Analisis Keunggulan Kompetitif Analisis Daya Saing Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu

Tabel 26. Domestic Resources Ratio DRC dan Private Cost Ratio PCR usaha Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2011. No. Indikator Nilai Pakan Pelet Pakan Alternatif 1. Domestic Resources Ratio DRC 1,07 0,47 2. Private Cost Ratio PCR 0,49 0,30 Tabel 26 menunjukkan nilai Domestic Resources Ratio DRC dan Private Cost Ratio PCR yang merupakan hasil analisis PAM yang digunakan untuk mengukur tingkat daya saing komoditas sapi potong di Kabupaten Indragiri Hulu.

5.2.2.1. Analisis Keunggulan Kompetitif

Analisis keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan finansial sebuah usahatani. Indikator yang digunakan untuk mengukur keunggulan kompetitif digunakan indikator Private Cost Ratio PCR. Harga yang digunakan dalam analisis ini adalah harga yang terjadi di pasar yang telah dipengaruhi oleh intervensi pemerintah. Nilai Private Cost Ratio PCR merupakan rasio antara biaya input non tradable atau faktor domestik dengan selisih antara penerimaan dan input tradable pada tingkat harga aktual. Nilai PCR yang kurang dari satu PCR1 menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan efisien secara finansial. Semakin kecil nilai PCR yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat keunggulan kompetitif yang dimiliki. Tabel 26 meunjukkan nilai PCR untuk usaha budidaya ikan patin dengan pakan pelet adalah sebesar 0,49 sedangkan untuk usaha budidaya dengan pakan pelet sebesar 0,30. Hal ini berarti bahwa untuk mendapatkan nilai tambah output sebesar satu satuan pada harga privat diperlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar 0,49 untuk budidaya dengan pakan pelet dan sebesar 0,30 untuk usaha budidaya dengan pakan alternatif. Nilai PCR usaha budidaya dengan pakan alternatif lebih kecil dibanding usaha budidaya dengan pakan pelet, hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya dengan pakan alternatif lebih kompetitif dibanding dengan budidaya dengan pakan pelet. Hal ini disebabkan karena biaya tradable yang harus dikeluarkan untuk usaha budidaya dengan pakan pelet lebih besar lebih besar dibanding budidaya dengan pakan alternatif terutama untuk biaya pakan berupa pelet itu sendiri. 5.2.2.2.Analisis Keunggulan Komparatif Analisis keunggulan komparatif digunakan untuk mengukur kelayakan secara ekonomi yakni menilai aktivitas ekonomi masyarakat secara menyeluruh tanpa melihat siapa yang terlibat dalam aktivitas ekonomi tersebut. Indikator yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif adalah Domestic Resources Ratio DRC. DRC adalah rasio antara biaya domestik terhadap nilai tambah pada harga sosialnya atau pada tingkat harga tanpa adanya intervensi Nilai DRC yang kurang dari satu DRC1 menunjukkan bahwa sistem usahatani efisien secara ekonomi dan mempunyai keunggulan komparatif serta mampu beroperasi tanpa intervensi dari pemerintah. Dari Tabel 26 diketahui bahwa nilai DRC usaha budidaya ikan patin dengan pakan pelet di Kabupaten Indragiri Hulu sebesar 1,07 sedangkan usaha budidaya dengan pakan alternatif sebesar 0,47. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada usaha budidaya pakan pelet dan pakan alternatif untuk menghasilkan satu satuan nilai tambah output dibutuhkan 1,07 dan 0,47 satuan biaya input domestik. Hal ini juga mengandung arti bahwa setiap US1 yang dibutuhkan untuk impor patin, jika diproduksi di Kabupaten Indragiri Hulu membutuhkan biaya US1,07 jika budidaya dilakukan dengan menggunakan sebagian besar pakan berupa pelet. Artinya, pada kondisi ini ikan patin lebih baik diimpor dibandingkan diproduksi di dalam negeri dalam rangka penghematan sumberdaya domestik. Dengan kata lain usaha budidaya dengan menggunakan sebagian pakan pelet tidak mempunyai keunggulan komparatif. Sedangkan jika usaha budidaya dilakukan dengan menggunakan sebagaian besar pakan alternatif hanya membutuhkan biaya US0,47. sehingga lebih baik diproduksi sendiri di dalam negeri dan bisa dilakukan penghematan devisa. Untuk melindungi produsen patin dalam negeri sebenarnya pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan diantaranya menghapuskan pajak impor bahan baku pakan. Sejak awal tahun 2012 pemerintah telah melarang impor patin dari Vietnam untuk melindungi produsen serta mendorong produksi dalam negeri. Hasil analisis pada Tabel 26 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara nilai PCR dan nilai DRC usaha budidaya dengan sebagian besar pakan pelet. Dimana nilai PCR sebesar 0,47 sedangkan nilai DRC sebesar 1,07, hal ini terjadi karena harga ikan patin di pasar internasional jauh di bawah harga di lokasi penelitian. Pada tahun 2011 harga rata-rata ikan patin di pasar dunia hanya sekitar US 1.00 atau hanya sekitar Rp 9.000 sedangkan harga ikan patin di lokasi penelitian rata-rata sebesar Rp 16.000. Disamping itu struktur biaya produksi tidak efesien khususnya input pakan, dimana sebagian besar pakan yang digunakan adalah pakan komersial pelet yang harganya cukup tinggi. Harga pakan ikan di lokasi penelitian berkisar antara Rp 7.500 sampai dengan Rp 10.000 per kilogram, sedangkan harga pakan ikan di negara penghasil utama ikan patin Vietnam hanya sekitar Rp 3.000 sampai dengan Rp 5.000 per kilogram.

5.2.3. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Usaha Budidaya Ikan Patin