Keadaan Usaha Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu

4.3.3. Pengalaman Peternak Responden

Tingkat pengalaman responden menunjukkan lamanya peternak melaksanakan usahanya. Pengalaman dapat mempengaruhi hasil produksi ternak. Tabel 11. Pengalaman Peternak Responden di Kabupaten Indragiri Hulu Pengalaman Tahun Jumlah Responden Persentase ≤ 5 0,00 6 – 10 4 20,00 11 - 15 6 30,00 15 10 50,00 Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar peternak sapi di Kabupaten Indragiri Hulu telah berpengalaman dalam memelihara sapi. Mayoritas pengalaman beternak sapi potong peternak responden telah lebih dari 15 tahun yaitu sebesar 50 persen. Disusul oleh 30 persen responden yang mempunyai pengalaman antara 11-15 tahun. Berdasarkan wawancara di tempat penelitian, sebagian besar peternak mengungkapkan bahwa mereka telah mewarisi usaha ternak sapi potong secara turun temurun dari keluarga.

4.4. Keadaan Usaha Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu

Usaha budidaya ikan patin akuakultur merupakan usaha yang baru digeluti oleh masyarakat di Kabupaten Indragiri Hulu. Produksi ikan patin selama ini berasal dari kegiatan penangkapan di sungai. Beberapa tahun terakhir produksi ikan patin hasil dari penangkapan di sungai terus mengalami penurunan, hal ini terjadi karena kegiatan penangkapan ikan telah melewati ambang batas yang diperbolehkan untuk ditangkap. Disamping itu juga terkait dengan semakin meningkatnya pencemaran di sepanjang aliran sungai akibat penambangan liar. Untuk memenuhi kebutuhan ikan patin di daerah ini maka masyarakat perlahan- lahan mulai melirik usaha budidaya ikan patin di kolam maupun di keramba di danau maupun di anak sungai. Usaha budidaya yang dibahas dalam penelitian ini adalah usaha budidaya ikan patin di kolam. Luas kolam per unit milik pembudidaya cukup bervariasi antara 100-10.000 m 2 . Kegiatan budidaya komersial masih pada level medium. Untuk meningkatkan produksi budidaya ikan patin pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu telah melakukan berbagai kebijakan diantaranya perluasan areal kolam dengan dengan cara membangun kolam baru dan menambah saluran irigasi untuk meningkatkan ketersediaan air. Luas rataan kolam responden pembudidaya ikan patin dapat dilihat pada Tabel 12 Tabel 12. Luas Kolam Responden Pembudidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu Luas Kolam m 2 Jumlah Responden Persentase 250 – 500 13 65,00 500 – 1.000 4 20,00 1.000 3 15,00 Jumlah 20 100,00 Luas kolam responden pembudidaya ikan patin berkisar antara 250-1.400 m 2 . Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar luas kolam budidaya ikan patin di Kabupaten Indragiri Hulu berkisar antara 250-500 m 2 65 persen. Selanjutnya diikuti oleh 20 persen luas kolam berkisar antara 500-1.000 m 2 . Usaha budidaya dilakukan dalam jangka waktu antara 6-10 bulan. Semakin lama waktu pembesaran maka biaya produksi semakin meningkat, terutama biaya input pakan. Sebagian besar pembudidaya menggunakan modal sendiri sehingga hal ini sangat menyulitkan bagi petani pembudidaya. Biaya produksi selama satu kali periode budidaya sebesar 70 persen terkonsentrasi pada biaya pakan. Pakan ikan patin berupa pelet harganya berkisar antara Rp.7.500 sampai Rp.9.000 per kg di lokasi penelitian. Untuk mengatasi tingginya biaya pakan, sebagian pembudidaya menyiasati dengan membuat pakan sendiri dengan menggunakan bahan baku diperoleh dari lingkungan mereka. Diantara pakan alternatif yang lazim digunakan oleh pembudidaya adalah limbah pasar berupa usus ayam, selain itu ada yang membuat pakan dengan campuran keong dan daun pepaya. Pakan pabrik pelet digunakan selama 3 bulan pertama periode pembesaran, selanjutnya sampai ikan patin bisa dipanen digunakan pakan alternatif. Dengan menggunakan pakan alternatif, biaya pakan bisa dihemat sampai 70 persen. Berdasarkan kondisi di atas maka perhitungan usaha tani usaha budidaya patin pada penelitian dibagi menjadi 2 yaitu usaha yang menggunakan sebagian besar pakan pabrik pelet dan usaha yang menggunakan sebagian besar pakan alternatif. Usaha budidaya yang menggunakan sebagian besar pakan alternatif dilakukan sedikit lebih lama dibanding usaha yang menggunakan sebagian besar pakan pelet. Dimana usaha budidaya yang menggunakan pakan pelet dilakukan rata-rata selama 8 bulan sedangkan budidaya yang menggunakan pakan alternatif dilakukan selama 9 bulan. Disamping pemberian pakan yang tepat, produksi ikan patin juga dipengaruhi oleh penggunaan bibit. Bibit ikan patin yang digunakan oleh pembudidaya di lokasi penelitian pada umumnya berasal dari Jawa Barat. Penggunaan bibit ikan patin dari Jawa Barat disebabkan karena usaha pembibitan ikan patin di Kabupaten Indragiri Hulu belum maksimal. Benih patin yang biasa digunakan dengan panjang sekitar 10 cm atau dengan padat tebar rata- rata 7 ekor per m 2 .

4.5. Karakteristik Responden Pembudidaya Ikan Patin