Studi Aspek Kebijakan Tinjauan Empiris

metode PAM menunjukkan bahwa pengusahaan ikan hias Betta menguntungkan secara finansial dan ekonomi. Hasil analisis secara kompetitif maupun komparatif menunjukkan bahwa usaha ikan hias mempunyai daya saing yang tinggi sebagai komoditas ekspor karena nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu. Dampak kebijakan pemerintah terhadap output menyebabkan penurunan penerimaan karena harga output yang diterima lebih rendah dari harga yang sesungguhnya. Harga input yang dibayar juga lebih besar dari harga ekonominya. Dengan adanya kebijakan pemerintah maka keuntungan yang diterima lebih rendah dari harga yang seharusnya. Esmaeili 2008 melakukan analisis daya saing budidaya udang di Iran. Hasil analisis menunjukkan bahwa budidaya udang memperoleh keuntungan privat yang positif sedangkan keuntungan sosial negatif. Hal ini disebabkan karena harga sosial input seperti BBM, listrik dan pupuk lebih tinggi dari harga pasar, sedangkan harga pakan lebih rendah dari harga pasar. Hal ini juga menunjukkan bahwa meskipun pemerintah pemerintah memberi subsidi pada input produksi udang, produsen udang juga sebagai pembayar pajak untuk biaya input total.

2.2.3. Studi Aspek Kebijakan

Studi tentang aspek kebijakan menyangkut tentang dampak kebijakan pemerintah terhadap suatu komoditi dengan menggunakan matriks análisis kebijakan PAM. Emilya 2001 melakukan kajian tentang pengusahaan komoditas tanaman pangan di Provinsi Riau. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengusahaan padi, kedelai dan jagung memiliki keuntungan secara privat dan sosial serta memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Nilai EPC untuk ketiga komoditas lebih besar dari satu artinya kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap output dan input telah efektif melindungi produsen. Novianti 2003 melakukan penelitian analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas unggulan sayuran. Hasil penelitian dengan menggunakan metode PAM, dimana kebijakan pemerintah dibidang perdagangan komoditas sayuran khususnya kentang dan kubis menyebabkan harga kedua komoditas tersebut lebih murah dibanding dengan harga sosial yang seharusnya diterima petani. Hal ini berkaitan dengan tiga faktor klasik yaitu 1 lembaga pemasaran output belum berfungsi efektif dan tidak transparan sehingga rantai pemasaran panjang dan biaya pemasaran tinggi, 2 posisi tawar petani lemah sehingga petani hanya penerima harga yang pasif serta hanya menerima keputusan harga dari pedagang, dan 3 mental usahatani masih bermental subsidi sehingga menjadi kendala untuk mandiri, maju dan bersaing dengan pasar global. Yao 1997 melakukan penelitian tentang dampak kebijakan pemerintah terhadap produksi padi Thailand yang mempunyai kompetisi dengan kedelai dan kacang hijau yang dilakukan di dua lokasi yang berbeda. Hasil penelitian menginformasikan bahwa kebijakan pemerintah Thailand adalah melindungi produsen padi melalui pemberian subsidi pada input tradable demikian pula dengan komoditi kedelai dan kacang hijau. Bahkan untuk produksi kedelai, pemerintah Thailand memberikan subsidi sebesar 21.6 persen. Mohanty, Fang dan Caudhari 2003 tentang Daya Saing Kapas di India. Hasil penelitian tersebut adalah produksi kapas India tidak efesien tanpa intervensi pemerintah dan kemungkinan terjadi pergeseran tanaman kapas digantikan oleh tanaman tebu dan kacang tanah yang lebih menguntungkan, sehingga dianjurkan agar kebijakan India lebih menjaga ketersediaan kapas murah untuk sector hadloom dan tekstil. Penelitian yang dilakukan oleh Ali dan Khan 2012 menggunakan NPC, EPC, PSE dan SRP untuk mengukur intervensi pemerintah di Pakistan pada sektor tebu di wilayah pertanian tebu tiga besar yaitu Pakistan Punjab, Sindh dan Khyber Pakhtunkhwa dan Pakistan secara keseluruhan. Hasil analisis mengungkapkan bahwa di bawah rezim substitusi impor, terjadi transfer output maupun input dari produsen tebu kepada masyarakat dan wajib pajak ekspor. Di bawah rezim promosi ekspor, transfer ini berasal dari masyarakat dan pembayar pajak kepada produsen tebu. Ini menyiratkan bahwa kebijakan pertanian dan ekonomi makro tidak konsisten dengan keuntungan komparatif dari produksi tebu baik pada rezim substitusi impor maupun promosi ekspor.

2.3. Kerangka Pemikiran Operasional