006 414 586.90 2007 321 636.30 2008 469 991.50 2009 511 824.00 2010 434 814.30 2011 327 963.40 Sumber : BPS, Statistik Perdagangan Luar Negeri 2012 Meski sebagai produsen kopi terbesar kelima dunia, Indonesia juga merupakan salah satu Negara pengimpor olahan kopi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia juga merupakan konsumen olahan kopi. Berdasarkan data yang diperoleh dari statistik Perdagangan Luar Negeri, pada tahun 2011 jumlah import komoditi kopi sekitar 18.11 ribu ton. Meskipun dalam hal jumlah mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010 namun berdasarkan jumlah nilai mengalami kenaikan yaitu mencapai 49.11 juta dolar Tabel 7. Tabel 7 Jumlah volume dan nilai impor kopi di Indonesia tahun 2006-2011 Tahun Volume Ribu Ton Nilai Juta Dolar 2006 6.40 11.41 2007 49.99 78.31 2008 7.58 18.44 2009 14.40 25.01 2010 19.76 34.85 2011 18.11 49.11 Sumber :Statistik Perdagangan Luar Negeri .2012 Dari tabel 6 dan tabel 7, dapat dilihat bahwa harga jual maupun harga beli kopi tetap konstan dan mengalami peningkatan meskipun hanya beberapa persen. Namun harga jual dan harga beli komoditi kopi juga dibedakan berdasarkan jenis kopi. Dari luas areal kopi di Indonesia jenis kopi yang dihasilkan atau yang diproduksi terdapat dua jenis yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Dari data Assosiasi Eksportir Kopi Indonesia AEKI produksi rata-rata kopi Indonesia masih didominasi kopi robusta yang mencapai 78.08 persen sedangkan produksi kopi arabika hanya 21.92 persen Tabel 8. Namun apabila ditinjau dari segi nilai jual, kopi jenis arabika cenderung memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai jual kopi jenis robusta. Kopi arabika merupakan salah satu jenis kopi yang terkenal dan mendominasi produksi kopi diseluruh dunia sebesar 70 persen. Sedangkan lahan perkebunan kopi di Indonesia yang mengusahakan kopi arabika berdasarkan data Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia AEKI pada tahun 2011 hanya mencapai 296,854 Ha, berbeda dengan luas perkebunan kopi robusta yang mencapai 1,011,146 Ha. Tabel 8 Luas area, jumlah produksi dan produktivitas kopi di Indonesia menurut jenis kopi tahun 2005-2011 Tahun Arabika Robusta Luas Area Ha Jumlah Produk-si Ton Produk- tivitas TonHa Luas Area Ha Jumlah Produksi Ton Produktivi- tas TonHa 2006 177 110 94 773 0.56 1 131 622 587 386 0.52 2007 228 931 124 098 0.54 1 058 478 549 088 0.52 2008 239 476 129 660 0.05 1 063 417 553 278 0.52 2009 281 398 147 631 0.52 984 839 534 961 0.54 2010 283 343 148 487 0.52 985 133 535 589 0.54 2011 296 854 155 383 0.52 1 011 146 553 617 0.55 Sumber : Assosiasi Eksportir Kopi Indonesia. 2012 Dengan permintaan kopi arabika secara global masih sangat tinggi memberikan peluang bagi Indonesia dalam meningkatkan perekonomian nasional melalui peningkatan devisa Negara, komoditi kopi arabika dapat dikembangkan melalui penggunaan bibit unggul, serta teknologi peremajaan tanaman kopi jenis arabika. Dengan demikian, lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang berada di daerah sentra kopi semakin luas. Salah satu pusat perkebunan kopi Arabika di Indonesia adalah daerah Sumatera Utara yang telah dibuka sejak masa penjajahan Belanda. Perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berperan dalam pertumbuhan perekonomian di daerah Sumatera Utara dan menyumbang sebesar 1.10 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang mencapai 6.22 persen berdasarkan data BPS Sumatera Utara, 2012. Hasil komoditi perkebunan yang memegang peranan penting dalam perkebunan Sumatera Utara adalah kelapa sawit, karet, kopi, cokelat, dan tembakau. Untuk komoditi kopi berdasarkan data statistik perkebunan propinsi Sumatera Utara tahun 2011, Sumatera Utara memiliki lahan seluas 80,244 Ha dimana luas lahan perkebunan rakyat mencapai 79,544 Ha dan perkebunan swasta mencapai 700 Ha. Meskipun pada tahun 2011 jumlah produksi mengalami penurunan sebesar 0.03 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 55,753 ton, Sumatera Utara mampu memberikan kontribusi dalam produksi kopi Nasional sebesar 7.29 persen dengan jumlah produksi seperti tabel dibawah ini. Tabel 9 Luas lahan, jumlah produksi dan produktivitas kopi Sumatera Utara tahun 2006-2011 Tahun Luas Lahan Ha Jumlah Produksi Ton Produktivitas TonHa 2006 79 613 50 032 0.63 2007 79 646 50 158 0.63 2008 81 051 54 944 0.68 2009 80 244 54 355 0.68 2010 80 806 55 753 0.69 2011 80 244 54 100 0.67 Sumber: Buku Statistik Perkebunan. Direktorat Jendral Perkebunan 2012

1.2 Rumusan Masalah

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu derah penghasil kopi di Sumatera Utara luas lahan 9,610.3 Ha dimana luas lahan kopi jenis robusta seluas 2,822.10 Ha dan luas lahan kopi jenis arabika seluas 6,788.20 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Simalungun merupakan daerah yang tinggi dari permukaan laut. Dengan luas lahan 6,788.20 Ha, Kabupaten Simalungun mampu memproduksi kopi arabika sebanyak 7,602.72 ton data statistik perkebunan Sumatera Utara 2010. Salah satu Kecamatan yang menghasil kopi arabika di daerah Simalungun adalah Kecamatan Dolok Panribuan. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Dolok Panribuan menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian salah satunya adalah usahatani kopi arabika. Namun dalam beberapa waktu terakhir, jumlah produksi kopi arabika di Kecamatan Dolok Panribuan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu hama yang menyerang tanaman kopi yang menyebabkan biji kopi membusuk maupun batang pohon kopi mengalami pembusukan. Pengolahan dan penanganan yang masih dilakukan secara tradisional juga mempengaruhi kualitas produksi biji kopi arabika dan berdampak terhadap harga jual produksi. Jumlah produksi yang menurun dan penanganan petani terhadap hama yang menyerang tanaman kopi secara tradisional sangat ditentukan oleh harga pupuk dan insektisida yang tidak tetap. Sedangkan perbedaan harga jual ditingkat petani dengan distributor sangat jauh berbeda. Harga biji kopi kering ditingkat petani hanya mencapai 15,300 rupiah per kilogramnya, sedangkan harga ditingkat distributor mencapai 80,000 hingga 100,000 rupiah per kilogramnya sesuai dengan kualitas biji kopi. Hal ini menyebabkan petani menggunakan pupuk yang lebih murah dan sekedarnya sehingga produksi tanaman tidak maksimalTabel 10. Tabel 10 Luas lahan, jumlah produksi dan produktivitas komoditi kopi Kecamatan Dolok Panribuan Tahun 2006-2011 Tahun Luas Lahan Ha Jumlah Produksi Ton Jumlah Produktivitas TonHa 2006 119.75 165.23 1.38 2007 126.06 172.65 1.37 2008 125.63 169.56 1.35 2009 125.02 171.65 1.37 2010 125.02 167.09 1.34 2011 122.08 137.86 1.13 Sumber : Kantor Kecamatan Dolok Panribuan. 2012 Penurunan produksi tanaman kopi di daerah Kecamatan Dolok Panribuan juga sangat dipengaruhi perubahan cuaca yang berakibat buruk terhadap petani kopi. Akibat biaya pemeliharaan dan biaya saprodi yang tinggi, mengakibatkan petani kopi cenderung kurang memperhatikan tanaman yang terserang hama maupun penyakit. Dengan berkurangnya jumlah produksi tanaman kopi, yang akhirnya mengurangi penerimaan petani mengakibatkan petani cenderung menghiraukan pohon kopi yang tidak berproduksi dengan tanaman semusim seperti jagung. Dengan modal yang tidak terlalu besar dengan memanfaatkan lahan kopi serta waktu tanam hingga masa panen tidak terlalu lama maka petani kopi arabika di Kecamatan Dolok Panribuan memilih jagung sebagai tanaman selingan. Dengan nilai jual komoditi jagung yang cukup stabil pada tahun 2012 yaitu sebesar 4,000 rupiah per kilogram di daerah Sumatera Utara Pusdatin Departemen Pertanian, 2012, sangat membantu pendapatan petani kopi dari hasil produksi jagung yang diusahakan. Selain itu, masa produksi tanaman jagung yang