Persepsi Responden Terhadap Risiko Banjir Sungai Pesanggrahan

43 sebesar 6.02 dikarenakan jumlah kejadian banjir yang telah terjadi pada lokasi tempat mereka melakukan kegiatan jual beli sudah sangat sering sehingga menurut pelaku usaha peluang terjadinya banjir kembali sangat mungkin terjadi, selain faktor curah hujan dan intensitas meluapnya air sungai yang cukup sering yang terjadi pada periode November 2012 sampai April 2013. Persepsi tersebut dikarenakan responden beranggapan bahwa selama kondisi lingkungan yang ada tidak mengalami perubahan atau perbaikan seperti pengelolaan drainase yang baik dan sarana tangkapan air yang belum memadai dipenuhi maka peluang terjadinya banjir kembali akan tetap besar. Berikutnya persepsi responden pelaku usaha terhadap KYMD juga menunjukkan skor sebesar 5.60 yang berarti sudah sangat seringnya responden mengalami kerugian akibat terjadinya banjir sehingga banyak dari responden yang mengatakan bahwa bila banjir terjadi kembali maka akan ada konsekuensi atau kerugian yang akan mereka terima. Hasil olah data menunjukkan persepsi pelaku usaha terhadap upaya mitigasi yang mereka lakukan TDMP memperoleh skor sebesar 3.17 yang berarti keinginan melakukan upaya mitigasi privat oleh pelaku usaha rendah dikarenakan banjir mereka hadapi adalah sesuatu yang sudah biasa terjadi sehingga responden bersikap bahwa kejadian banjir adalah sesuatu yang rutin atau sudah biasa, menyebabkan upaya mitigasi secara individu yang dilakukan oleh responden dirasa hanya mengurangi tingkat kerugian sedikit saja namun biaya yang dikeluarkan untuk upaya mitigasi sangat besar, sehingga pelaku usaha merasa perlu untuk dilakukannya upaya penanggulangan risiko banjir secara kolektif atau melalui pemerintah dan ini ditunjukkan dari hasil yang diperoleh yaitu skor sebesar 6.72 untuk persepsi pelaku usaha terhadap kebutuhan kebijakan pemerintah akan program penanggulangan banjir KTKP. Program pemerintah yang saat ini sedang berjalan guna menanggulangi banjir adalah program normalisasi sungai, waduk, situ dan semua daerah yang berfungsi sebagai sarana tangkapan air di DKI Jakarta dimana salah satu dari 13 sungai yang sedang dinormalisasi adalah Sungai Pesanggrahan. Selanjutnya analisis korelasi akan melihat persepsi pelaku usaha. 44 Analisis berikut dilakukan untuk melihat keterkaitan antara persepsi PBMP, KYMD, TDMP dan KTKP. Umumnya semakin tinggi persepsi responden terhadap PBMP dan KYMD maka akan semakin tinggi pula kebutuhan akan TDMP atau KTKP. Berikut adalah korelasi yang terjadi antara PBMP, KYMD, TDMP dan KTKP yang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Persepsi responden pelaku usaha MSDP MSSK MTDP MTPM PBMP 1 Spearman,s rho KYMD 0.45 1 TDMP 0.3 0.12 1 KTKP 0.11 0.34 0.26 1 Sumber: data primer 2013 diolah : korelasi signifikan pada taraf nyata alpha 5 : korelasi signifikan pada taraf nyata alpha 1 Hasil dari tabel diatas menunjukkan keterkaitan antara persepsi PBMP, KYMD, TDMP dan KTKP dari responden pelaku usaha yang berada di Kelurahan Ulujami dan Kelurahan Kebayoran Lama Utara Jakarta Selatan. Koefisien korelasi antara peluang terjadinya banjir PBMP dengan kemungkinan konsekuensi yang akan diterima apabila banjir terjadi kembali KYMD diperoleh sebesar 0.45, angka tersebut signifikan pada taraf nyata alpha 5 serta bersifat positif dan memiliki hubungan yang sangat erat. Nilai yang positif menjelaskan bahwa semakin tingginya peluang terjadinya banjir kembali pada lokasi penelitian maka akan semakin tinggi pula kemungkinan konsekuensi yang akan diterima oleh responden pelaku usaha apabila banjir terjadi kembali. Hasil korelasi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengakui dan sadar bahwa lokasi tempat usaha mereka berada memang rentan akan banjir dan apabila banjir tersebut terjadi kembali maka dapat dipastikan responden akan menerima konsekuensi atau mengalami kerugian akibat terjadinya banjir. Persepsi kemungkinan konsekuensi yang mungkin diterima apabila banjir datang KYMD, dengan persepsi kebutuhan responden akan kebijakan pemerintah untuk menyelesaikan masalah banjir KTKP diperoleh sebesar 0.34 signifikan pada taraf nyata 1 dan tidak ditemukan korelasi dengan tingkat keinginan untuk melakukan upaya mitigasi secara privat PBMP. Hasil korelasi 45 tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi kemungkinan konsekuensi yang diterima oleh responden bila banjir terjadi kembali dengan persepsi kebutuhan responden akan kebijakan pemerintah untuk menanggulangi banjir, dikarenakan mayoritas responden pelaku usaha yang berada pada lokasi penelitian sudah tidak memiliki keinginan untuk melakukan upaya mitigasi banjir secara privat, namun upaya mitigasi yang bersifat kolektif. Hasil pengamatan pada lokasi panalitian ditemukan beberapa pelaku usaha yang sudah melakukan upaya mitigasi sebelumnya guna mencegah konsekuensi yang akan mereka terima jika banjir terjadi namun upaya mitigasi tersebut hanya dapat mengurangi kerugian akibat banjir sedikit saja dibanding dengan biaya yang telah mereka gunakan untuk melakukan upaya mitigasi secara privat, sehingga mayoritas responden berpendapat banjir dan kerugian akan tetap terjadi apabila penyebab banjir yang berada di hulu tidak diselesaikan. Sampai saat ini upaya yang telah dilakukan pemerintah dirasa masih belum optimal sehingga kebutuhan akan kebijakan pemerintah untuk penanggulangan banjir masih sangat tinggi. Saat ini sebagian responden mulai beralih dari upaya mitigasi menjadi upaya adaptasi. Seperti melakukan pemindahan barang dan aset ke daerah yang lebih tinggi begitu mendapat peringatan banjir atau menahan pasokan bahan baku begitu mendapat peringatan banjir dan memindah lokasi produksi ke tempat yang tidak banjir selama banjir.

6.2 Struktur Kerugian Ekonomi Akibat Banjir

Setelah dilakukan wawancara secara terstruktur kepada 40 responden pelaku usaha diperoleh data kerugian ekonomi langsung yang nantinya akan dijadikan variabel dependent pada model penduga. Variabel dependent tersebut adalah kerugian KRGN yang didapat dari hasil penjumlahan antara biaya kerusakan struktural, biaya kerusakan aset, biaya kerugian omzet dan biaya tenaga kerja atau biaya perbaikan. Melalui hasil data wawancara diperoleh data estimasi kerugian total sebagai berikut. 46 Tabel 17. Struktur kerugian ekonomi langsung banjir Sungai Pesanggrahan pada sektor komersil No Jenis Kerugian Total Kerugian Responden n=40 Kerugian Rata-rata Per responden Total Kerugian Populasi N=54 persentase 1 Kerusakan Struktural Bangunan 49 985 000 1 249 625 67 479 750 5.5 2 Kerusakan Aset konten 141 667 000 3 541 675 191 250 450 15.5 3 Kerugian Omzet 638 916 662 15 972 916 862 537 464 70.1 4 TK dan Perbaikan 80 761 875 2 019 046 109 128 484 8.9 Total 911 330 537 22 783 262 1 230 296 148 100.0 Sumber: data primer 2013 diolah Ket: Persentase terhadap masing-masing total Berdasarkan hasil penjumlahan data kerusakan diperoleh struktur kerugian ekonomi akibat banjir yang dialami oleh responden dengan proporsi kerugian terbesar yang dialami adalah dari biaya kerugian omzet yaitu sebesar 70.1. Diketahui bahwa kerugian atau kehilangan omzet harian yang dialami oleh pelaku usaha dikarenakan terhentinya kegiatan ekonomi akibat banjir adalah yang paling merugikan bagi pelaku usaha pada lokasi penelitian.

6.3 Stage Damage Function

Analisis estimasi nilai kerugian ekonomi di Kelurahan Ulujami dan Kelurahan Kebayoran Lama Utara Jakarta Selatan dilakukan dengan menggunakan model dari Stage Damage Function SDF. Berikut model regresi linear berganda nilai kerugian ekonomi akibat banjir Sungai Pesanggrahan pada sektor komersil di Jakarta Selatan. KRGN = -12 882.792+ 139.246 KDLM + 81.105 DRBJ + 53.697 LSBG- 205.319 THML + 4.612 OMPH ……..……………………………..6.1 Di mana: KRGN = Nilai kerugian ekonomi akibat banjir Rp 000 per responden KDLM = Kedalaman banjir cm DRBJ = Durasi lamanya banjir jam LSBG = Luas bangunan yang tergenang banjir m 2 THML = Lama beroperasi usaha tahun OMPH = Omset usaha perhari Rp 000