pemerintah. Nilai SRP pada budidaya dengan pakan pelet positif sebesar 0,41 sedangkan pada budidaya dengan pakan alternatif sebesar 0,55. Hal ini
menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku saat ini petani pembudidaya patin di Kabupaten Indragiri Hulu mengeluarkan biaya produksi
lebih kecil 41 persen dan 51 persen dari opportunity cost untuk produksi pada budidaya dengan pakan pelet dan pakan alternatif. Jadi secara keseluruhan
kebijakan pemerintah menguntungkan petani pembudidaya ikan patin.
5.2.4. Analisis Sensitivitas Terhadap Daya Saing Usaha Budidaya Ikan
Patin di Kabupaten Indragiri Hulu
Berbagai perubahan pada kebijakan pemerintah atau faktor eksternal lainnya akan menyebabkan perubahan pada struktur biaya maupun keuntungan
yang akan diterima oleh petani. Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk melihat perubahan-perubahan tersebut. Matriks analisis kebijakan PAM
mempunyai keterbatasan yaitu merupakan analisis yang bersifat statis sehingga memerlukan simulasi kebijakan untuk mengantisipasi setiap perubahan yang
terjadi di dalam sistem perekonomian yang dinamis. Analisis sensitivitas yang dilakukan meliputi penurunan harga output ikan patin serta penghapusan PPN
pakan. Analisis sensitivitas yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan 3
skenario yang mencakup penurunan harga output sebesar 25 persen, penghapusan PPN pakan ikan sebesar 10 persen dan depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 5,5
persen. Setiap simulasi dilakukan dengan asumsi harga input lainnya tetap cateris paribus
. Analisis sensitivitas terhadap indikator daya saing dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30 menunjukkan bahwa apabila terjadi penurunan harga output ikan patin sebesar 25 persen, menyebabkan petani pembudidaya ikan patin yang
menggunakan pakan pelet menjadi merugi sebesar Rp.270.233. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan ikan patin dengan menggunakan pakan pelet
sangat sensitif terhadap perubahan harga. Sedangkan apabila terjadi penghapusan PPN pakan ikan sebesar 10 persen, menyebabkan keuntungan budidaya dengan
pakan pelet meningkat sebesar 24 persen. Jika nilai tukar rupiah terdepresiasi
maka keuntungan sosial akan meningkat baik pada usaha dengan budidaya pelet maupun budidaya dengan pakan alternatif.
Tabe 30. Nilai Keuntungan Berdasarkan Analisis Sensitivitas Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2011.
Skenario Keuntungan dengan
Pakan Pelet Keuntungan dengan
Pakan Alternatif Privat
Sosial Privat
Sosial
Kondisi Normal 6.905.767
389.697 24.623.908
11.338.439 Harga output turun 25
persen 270.233
389.697 14.981.907
11.338.439 Penghapusan PPN
Pakan 10 persen 8.525.767
389.697 24.976.364
11.338.439 Depresiasi rupiah
sebesar 5,5 persen 6.905.767
586.288 24.623.908
12.335.941
Kondisi berbeda ditunjukkan oleh usaha budidaya ikan patin dengan pakan alternatif. Jika terjadi penurunan harga ikan patin sebesar 25 persen, keuntungan
privat yang diterima petani masih cukup besar walaupun terjadi penurunan dari harga normal. Sedangkan jika terjadi penghapusan PPN pakan ikan sebesar 10
persen, hal ini tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan keuntungan privat petani karena penggunaan input pelet jumlahnya sedikit. Jika nilai tukar rupiah
terdepresiasi sebesar 5,5 persen maka keuntungan sosial budidaya dengan pakan pelet menjadi positif, sedangkan keuntungan usaha budidaya dengan pakan
alternatif meningkat sebesar 8,8 persen. Analisis sensitivitas juga dilakukan untuk melihat daya saing usaha
budidaya ikan patin apabila terjadi perubahan harga output maupun input. Analisis sensitivitas terhadap indikator daya saing dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Indikator Daya Saing Berdasarkan Analisis Sensitivitas Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2011.
No. Skenario
Indikator Daya Saing Pakan Pelet
Pakan Alternatif DRC
PCR DRC
PCR
1 Kondisi Normal
1,09 0,49
0,48 0,30
2 Harga output turun 25
persen 1,09
1,04 0,48
0,41 3
Penghapusan PPN pakan 10 persen
1,09 0,44
0,48 0,30
4.
Depresiasi rupiah sebesar 5,5 persen
0,92 0,49
0,45 0,30
Tabel 31 menunjukkan bahwa kebijakan yang menjadikan petani pembudidaya ikan patin pada kondisi tidak berdaya saing dan paling sensitif
terhadap perubahan daya saing adalah ketika harga ikan patin turun sebesar 25 persen. Penurunan harga output 25 persen menyebabkan nilai PCR menjadi lebih
besar, yang artinya keungulan kompetitif semakin menurun baik pada usaha budidaya dengan pelet saja maupun dengan pakan alternatif. Sedangkan
penghapusan PPN pakan menyebabkan keunggulan kompetitif meningkat tetapi tidak cukup signifikan karena penurunan nilai PCR untuk kedua jenis usaha tidak
terlalu besar. Jika nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 5,5 maka nilai DRC kedua jenis usaha mengalami penurunan dengan kata lain daya saingnya
meningkat Berikut ini juga dilakukan simulasi terhadap output maupun input yang
menyebabkan usaha budidaya menggunakan sebagian besar pakan pelet dan sebagian pakan alternatif tidak berdaya saing. Simulasi afirmatif terhadap usaha
budidaya ikan patin di Kabupaten Indragiri Hulu dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Simulasi Afirmatif Usaha Budiaya Ikan Patin Di Kabupaten Indragiri Hulu
No Jenis Usaha
Skenario PCR
DRC
1 Pakan Pelet
Kondisi Normal 0,49
1,09 Harga patin di pasar internasional
naik sebesar 2,5 persen 0,49
0,99 Harga pakan pelet turun sebesar 3,5
persen 0,47
0,99 2.
Pakan Alternatif
Kondisi Normal 0,48
0,30 Harga patin di pasar internasional
turun sebesar 47 persen 0,49
1,00 Harga patin di lokasi penelitian turun
sebesar 64 persen 1,00
1,00 Biaya input total naik sebesar 88
persen 0,62
1,00 Tabel 32 di atas menunjukkan bahwa pada kondisi normal usaha usaha budidaya
yang menggunakan sebagian besar pakan pelet komersial pada kondisi normal tidak memiliki daya saing. Penurunan harga ikan patin di pasar internasional
minimal sebesar 2,5 persen bisa meningkatkan daya saing usaha budidaya yang menggunakan sebagian besar pakan pelet, ini terlihat dari nilai DRC menjadi 0,99.
Peningkatan daya saing juga bisa terjadi pada kondisi harga pakan pelet turun minimal sebesar 3,5 persen. Jadi bisa disimpulkan bahwa usaha daya saing usaha
budidaya yang menggunakan pakan pelet komersial sangat tergantung pada harga patin di pasar dunia dan harga input pakan.
Kondisi yang jauh berbeda terjadi pada usaha budidaya dengan menggunakan sebagian besar pakan alternatif, dimana usaha tersebut memiliki
daya saing yang cukup tinggi. Kondisi yang menyebabkan usaha ini tidak berdaya saing hanya apabila terjadi penurunan harga ikan patin di pasar internasional
sebesar 47 persen atau penurunan harga di pasar lokal sebesar 64 persen. Kondisi lainnla jika terjadi peningkatan biaya input sebesar 88 persen, karena penggunaan
input pada usaha ini pada kondisi normal sangat efesien terutama biaya pakan.
VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian yang mengacu pada hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah :
1. Usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Indragiri Hulu memiliki daya
saing baik usaha penggemukan maupun usaha pembibitan. Daya saing usaha penggemukan lebih rendah dibandingkan usaha pembibitan, hal ini
disebabkan oleh tingginya harga bakalan. Sementara Usaha budidaya ikan patin yang menggunakan pakan pelet tidak memiliki daya saing disebabkan
karena biaya input yang cukup tinggi terutama pakan. Sedangkan usaha budidaya dengan menggunakan sebagian besar pakan alternatif memiliki
daya saing yang cukup tinggi 2.
Kebijakan yang telah dilakukan pemerintah terhadap input-output pada usaha peternakan sapi potong dan usaha budidaya ikan patin di Kabupaten
Indragiri Hulu telah berjalan efektif sehingga memberikan dampak yang positif terhadap peternak dan petani pembudidaya ikan patin
3. Penghapusan tarif bea masuk 5 persen dan kenaikan harga BBM 15 persen
sama-sama menyebabkan penurunan daya saing pada usaha peternakan di Kabupaten Indragiri Hulu. Penggunaan pakan dari limbah kelapa sawit
menyebabkan daya saing usaha peternakan mengalami peningkatan. Penurunan harga ikan patin sebesar 25 persen menyebabkan penurunan daya
saing terutama pada usaha budidaya yang menggunakan pakan pelet. Penghapusan PPN pakan ikan menyebabkan daya saing usaha budidaya ikan
patin di Kabupaten Indragir Hulu meningkat
6.2. Implikasi Kebijakan
1. Penghapusan tarif impor menyebabkan usaha penggemukan dalam negeri
kehilangan daya saingnya, untuk menghadapi kondisi ini maka pemerintah perlu mencari solusi sesegera mungkin sebelum tahun 2020, salah satunya
adalah dengan memberi subsidi bibit ataupun bakalan pada peternak dalam negeri.