Perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu masih didominasi oleh sektor pertanian. Pada tahun 2006 kontribusi sektor pertanian sebesar 47,26 persen,
walaupun trendnya cenderung menurun, sektor pertanian pada tahun 2010 peranannya masih cukup besar yaitu sebesar 45,62 persen. Usaha pertanian yang
dilakukan oleh masyarakat didominasi oleh tanaman bahan makanan yaitu padi sawah maupun padi ladang, jagung dan ubi kayu. Sektor perkebunan sebagian
besar adalah komoditas karet, kelapa sawit, kelapa dalam, kopi dan pinang. Sedangkan pada sektor peternakan pengembangan yang lebih dominan adalah
pada ternak sapi. Sapi potong merupakan salah satu komoditi yang dikembangkan dalam rangka pemberdayaan usaha ekonomi rakyat yang berbasis komoditi
unggulan. Usaha peternakan sapi potong didominasi oleh usaha
pengembangbiakan atau pembibitan yang dilakukan oleh peternak skala rumah tangga, disamping itu juga ada usaha penggemukan.
Pada sektor perikanan, Kabupaten Indragiri Hulu selama ini terkenal sebagai penghasil ikan patin sungai, sehingga pemerintah terus berupaya
mengembangkan potensi tersebut sebagai komoditas unggulan daerah. Seiring dengan berjalannya waktu, usaha penangkapan ikan di sungai khususnya untuk
komoditas patin, produksinya selalu mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pencemaran yang terjadi di sungai Indragiri akibat penambangan
liar. Oleh sebab itu pemerintah mendorong masyarakat untuk mengembangkan ikan patin melalui budidaya di kolam tanah maupun di danau dengan sistem
keramba.
4.2. Keadaan Usaha Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Indragiri Hulu
Usaha peternakan sapi potong yang dilakukan oleh masyarakat Indragiri Hulu baik penggemukan maupun pembibitan sebagian besar adalah usaha yang
telah mereka lakukan secara turun temurun. Jenis sapi yang diternakkan beraneka ragam mulai dari sapi lokal seperti sapi Bali maupun jenis sapi peranakan seperti
Simmental, Limousin dan Brahman. Sistem pemeliharaannya juga bervariasi, ada dengan sistem ranch murni sapi dibiarkan lepas di padang penggembalaan atau
di kebun untuk sapi lokal dan untuk sapi jenis peranakan dengan sistem intensif. Usaha peternakan yang dilakukan masih merupakan usaha sampingan, hal
ini terlihat dari curahan waktu tenaga kerja untuk peternakan sapi potong yaitu
rata-rata hanya 3 jam perhari. Sedangkan usaha utama mayoritas masyarakat di daerah ini adalah perkebunan dengan komoditas utama karet atau kelapa sawit.
Kondisi ini dapat dijadikan peluang untuk pengembangan usaha peternakan sapi potong, terutama untuk kebutuhan pakan hijauan bisa diambil dari kebun tersebut.
Di samping itu limbah kelapa sawit baik berupa daun, pelepah dan bungkil bisa dimanfaatkan sebagai pakan tambahan.
Usaha peternakan sapi potong yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Indragiri Hulu merupakan usaha skala rumah tangga dengan jumlah
kepemilikan rata-rata 6 ekor. Karakteristik peternak sapi berdasarkan jumlah kepemilikan sapi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi oleh Peternak Responden di Kabupaten Indragiri Hulu
Jumlah Kepemilikan Sapi Responden
Jumlah Persentase
1 – 4 4
20.00 5 – 8
14 70.00
8 2
10.00 Jumlah
20 100.00
Dari Tabel 8 bisa dilihat bahwa sebagian besar kepemilikan sapi potong berkisar antara 5-8 ekor 70 persen diikuti oleh kepemilikan antara 1-4 ekor 20 persen,
sedangkan untuk kepemilikan besar dari 8 ekor hanya 10 persen. Kepemilikan ternak sapi yang masih dalam skala kecil ini pada masing-masing peternak
juga disebabkan karena ternak sapi sebagian besar hanya dijadikan sebagai tabungan keluarga.
Sistem pemeliharaan pada usaha peternakan sapi potong di wilayah penelitian dilakukan dengan cara intensif, dimana sapi dikandangkan secara
terus-menerus. Pemberian pakan diberikan oleh peternak langsung di dalam kandang. Semua aktivitas sapi dilakukan di dalam kandang, mulai dari pemberian
pakan, minum, istirahat, pembersihan kandang dan pengendalian penyakit. Periode pemeliharaan sapi bervariasi diantara peternak. Usaha penggemukan
lama pemeliharaannya rata-rata selama 6 bulan sedangkan untuk usaha pembibitan periode pemeliharaannya berkisar antara 1,5-2 tahun. Perbedaan
periode pemeliharaan disebabkan tujuan utama peternak memelihara sapi
potong yaitu sebagai sumber pendapatan utama atau hanya sebagai tabungan. Peternak yang orientasi pemeliharaannya sebagai tabungan melakukan
pemeliharaan relatif lebih lama. Keberhasilan usaha peternakan sapi potong tergantung dari beberapa
faktor yaitu bibit, pakan, dan pengelolaan. Usaha ternak sapi potong di daerah penelitian sebagian menggunakan sapi untuk bibit dari daerah lain seperti
Lampung dan sebagian lainnya telah menggunakan sapi hasil pembibitan di daerah itu sendiri. Sedangkan pada usaha penggemukan, bakalan yang digunakan
sebagian besar dari hasil pembibitan yang dilakukan oleh masyarakat setempat kecuali pada perayaan hari-hari besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Pada
umumnya sapi bakalan yang digemukkan berasal hasil perkawinan alam dan sistem Inseminasi Buatan IB. Jenis ternak sapi yang dipelihara adalah sapi
peranakan Simental dan Limousin. Peternak cenderung menggunakan sapi hasil persilangan dibanding sapi lokal karena sapi hasil persilanngan menunjukkan
produksi yang lebih baik, terlihat dari pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibanding sapi lokal
Disamping faktor bibit, keberhasilan usaha penggemukan juga ditentukan oleh pakan. Secara garis besar pakan ternak sapi terbagi atas pakan utama yaitu
hijauan dan pakan penguat konsentrat dan pakan tambahan Feed suplement. Pakan yang diberikan pada ternak sapi di daerah penelitian umumnya berupa
pakan hijauan. Hijauan yang diberikan pada ternak sapi umumnya berasal dari rumput yang diperoleh dari lahan kebun yang dimiliki oleh masyarakat dan lahan
marginal lainnya. Disamping pakan hijauan peternak juga memberikan bahan konsentrat seperti ampas tahu yang cukup mudah diperoleh di lokasi penelitian
dengan harga Rp.700 per kg. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB. Pemberian
konsentrat dilakukan sebelum pemberian hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar 2009 yaitu pemberian konsentrat yang dilakukan 2 jam sebelum
pemberian hijauan akan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik karena konsentrat yang relatif banyak mengandung pati sebagian besar
sudah dicerna oleh mikroorganisme rumen pada saat hijauan mulai masuk ke dalam rumen.
Penggemukan adalah suatu usaha pemeliharaan sapi yang bertujuan untuk mendapatkan produksi daging dengan peningkatan bobot badan yang tinggi
melalui pemberian makanan yang berkualitas dan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Dari hasil wawancara dengan responden penelitian, rata-rata berat
badan awal bakalan yang akan digemukkan adalah 250 kg. Setelah dipelihara rata- rata selama 6 bulan, sapi dijual dengan bobot rata-rata 400 kg, jadi rata-rata
pertambahan bobot sapi yang digemukkan hanya 0,833 kg per hari. Standarnya pertambahan bobot badan sapi jenis Simental bisa mencapai 1,80 kg per hari.
Tenaga kerja yang digunakan adalah mayoritas tenaga kerja dari keluarga. Input tenaga kerja keluarga yang dimaksud adalah curahan tenaga kerja yang
berasal dari anggota keluarga sendiri dalam usaha penggemukan dan pembibitan sapi potong. Curahan kerja yang dilakukan dalam pengelolaan
usaha peternakan sapi potong adalah mencari hijauan, memberi pakan dan membersihkan kandang. Penggunaan tenaga kerja secara rata-rata adalah 3-4 jam
per hari dan sebagian besar terkonsentrasi pada kegiatan mencari hijuan. Pengobatan yang dilakukan peternak pada ternak sapi yang dipelihara
meliputi pemberian vitamin, obat cacing, antibiotik, dan pemberian obat lainnya. obat-obatan berupa vitamin biasanya diberikan pada awal masa pemeliharaan,
dan selanjutnya enam bulan berikutnya, namun belum semua peternak memberikan secara teratur. Pemberian obat cacing rutin dilakukan setiap 6
bulan sekali. Pemberian obat antibiotik lainnya hanya dilakukan pada saat dibutuhkan, dengan bantuan petugas dari UPTD Unit Pelaksana Teknis
Daerah dinas peternakan maupun dari dokter hewan yang ada di daerah penelitian.
4.3. Karakteristik Responden