Teori Ricardo tentang keunggulan komparatif kemudian disempurnakan lebih modern oleh Heckscher Ohlin yang didasari oleh kepemilikan faktor
produksi serta dampak perdagangan internasional terhadap distribusi pendapatan Oktaviani dan Novianti, 2009. Menurut teori H-O bahwa perbedaan opportunity
cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena
adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing- masing negara. Adanya perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan
tejadinya perdagangan internasional. Negara yang memiliki faktor produksi yang relatif banyak atau murah cenderung akan melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor produknya. Sebaliknya mengimpor barang yang memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal. Teori modern H-O ini disebut dengan
teori proporsi faktor factor proportions theory.
2.1.5. Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif Competitive Advantage merupakan alat untuk mengukur daya saing suatu kegiatan berdasarkan pada kondisi perekonomian
aktual. Keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu kegiatan dimana keuntungan privat diukur berdasarkan harga pasar dan nilai uang
yang berlaku berdasarkan analisis finansial. Harga pasar adalah harga yang sebenarnya dibayar oleh produsen untuk membeli faktor produksi dan harga yang
benar-benar diterima dari hasil penjualan output. Konsep keunggulan kompetitif didasarkan pada asumsi bahwa perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama
sekali sulit ditemukan di dunia nyata dan keunggulan komparatif suatu kegiatan ekonomi dari sudut pandang atau individu yang berkepentingan langsung
Salvator, 1997. Konsep keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan oleh Porter pada
tahun 1980 dengan bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Porter menyatakan bahwa kekuatan kompetitif
menentukan tingkat persaingan dalam suatu industri baik domestik maupun internasional yang menghasilkan barang dan jasa. Menurut Porter 1990,
keunggulan perdagangan antar negara dengan negara lain di dalam perdagangan internasional secara spesifik untuk produk-produk tertentu sebenarnya tidak ada,
kenyataan yang ada adalah persaingan antara kelompok-kelompok kecil industri
yang ada dalam suatu negara. Disamping itu keunggulan kompetitif tidak bergantung pada kondisi alam suatu negara, namun lebih ditekankan pada
produktivitasnya. Hal ini disebabkan karena tidak ada korelasi langsung antara dua faktor produksi seperti sumber daya alam yang melimpah dan sumberdaya
yang murah. Porter menyebutkan bahwa disamping faktor produksi, peran pemerintah juga sangat penting dalam peningkatan daya saing.
Keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh empat faktor yaitu keadaan faktor-faktor produksi, permintaan dan tuntutan kualitas, industri terkait
dan pendukung yang kompetitif dan strategi, struktur dan sistem penguasaan antar perusahaan Halwani, 2002. Selain empat faktor penentu tersebut, keunggulan
kompetitif juga ditentukan oleh faktor eksternal yaitu sistem pemerintahan dan terdapatnya kesempatan. Faktor-faktor ini secara bersama-sama akan membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan kompetitif suatu negara. Suatu komoditas dapat memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sekaligus yang berarti
komoditas tersebut menguntungkan untuk diproduksi dan diusahakan serta dapat bersaing di pasar internasional. Akan tetapi bila suatu komoditas yang diproduksi
suatu negara hanya mempunyai keunggulan komparatif namun tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka di negara tersebut dapat disumsikan terjadi distorsi
pasar atau terdapat hambata-hambatan yang mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan produsen seperti prosedur administrasi, perpajakan dan lain-
lain. Oleh karena itu pemerintah perlu untuk mengadakan deregulasi yang dapat menghilangkan hambatan atau distorsi pasar tersebut.
2.1.6. Analisis Kebijakan Pemerintah