Metode Penentuan Sampel Kebijakan Output Kebijakan Input

identitas mereka serta teknis pemeliharaan seperti curahan tenaga kerja, lama pemeliharaan dan harga jual komoditi. Data sekunder bersumber dari berbagai instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik BPS Jakarta, BPS Provinsi Riau, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Indragiri Hulu, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Ditjen Peternakan, Departemen Perdagangan dan perindustrian, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta instansi terkait lainnya.

3.3 Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan pemeliharaan sapi potong dan petani kolamkeramba ikan patin di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sebesar 20 sampel peternak sapi potong dan 20 sampel petani kerambakolam ikan patin, pedagang sapi potong dan pedagang pakan ikan serta pedagang ikan patin. Pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan pertimbangan populasi di wilayah penelitian cukup homogen, di samping itu dalam metode Policy Analysis Matrix PAM jumlah sampel tidak harus memenuhi syarat sebaran normal statistika minimal sampel 30 responden.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Policy Analysis Matrix PAM. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah pertama; penentuan input usaha peternakan sapi potong dan usaha budidaya patin. Kedua adalah pengalokasian input ke dalam komponen tradable dan non tradable, kemudian menentukan harga bayangan input dan output. Setelah harga bayangan diperoleh maka dilakukan analisis dengan menggunakan PAM. Asumsi yang digunakan dalam analisis PAM adalah : 1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani yang telah dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah atau distorsi pasar 2. Harga bayangan adalah harga pada kondisi pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada kondisi tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar dunia 3. Output bersifat tradable sedangkan input dapat dipisah berdasarkan faktor asing dan faktor domestik 4. Eksternalitas dianggap sama dengan nol Tahapan penggunaan metode PAM adalah : 1. Identifikasi input dan output dari usaha budidaya patin dan usaha peternakan sapi potong 2. Memisahkan biaya ke dalam biaya tradable dan domestik. 3. Menentukan harga bayangan input dan output usaha peternakan sapi potong dan usaha budidaya patin 4. Menghitung dan menganalisa indikator keunggulan komparatif dan kompetitif pada usaha peternakan sapi potong dan usaha budidaya patin Matriks Analisis Kebijakan yang digunakan adalah model PAM yang dikembangkan oleh Monke and Pearson 1989 sebagai berikut : Uraian Penerimaan Biaya Cost Keuntungan Tradable Input Faktor Domestik Harga Privat A B C D Harga Sosial E F G H Dampak Kebijakan dan Distorsi Pasar I J K L Sumber : Monke and Pearson, 1989

3.4.1 Analisis Indikator Matriks Kebijakan

1. Analisis Keuntungan

a. Analisis Keuntungan Privat Private Profitability Keuntungan privat merupakan indikator keunggulan kompetitif dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada Keuntungan Privat D = A – B + C Dimana : D : Keuntungan Privat Rp A : PenerimaanPendapatan Privat Rp B : Biaya Input Tradable Privat Rp C : Biaya Faktor Domestik Privat Rp Apabila D 0 maka usaha peternakan sapi potong dan budidaya patin memperoleh profit di atas normal yang mempunyai implikasi bahwa komoditi tersebut mampu berekspansi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya komoditi alternatif yang lebih menguntungkan. b. Analisis Keuntungan Sosial Social Profitability Keuntungan sosial merupakan indakator keunggulan komparatif atau efisiensi dari sistem komoditi pada kondisi tidak ada divergensi dan penerapan kebijakan yang efisien. Keuntungan Sosial H = E – F + G Dimana : H : Keuntungan Sosial Rp E : PenerimaanPendapatan Sosial Rp F : Biaya Input Tradable Sosial Rp G : Biaya Faktor Domestik Sosial Rp Apabila H 0 dan nilainya makin besar, berarti usaha peternakan sapi potong dan usaha budidaya patin makin efesien dan mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi.

2. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif

a. Rasio Biaya Privat Private Cost Ratio PCR = C A – B Nilai PCR menjelaskan berapa banyak sistem komoditi dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik dan tetap dalam kondisi kompetitif. Apabila nilai PCR 1 dan makin kecil, berarti usaha peternakan sapi potong dan usaha budidaya patin mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat memiliki keunggulan kompetitif b. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik Domestic Resource Cost Ratio DRCR = G E – F Nilai DRCR merupakan indikator kemampuan sistem komoditi membiayai faktor domestik pada harga sosial. Apabila DRCR 1 maka usaha peternakan sapi potong dan usaha budidaya patin makin efisien dan memiliki daya saing tinggi keunggulan komparatif

3. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah

3.1. Kebijakan Output

3.1.1. Output Transfer OT Transfer Output : OT I = A - E Analisis transfer output dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kebijakan pemerintah mampu memberikan insentif kepada pelaku ekonomi. Apabila nilai OT 0 menunjukkan adanya transfer insentif dari masyarakat konsumen kepada produsen. Sehingga konsumen membeli dengan harga lebih tinggi dari harga yang seharusnya, begitupun sebaliknya jika OT 0 bernilai negatif 3.1.2. Nominal Protection Coefficient on Tradable Output NPCO NPCO = A E NPCO merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar harga domestik privat berbeda dengan harga sosial. Apabila NPCO 1 berarti harga domestik lebih tinggi dari harga dunia dan sistem usaha tani menerima proteksi dari pemerintah. Begitu juga sebaliknya jika NPCO 1 berarti harga output domestik lebih rendah dari harga dunia dan menunjukkan kebijakan pemerintah yang menghambat ekspor komoditas tersebut.

3.2. Kebijakan Input

3.2.1. Input Transfer IT IT J = B – F IT merupakan selisih input yang diperdagangkan pada harga privat dan input yang diperdagangkan pada harga bayangan. Nilai IT menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradable. Apabila IT 0, menunjukkan besarnya transfer insentif dari produsen petani kepada pemerintah melalui penerapan kebijakan tarif impor, demikian pula sebaliknya apabila IT 0. 3.2.2. Nominal Protection Coefficient on Tradable Input NPCI NPCI = B F NPCI merupakan indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input domestik. Apabila NPCI 1 berarti pemerintah menurunkan harga input tradable di pasar domestik di bawah harga efesiennya sehingga proses produksi dilakukan dengan menggunakan input dalam negeri. Demikian pula sebaliknya apabila NPCI 1. 3.2.3. Factor Transfer FT FT K = C – G FT merupakan nilai yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosialnya yang diterima produsen yang diterima produsen untuk pembayaran faktor-faktor produksi yang tidak diperdagangkan. Apabila FT 0 berarti menunjukkan bahwa terjadi subsidi negatif pada input nontradable , sedangkan jika FT 0 berarti terdapat subsidi positif pada input nontradable

3.3. Kebijakan Input Output