Pengembangan Kebijakan Amdal Dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan Pada Kegiatan Usaha Migas

(1)

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN AMDAL

DALAM MENCEGAH KERUSAKAN LINGKUNGAN

PADA KEGIATAN USAHA MIGAS

YUSNI YETTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Pengembangan Kebijakan AMDAL dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan pada Kegiatan Usaha Migas adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, April 2008

Yusni Yetti P062040304


(3)

ABSTRACT

Yusni Yetti. 2008. Policy Development of EIA in Protecting Environmental Damage on Oil and Gas Activities. Under Advisory Committee of Syamsul Ma’arif as Chairman. Surjono Hadi Sutjahjo and Imam Santosa as Members.

Environment Impact Assessment (EIA) is a study for high and important impact any development process. The objectives of the research were to formulate the EIA policy to protect the negative impact on the environment in the oil and gas activities. The methods of the research were: 1) principle component analysis, 2) analytical hierarchy process, 3) focus group discussion and 4) total economic valuation. The results of the research was found that the important components to develop EIA policy of oil and gas were arranging efficiency, completing of document, document substantial, community involvement mechanism, compiler team of EIA, developing of EIA method, environment economic value, emergency, waste management technology, simplification of arrangement, increasing of human resources, law enforcement and contribution of oil and gas activities. Formulation to policy development on effective and efficient of EIA to environment damage protection on oil and gas activities consist of, 1) strategy to quality improvement of EIA document with developing EIA method including ecology, economic and social aspects. Method of main issue on Term of Reference of Environmental Impact Analysis, method of estimation and impact evaluation on Environmental Impact Analysis document, alternative technology on Environmental Management Planning and institution on Environmental Monitoring Planning. Complier quality improving EIA consist of independent, competence, and composition aspects, and then necessary integration of emergency on technical guide of arrangement of EIA, 2) strategy to law enforcement and institution consist of quality improving of human resources, center EIA commission specially (environmental ministry ), and technical team (energy and resources ministry), implementation of administration and punishment sanction (c.g Law No. 23/1997 about is Environmental Management), community involvement mechanism improving, and supervise institution of environmental management planning and environmental monitoring planning implementation 3) strategy to arrangement procedure completing of EIA oil and gas consist of time of arrangement to document agreement, time of community publication and agreement to EIA study arrangement by independent institution. Key words: Policy, EIA, Oil and Gas


(4)

RINGKASAN

Yusni Yetti. 2008. Pengembangan Kebijakan AMDAL dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan pada Kegiatan Usaha Migas. Di bawah bimbingan Syamsul Ma’arif, Surjono Hadi Sutjahjo dan Imam Santosa.

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting dari suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan tersebut. AMDAL merupakan bagian kegiatan studi kelayakan perencanaan usaha atau kegiatan serta merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha. AMDAL di Indonesia telah diterapkan lebih dari 20 tahun, namun demikian berbagai hambatan dan masalah dalam penerapannya masih terjadi. Kualitas komisi penilai AMDAL yang sangat beragam kemampuannya sangat berpengaruh terhadap proses penilaian dokumen AMDAL selama ini, tidak adanya kriteria dan indikator penilaian yang standar, menjadikan proses penilaian AMDAL menjadi sangat subyektif.

Tujuan penelitian adalah merumuskan kebijakan AMDAL yang efektif dan efisien dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan tahapan penelitian sebagai berikut: review kebijakan AMDAL saat ini, analisis kualitas dokumen AMDAL migas, analisis kinerja lingkungan implementasi AMDAL kegiatan migas, analisis kebutuhan stakeholders terhadap kebijakan AMDAL migas dimasa mendatang dan merumuskan strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas.

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai September 2007. Penelitian dilakukan pada tujuh lokasi kegiatan usaha migas, yakni: 1) Pertamina Plaju Palembang Sumatera Selatan, 2) PT. CPI Duri Riau, 3) Suryaraya Teladan Muara Enim Sumatera Selatan, 4) Lapindo Berantas Sidoarjo Jawa Timur, 5) Expan Toili Morowali Sulawesi Tengah, 6) BP Tangguh Sorong Papua dan 7) Hess Pangkah Gresik Jawa Timur. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian terdiri atas: 1) principle component analysis, 2) analytical hierarchy process, 3) focus group discussion dan4) total economic valuation.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan AMDAL saat ini memiliki beberapa kelemahan dalam hal pedoman dan petunjuk teknis penyusunan AMDAL, PP No.27 tahun 1999, Permen LH No.11 tahun 2006, Permen LH No.08 tahun 2006, Kepmen ESDM No.1457 tahun 2000, Kepdal No.229 tahun 1996 dan Kepdal No.08 tahun 2000, antara lain: penentuan dampak penting, efisiensi dalam penyusunan, kedudukan komisi AMDAL, metode pelingkupan dan metode studi yang digunakan, aspek sosial ekonomi, mekanisme keterlibatan masyarakat, serta belum diaplikasikannya analisis valuasi ekonomi lingkungan dan pengkajian keadaan darurat. Hasil analisis kualitas dokumen diperoleh enam dokumen dikategorikan kurang baik yakni dokumen AMDAL PT.CPI Duri, Pertamina Plaju, Suryaraya Teladan, Lapindo Brantas, BP Tangguh dan Hess Pangkah, serta satu dokumen dikategorikan cukup baik yakni dokumen AMDAL Expan Toili, sedangkan hasil analisis kinerja lingkungan implementasi AMDAL pada enam lokasi kegiatan usaha migas diperoleh kualitas limbah cair, kualitas udara dan kebisingan di bawah baku mutu, untuk aspek sosial ekonomi menunjukkan peningkatan yang signifikan khususnya kontribusi PDRB,


(5)

sementara pendidikan dan kesehatan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.

Kebutuhan stakeholders AMDAL migas di masa mendatang antara lain: RKL/RPL secara dinamis dapat diperbaharuiseiring dengan perubahan teknologi yang digunakan, simplifikasi pembahasan dan persetujuan dokumen AMDAL migas, peningkatan SDM komisi AMDAL pusat, mekanisme keterlibatan masyarakat lokal yang jelas, AMDAL sebagai dokumen yang berkekuatan hukum, pengembangan metodologi AMDAL migas, perlu akreditasi lembaga penyusun AMDAL migas, pengkajian nilai ekonomi lingkungan, serta perlunya mengintegrasikan kajian keadaan darurat dengan dokumen AMDAL.

Pengembangan kebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas dirumuskan kebijakan AMDAL yang efektif dan efisien meliputi: a) Peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas dengan memperbaiki metode-metode di dalam penyusunan AMDAL untuk aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Metode penentuan isu pokok untuk kerangka acuan, metode prakiraan dan evaluasi dampak untuk dokumen ANDAL, teknologi alternatif untuk RKL dan institusi/kelembagaan untuk RPL. Selain itu juga diperlukan peningkatan kualitas penyusun AMDAL migas yang mencakup independensi, kompotensi dan komposisi serta perlunya pengintegrasian kajian keadaan darurat/emergency di dalam AMDAL dan dicantumkan dalam pedoman teknis penyusunan AMDAL migas. b) Penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas meliputi penguatan sumberdaya manusia, khususnya komisi AMDAL pusat (KLH) dan tim teknis AMDAL migas, penerapan sanksi administrasi dan pidana sesuai UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perbaikan mekanisme keterlibatan masyarakat dan kelembagaan pengawas pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada kegiatan usaha migas. c) Penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL meliputi waktu penyusunan persetujuan dokumen, waktu pengumuman masyarakat serta penunjukan pelaksana studi AMDAL oleh lembaga independen.


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN AMDAL

DALAM MENCEGAH KERUSAKAN LINGKUNGAN

PADA KEGIATAN USAHA MIGAS

Oleh:

Yusni Yetti

P062040304

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Penguji Ujian Tertutup : Dr. Ir. Etty Riani, MS. (Sekretaris PS. PSL SPs IPB) Penguji Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. H. Kahar Mustari, MS.

(Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UNHAS) : Dr. Ir. Irwandi Idris, M.Si.


(9)

Judul Disertasi : Pengembangan Kebijakan AMDAL dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan pada Kegiatan Usaha Migas

Nama : Yusni Yetti NIM : P062040304

Program Studi : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif, M.Eng.

Ketua

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Dr. Ir. Imam Santosa, MS.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan SPs

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(10)

KATA PENGANTAR

Disertasi ini merupakan penelitian kebijakan (policy research) dengan metode deskriptif dan teknik analisis decission making. Obyek penelitian adalah kebijakan AMDAL pada kegiatan usaha migas. Melalui bidang kebijakan publik diterangkan dan dievaluasi peran AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas.

Untuk menentukan alternatif kebijakan yang efektif dan efisien dilakukan melalui aplikasi analytical hierarchy process. Deskripsi ringkas dari konteks bidang dan fokus obyek dan tujuan penelitian tercermin dalam judul disertasi “Pengembangan Kebijakan AMDAL dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan pada Kegiatan Usaha Migas”. Karya ilmiah yang dipublikasikan adalah: Analisis kebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas (Jurnal Ilmiah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, 2008); Pengembangan kebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas (Jurnal LEMIGAS, 2008); Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan dalam pengembangan kebijakan AMDAL migas (Jurnal Ilmiah PPLH UGM, 2008).

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada ketua komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif, M.Eng, dan anggota komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS, dan Dr. Ir. Imam Santosa, MS yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam melaksanakan penelitian dan penulisan disertasi ini. Begitu pula kepada Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor yang banyak memberikan arahan dan bantuan selama penulis menempuh studi hingga akhir penulisan disertasi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Suryo Suwito. P, Pertamina Direktorat Eksplorasi dan Produksi, pimpinan Ditjen Migas dan staf Lindungan Lingkungan Ditjen Migas, pimpinan dan staf PT.CPI, pimpinan dan staf Amerada Hess, pimpinan dan staf INRR yang telah banyak memberikan bantuan dan data untuk keperluan penelitian. Terima kasih pula kepada ananda Amanda tersayang yang selalu memberikan dorongan dan semangat serta segenap keluarga atas doa dan motivasi selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut membatu, semoga amal ibadahnya mendapat ridho ALLAH SWT. Amin.

Akhirnya penulis berharap bahwa dengan penelitian ini diperoleh outcomes berupa kebijakan AMDAL yang lebih efektif dan efisien pada kegiatan usaha migas di masa datang.

Bogor, April 2008


(11)

RIWAYAT HIDUP

Yusni Yetti. Penulis lahir di Padang Sumatera Barat, menyelesaikan pendidikan SD, SMP dan SMA di Sumatera Barat, yang kemudian dilanjutkan di jurusan biologi fakultas MIPA Universitas Andalas Padang Sumatera Barat dan memperoleh gelar sarjana (S1) pada tahun 1983. Penulis menyelesaikan pendidikan magister (S2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan tahun 2000. Pada tahun 2005 mengikuti pendidikan Doktor (S3) Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga mengikuti pendidikan informal antara lain: Oil Spill Preventing and Combating Technology Course IMO-Marpol Asia Pacific (1990), Environmental Impact Assesment UI (1991), Technology Management Oil Field Corrosion Control PT.CPI (1991), Oil Drift Modelling ASCOPE (1993), Environmental Audit ITB (1994), Exploration and Production Health, Safety and Environment Training, Texaco dan Chevron, USA (1994-1995), Fire Fighting Program, Texas A&M University System, USA (1995), Oil Spill Control Course, Centre for Marine Training and Safety Galveston Island, Texaco, USA (1995), Intensive English Program for 314 hours, Caltex Pacific Indonesia (1995), Environmental Segment of Safety Health and Environmental Training Train The Trainers, Caltex Pacific Indonesia (1997), The Safety and Industrial Hygiene Segment of Safety Health, Caltex Pacific Indonesia (1997), ISO 14000 Training Course Environmental International and Industry Lestari Environmental (1997), Indonesia Society of Technolgy Course, UNPAD (1999), Training Course on Challenge to Environmental Pollution Control in Refineries, Japan Cooperation Centre Petroleum, Jepang (2001), Condensate/Oil Spill Response Training Course Level I, Global Alliance EARL (2003), Studi banding pemotongan kepala sumur, Norwegia (2005), Studi banding bioremediasi pengelolaan limbah minyak dan tanah terkontaminasi oleh Minyak Bumi, Perancis (2007). Selain itu penulis juga mengikuti beberapa seminar yang berkaitan dengan lingkungan hidup antara lain: National Seminar Coservation Technology, Jakarta (1996), International Seminar on Sustainable Development of Coastal and Marine Resources, Bogor (1996) dan National Seminar Toxicology, Jakarta (1997).

Mendapat penugasan di bidang lingkungan antara lain: Inspeksi pengujian bejana tekan, Perancis (2003), Inspeksi kompresor gas, USA (2004), Inspeksi bejana tekan, USA (2004), Inspeksi pengujian bejana tekan, Korea (2004), Inspeksi pengujian bejana tekan, Jepang (2004), Inspeksi barge, Singapura (2004), Inspeksi barge, New Zealand (2005), Inspeksi barge, Singapura (2005), Pengujian bejana tekan peralatan pemurnian gas, Perancis (2007).

Riwayat pekerjaan penulis yaitu sebagai Dosen di Fakultas MIPA jurusan Biologi Universitas Pakuan Bogor dari tahun 1983 sampai 1995. Mulai bekerja di Migas tahun 1989 sampai sekarang. Saat ini, penulis menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Lindungan Lingkungan Direktorat Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Migas Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Penulis pernah mendapatkan tanda jasa dan penghargaan antara lain Satya Lancana Karya Satya Pengabdian 10 tahun.

Bogor, April 2008 Yusni Yetti


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pemikiran... 6

1.3 Perumusan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Kebaruan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 12

2.2 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ... 17

2.2.1 Definisi AMDAL ... 17

2.2.2 Landasan Hukum Pelaksanaan AMDAL ... 20

2.2.3 Prosedur Pelaksanaan AMDAL ... 21

2.3 Kegiatan Minyak dan Gas Bumi ... 30

2.4 Konsep Valuasi Ekonomi... 31

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu... 36

III. KEGIATAN MIGAS DI INDONESIA ... 41

3.1 Sejarah Kegiatan Migas di Indonesia ... 41

3.2 Potensi Minyak dan Gas Bumi Indonesia ... 43

3.3 Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia... 44

3.4 Kontribusi Migas terhadap Devisa Negara ... 46

3.5 Permasalahan dalam Kegiatan Migas ... 49

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 53

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 53

4.2 Tahapan Penelitian ... 54

4.3 Jenis dan Sumber Data ... 55

4.4 Rancangan Penelitian ... 56

4.4.1 Metode Pengumpulan Data ... 56

4.4.2 Metode Analisis Data ... 57

4.4.2.1 Analisis Komponen Utama ... 57

4.4.2.2 Analytical Hierarchy Process... 58

4.4.2.3 Focus Group Discussion... 58


(13)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 63

5.1 Kebijakan AMDAL... 63

5.1.1 Peraturan Pemerintah tentang AMDAL... 63

5.1.2 Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup ... 72

5.1.3 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan... 75

5.2 Kualitas Dokumen AMDAL Migas ... 79

5.3 Kinerja Lingkungan Kegiatan Usaha Migas ... 106

5.3.1 Tumpahan Minyak ... 107

5.3.2 Kualitas Limbah Cair ... 110

5.3.3 Kualitas Udara dan Kebisingan... 115

5.3.4 Aspek Sosial Ekonomi ... 120

5.3.5 Nilai Ekonomi Lingkungan... 128

5.4 Kebutuhan Stakeholders ... 137

5.5 Komponen Utama Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas... 142

5.6 Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas... 148

5.6.1 Peningkatan Kualitas Dokumen AMDAL Migas ... 149

5.6.2 Penyempurnaan Prosedur Penyusunan AMDAL Migas... 153

5.6.3 Penguatan Hukum dan Kelembagaan AMDAL Migas... 156

5.7 Prioritas Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas ... 160

5.8 Rumusan Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas ... 166

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 169

6.1 Kesimpulan ... 169

6.2 Saran... 170

DAFTAR PUSTAKA ... 172


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman 1 Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan AMDAL dan valuasi

ekonomi... 36

2 Cadangan minyak bumi dan kondesat Indonesia tahun 2006 ... 43

3 Cadangan gas bumi Indonesia tahun 2006... 44

4 Kegiatan usaha migas yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan yang diwajibkan menyusun AMDAL Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 tahun 2001 ... 51

5 Skala banding secara berpasangan dalam AHP ... 58

6 Review kebijakan AMDAL dengan substansi penentuan dampak penting... 64

7 Review kebijakan AMDAL dengan substansi kerangka acuan... 65

8 Review kebijakan AMDAL dengan substansi ANDAL... 67

9 Review kebijakan AMDAL dengan substansi RKL... 68

10 Review kebijakan AMDAL dengan substansi RPL ... 69

11 Review kebijakan AMDAL dengan substansi kedudukan komisi penilai AMDAL ... 70

12 Review kebijakan AMDAL dengan substansi pembiayaan ... 71

13 Kelemahan-kelemahan kebijakan AMDAL... 77

14 Analisis kualitas dokumen AMDAL... 103

15 Frekuensi dan jumlah tumpahan minyak (barrel) periode 2003 –2005 .. 107

16 Tumpahan minyak (barrel) periode 2000-2007 ... 108

17 Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Ujung Pangkah, 2007... 129


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1 Kerangka pikir penelitian... 7

2 Aktivitas pembangunan menimbulkan dampak ... 18

3 Perkembangan produksi minyak bumi indonesia ... 45

4 Perkembangan produksi gas bumi indonesia ... 46

5 Tahapan penelitian ... 55

6 Volume tumpuhan minyak pada kegiatan hulu dan hilir migas... 109

7 Kandungan minyak lemak di enam lokasi kegiatan usaha migas ... 111

8 Kandungan H2S di enam lokasi kegiatan usaha migas ... 112

9 Kandungan COD di enam lokasi kegiatan usaha migas ... 113

10 Kandungan Amoniak di enam lokasi kegiatan usaha migas... 114

11 Kandungan SO2 di enam lokasi kegiatan usaha migas ... 116

12 Kandungan H2S di enam lokasi kegiatan usaha migas ... 117

13 Kandungan NOx di enam lokasi kegiatan usaha migas... 118

14 Kebisingan di enam lokasi kegiatan usaha migas ... 119

15 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Bengkalis ... 121

16 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kota Palembang ... 122

17 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Sidoarjo... 123

18 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Muara Enim ... 124

19 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin ... 125

20 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Morowali... 126

21 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Sorong... 127

22 Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Ujung Pangkah, 2007... 132

23 Nilai ekonomi total ekosistem hutan sekunder Mandau, 2007 ... 134

24 Diagram alir penentuan komponen utama ... 143

25 Hasil analisis penentuan komponen utama ... 144

26 Diagram strategi peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas... 150

27 Prosedur penyusunan AMDAL migas saat ini... 154

28 Diagram strategi penyempurnaan prosedur AMDAL migas ... 155

29 Diagram strategi penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL... 156

30 Strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas ... 160


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1 Peta cadangan minyak bumi Indonesia ... 178

2 Peta cadangan gas bumi Indonesia... 179

3 Peta lokasi penelitian KKKS HESS Gresik Jawa Timur ... 180

4 Peta lokasi penelitian PT. CPI Mandau Riau ... 181

5 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Bengkalis ... 182

6 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kota Palembang ... 183

7 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Sidoarjo... 184

8 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Muara Enim ... 185

9 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Musi Banyuasin ... 186

10 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Morowali... 187

11 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Sorong... 188

12 Nilai manfaat langsung ekosistem hutan mangrove Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur ... 189

13 Nilai manfaat tidak langsung ekosistem hutan mangrove Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur ... 189

14 Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur... 189

15 Nilai manfaat langsung ekosistem hutan sekunder Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau... 190

16 Nilai manfaat tidak langsung ekosistem hutan sekunder Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau... 190

17 Nilai ekonomi total ekosistem hutan sekunder, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau... 190

18 Output analisis komponen utama pengembangan kebijakan AMDAL di masa datang dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas ... 191

19 Hasil analytical hierarchy process strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah kerusakan lingkungan ... 195


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang turut aktif dalam menandatangani kesepakatan internasional tahun 1972 di Stockholm Swedia, terkait dengan penerapan konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu integrasi aspek lingkungan ke dalam proses pembangunan. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dirumuskan sebagai suatu upaya mengelola sumberdaya alam dan lingkungan secara arif dan bijaksana untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan generasi yang akan datang dengan tanpa merusak dan menurunkan kualitas lingkungan (WCED, 1987). Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi negara terus meningkat dan fungsi lingkungan tetap lestari serta kondisi sosial masyarakat tetap stabil, harmonis dan sejahtera (Munasinghe, 1993).

Pemanfaatan sumberdaya alam harus diusahakan secara cermat dan bijaksana agar tidak merusak kelestarian fungsi lingkungan hidup. Hal tersebut berarti bahwa dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan, integrasi pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan merupakan syarat mutlak yang harus dianut dalam proses pembangunan disemua sektor. Salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan adalah hasil pertemuan para pemimpin dunia yang sepakat untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang diatur dalam Kyoto Protokol tahun 1997 dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 17 tahun 2004 tentang ratifikasi Kyoto Protokol.

Keputusan Kyoto Protokol yang paling utama adalah kesepakatan negara-negara maju untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dengan mengurangi tingkat emisi sebanyak 5% dari tahun 1990. Keputusan lainnya adalah turut sertanya negara-negara berkembang dalam menjaga dan memelihara hutan melalui pemberian insentif karbon yang dapat dipakai untuk mengelola lingkungan (Murdiyarso, 2003).

Tindakan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca merupakan bukti kesadaran manusia terhadap lingkungan yang kondisinya makin memperhatinkan.


(18)

Pemanasan global yang berdampak sangat besar terhadap lingkungan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia di muka bumi.

Karbon dioksida (CO2) di atmosfer merupakan senyawa gas yang berpotensi menimbulkan pemanasan global. Gas tersebut dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dalam pembangunan, diantaranya adalah produksi dan konsumsi energi serta aktivitas industri. Aktivitas produksi dan konsumsi energi merupakan penyumbang terbesar penghasil gas rumah kaca (GRK) berupa gas CO2 yang sangat berperan dalam peningkatan pemanasan global yakni sekitar 57%. Aktivitas tersebut mencakup pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, gas dan batu bara sebagai sumber energi bagi keperluan rumah tangga, industri dan transportasi (Kristanto, 2002).

Tingginya kontribusi gas CO2 di atmosfer yang bersumber dari penggunaan bahan bakar fosil tidak lain disebabkan oleh kebutuhan dunia terhadap energi yang sangat tinggi yakni diperkirakan mencapai 88% atau sekitar 13.700 metrik ton pada tahun 2030. Kondisi tersebut akan menyebabkan peningkatan emisi CO2 sekitar 43 miliar metrik ton. Disisi lain kontribusi kegiatan usaha migas dalam perubahan iklim adalah bersumber dari pembakaran sisa gas bumi dengan flare stake yang merupakan salah satu teknologi pengelolaan lingkungan namun masih menghasilkan gas CO2. Data Ditjen Migas (2007) menunjukkan bahwa pada tahun 2006 gas bumi yang dibakar di flare stake adalah sebesar 111.831.560 MSCF (306.388 MSCFD). Jumlah tersebut berasal dari kegiatan usaha migas di daratan sebesar 73.336.374 MSCF (200.922 MSCFD) dan di lepas pantai 38.495.185 MSCF (105.466 MSCFD).

Menyadari akan pentingnya kebutuhan energi di satu sisi dan kelangsungan hidup manusia di sisi lain, maka upaya penurunan emisi gas CO2 sebagai upaya pelestarian fungsi lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup harus senantiasa dilakukan dengan prediksi dan antisipasi terhadap berbagai potensi dampak penting yang akan terjadi akibat adanya kegiatan pembangunan tersebut, sejak tahap perencanaan, tahap konstruksi, tahap operasi hingga tahap pasca operasi. Selanjutnya berbagai alternatif solusi untuk mencegah dan menanggulangi dampak, harus dirumuskan sejak awal yakni pada


(19)

tahap perencanaan kegiatan serta dievaluasi secara terus menerus pada tahapan kegiatan selanjutnya.

Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan migas juga sangat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan perairan, berupa kandungan minyak dan H2S terlarut. WHO merekomendasikan kadar sulfat yang diperkenankan pada air minum sekitar 400 mg/liter dan kadar hidrogen sulfida (H2S terlarut) sekitar 0,05 mg/liter (Moore, 1991). Disamping itu, sulfur yang diemisikan dari bahan bakar fosil (minyak bumi) yang berlebihan di atmosfir (kualitas udara) dapat juga membentuk gas hidrogen sulfida (H2S) yang bersifat asam.

Secara ekonomi kegiatan migas memberikan pengaruh yang besar terutama dalam peningkatan pendapatan penduduk karena dapat menyerap peluang tenaga kerja dari masyarakat setempat. Dengan demikian kegiatan minyak dan gas tersebut menjadi salah satu sumber perekonomian bagi masyarakat yang berada di sekitarnya. Namun bila dilihat secara ekologis dan kesehatan lingkungan, keberadaan kilang minyak tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat di sekitar lokasi. Permasalahan lingkungan yang terjadi di lokasi kegiatan migas diantaranya berupa peningkatan kadar debu, kebisingan, bau dan gangguan kenyamanan. Hasil survey PPLH UNRI (2004) menunjukkan bahwa penyakit ISPA yang disebabkan oleh debu merupakan penyakit yang paling banyak terjadi di masyarakat sekitar lokasi kilang minyak yaitu sebesar 42,7%. Kondisi tersebut semakin memprihatinkan, sehingga dibutuhkan kesadaran dan kepedulian akan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya terpadu dalam pemanfaatan sumberdaya alam, sejalan dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Sebagaimana yang diamanahkan dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara pelestarian lingkungan, mencegah dan menanggulangi lingkungan. Demikian pula dinyatakan dalam UU No. 21 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, bahwa upaya preventif yang dilakukan adalah dengan mewajibkan semua kegiatan usaha migas untuk melakukan penanggulangan pencemaran lingkungan sejak tahap perencanaan hingga pasca operasi dan menjamin keteknikan yang baik.


(20)

Salah satu upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan adalah dengan melakukan studi AMDAL. Dalam PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL dinyatakan bahwa analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. AMDAL berfungsi sebagai upaya preventif dalam menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Oleh karena itu dokumen AMDAL bersifat mengikat berbagai pihak yang terlibat di dalamnya serta mempunyai konsekuensi bagi status perijinan dari usaha dan atau kegiatan (Suratmo, 2002).

Proses AMDAL kemudian bersifat wajib (mandatory) untuk dilakukan bagi setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak penting. AMDAL terdiri atas kerangka acuan (KA), analisis dampak lingkungan (ANDAL), rencana pengelolaan lingkungan (RPL) dan rencana pemantuan lingkungan (RPL). KA adalah dokumen pertama yang berisi pedoman penyusunan ANDAL. ANDAL adalah kajian utama tentang dampak besar dan penting dari suatu usaha atau kegiatan. RKL adalah dokumen alternatif solusi yang dibuat dalam pengelolaan dampak lingkungan dari suatu kegiatan. RPL adalah dokumen yang berisikan alternatif pemantauan dampak dari suatu kegiatan. Dengan demikian AMDAL yang terdiri atas empat dokumen tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, fleksibel dan terbuka untuk selalu dikoreksi dan menjadi salah satu sistem manajemen lingkungan (SML).

SML adalah suatu sistem atau cara dalam menangani lingkungan hidup yang mencakup: 1) organisasi dan kebijakan lingkungan, 2) perencanaan, 3) implementasi dan operasi, 4) pengawasan dan tindakan koreksi, dan 5) pengkajian manajemen. SML lainnya dalam upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan bagi perencana dengan penerapan ISO 14000. Namun penerapan ISO 14000 hanya bersifat voluntary (sukarela), sementara AMDAL bersifat mandatory (wajib).


(21)

AMDAL diperkenalkan pertama kali pada tahun 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Penerapan sistem evaluasi laporan AMDAL di Kanada untuk proyek-proyek federal dikeluarkan oleh kabinet pada tanggal 20 Desember 1973. Sedangkan penerapan AMDAL di Indonesia dilakukan sejak dikeluarkannya PP No. 29 tahun 1986.

Untuk sektor migas, studi lingkungan telah dimulai sejak tahun 1987 yang dikenal dengan dokumen studi evaluasi mengenai dampak lingkungan (SEMDAL) bagi kegiatan yang sudah berjalan dan dokumen AMDAL bagi kegiatan yang akan dilaksanakan berdasarkan PP No. 29 tahun 1986 (periode 1986-1993). Dokumen studi evaluasi mengenai dampak lingkungan (SEMDAL) terdiri atas: KA-SEL, SEL, RKL/RPL, sedang dokumen AMDAL terdiri atas: KA-ANDAL, ANDAL, RKL/RPL. Dokumen SEMDAL yang telah disetujui dalam periode 1986-1993 sebanyak 23 dokumen dan dokumen AMDAL sebanyak 16 dokumen. Sejak tahun 1993 studi SEMDAL ditiadakan, sehingga studi lingkungan keseluruhan dikenal dengan studi AMDAL untuk kegiatan yang berdampak penting berdasarkan PP No. 51 tahun 1993 (periode 1993-1997), jumlah dokumen yang telah disetujui sebanyak 22 dokumen. Pada tahun 1999 sampai sekarang dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka terjadi perubahan PP No. 51 tahun 1993 menjadi PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL, dengan perubahan mendasar antara lain komisi pusat AMDAL yang tadinya berada pada masing-masing sektor dibagi menjadi dua yakni: komisi pusat AMDAL berkedudukan di kementerian lingkungan hidup dan komisi daerah yang berkedudukan di propinsi dan kabupaten. Khusus untuk sektor migas karena merupakan industri yang strategis, sehingga berada di bawah komisi pusat AMDAL KLH. Sesuai PP No. 27 tahun 1999, bahwa kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan harus menyusun dokumen AMDAL. Dokumen AMDAL yang telah disetujui hingga saat ini sebanyak 30 dokumen.

Walaupun kebijakan AMDAL telah diterapkan pada kegiatan usaha migas lebih dari 20 tahun, namun masih terdapat persepsi negatif dari masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan kegiatan migas dan masih terdapat isu pencemaran lingkungan serta sering terjadi emergency (antara lain: tumpuhan


(22)

minyak). Mengingat pentingnya kegiatan pengelolaan lingkungan berdasarkan uraian di atas, maka kajian mengenai pengembangan kebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas menjadi sangat penting untuk dilakukan.

1.2 Kerangka Pemikiran

Kegiatan usaha migas di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1968. Kegiatan tersebut meliputi: eksplorasi, eksploitasi, pengolahan pengangkutan dan pemasaran/niaga. Hingga saat ini terdapat sebanyak 115 kegiatan usaha migas yang beroperasi di Indonesia, sekitar 30% beroperasi di lepas pantai (off shore) dan 70% beroperasi di darat (on shore).

Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam migas untuk memenuhi devisa dalam negeri dilakukan dengan berbagai upaya inovasi teknologi terutama dalam mencari sumber-sumber baru, teknik eksploitasi, teknik pengolahan, serta sistem ketataniagaan yang efektif dan efisien. Di sisi lain kegiatan tersebut juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan manusia. Kondisi demikian menjadi sangat dilematis. Oleh karena itu, mutlak dilakukan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya sinergitas antara aspek ekologi, ekonomi dan sosial.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 dinyatakan bahwa setiap usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting wajib dilengkapi dokumen AMDAL. Namun dalam peraturan perundang-undangan tersebut belum diatur secara komprehensif sejauh mana kedalaman studi AMDAL tersebut, yang merupakan studi ilmiah yang mengkaji dampak besar dan penting yang ditimbulkan dari suatu kegiatan terhadap komponen biologi, geologi, fisik, kimia serta sosial ekonomi dan budaya. Meskipun kebijakan AMDAL telah diterapkan sejak diterbitkannya PP No. 29 tahun 1986, PP No. 51 tahun 1993 dan PP No. 27 tahun 1999, namun hingga saat ini masih banyak permasalahan lingkungan yang muncul seperti pencemaran, degradasi lahan dan sumberdaya alam serta konflik sosial. Kondisi tersebut disebabkan karena masih lemahnya hasil kajian studi AMDAL yang dilakukan oleh pihak-pihak terlibat.

AMDAL berperan sebagai instrumen SML untuk mencegah kerusakan lingkungan hidup. AMDAL merupakan kajian kelayakan lingkungan hidup


(23)

Rumusan Kebijakan AMDAL Migas yang Efektif dan Efisien

dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan Strategi Pengembangan

Kebijakan AMDAL Migas

Permasalahan Lingkungan Kegiatan Usaha Migas

(1960)

Komponen Utama Kebijakan AMDAL Migas

Kegiatan Usaha Migas Berwawasan Lingkungan

Kebijakan AMDAL (1986)

Perlu Kajian Pengembangan Kebijakan

AMDAL Migas yang

Prioritas Strategi Kebijakan AMDAL Migas

Kebutuhan Stakeholders Review Kebijakan AMDAL saat ini Kualitas Dokumen AMDAL saat ini Penilaian Kinerja Lingkungan Implementasi AMDAL

mengenai dampak besar dan penting tentang perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar dari suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. Pesatnya aktivitas manusia dan pembangunan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan manusia hampir pasti selalu diiringi dengan timbulnya dampak lingkungan. Untuk menghindari timbulnya dampak lingkungan negatif yang tidak dapat ditoleransi tersebut, maka perlu dipersiapkan langkah-langkah operasional rencana pengendalian dampak lingkungan tersebut sekaligus dengan rencana pemantauannya dalam bentuk dokumen RKL dan RPL. Dengan demikian, AMDAL bertujuan untuk menjamin tujuan-tujuan proyek pembangunan dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat tanpa merusak kualitas lingkungan hidup.

Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan analisis efektifitas dan efisiensi kebijakan AMDAL dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Hasil analisis kebijakan diharapkan menghasilkan rumusan kebijakan implementatif yang lebih efektif dan efisien.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Pencemaran Konflik Sosial


(24)

1.3 Perumusan Masalah

Mencermati amanat dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan PP No. 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) maka permasalahan pengelolaan lingkungan pada dasarnya merupakan tanggung jawab semua pihak baik sebagai pelaku pembangunan maupun masyarakat. Sasaran pengelolaan lingkungan adalah terjaminnya mutu hidup generasi masa kini dan generasi yang akan datang tanpa merusak sumberdaya alam dan lingkungan. Namun kenyataannya selama kurang lebih 25 tahun sejak diterbitkannya undang-undang lingkungan hidup (UU No. 04 tahun 1982) dan telah lebih 20 tahun diterapkannya kebijakan AMDAL (PP No. 29 tahun 1986), kemajuan dari pengelolaan lingkungan hidup sangat lambat bahkan kualitas lingkungan cenderung turun, yang ditandai dengan seringnya terjadi gejolak-gejolak masyarakat, dan isu pencemaran serta seringnya terjadi tumpahan minyak, limbah B3 yang semakin menumpuk dan belum jelasnya solusi pengelolaannya. Akhir-akhir ini banyak sorotan bahwa dokumen AMDAL hanya bersifat formalitas karena yang seharusnya dokumen AMDAL disusun sebelum kegiatan berjalan yang merupakan studi kelayakan lingkungan tetapi dalam kenyataannya, dokuemen AMDAL disetujui oleh komisi AMDAL setelah kegiatan berjalan.

Tiga faktor penting yang sangat berpengaruh dalam dokumen AMDAL: (a) peraturan perundang-undangan, (b) penyusun AMDAL dan pemrakarsa, (c) komisi penilai AMDAL dan tim teknis serta instansi yang bertanggung jawab dan instansi yang terkait dari pusat dan daerah. Tiga faktor ini berpengaruh dalam penerapan prosedur dan substansi dokumen AMDAL untuk menentukan kualitas dokumen AMDAL. Apabila tiga faktor ini berjalan dengan baik maka kualitas AMDAL akan baik dan dapat bersifat operasional. Selanjutnya masuk tahap implementasi (pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan) serta pengawasan pelaksanaannya yang dilakukan oleh instansi terkait dan penegakan hukum.

Prosedur penyusunan AMDAL yang telah berjalan selama ini adalah tim penyusun dokumen AMDAL ditunjuk oleh Pemrakarsa dan belum terakreditasi oleh pemerintah. Dalam hal ini pemrakarsa dimungkinkan dapat mempengaruhi


(25)

tim penyusun (tidak bersifat independen). Substansi dokumen AMDAL mengenai kajian-kajian analisis ekonomi, kajian dampak terhadap ekosistem sangat minim dan tidak memperhitungkan dampak perubahan lingkungan yang potensial (eksternalitas) yang tidak diatur secara jelas di dalam peraturan perundang-undangan atau kebijakan saat ini sehingga dokumen AMDAL yang telah disetujui sulit untuk diimplementasikan oleh pemrakarsa.

Penentuan isu pokok di dalam kerangka acuan (KA-ANDAL), serta penentuan dampak besar dan penting di dalam dokumen ANDAL masih bersifat umum, tidak dikaji secara komprehensif dan belum memasukkan kajian-kajian aspek ekologi, ekonomi dan sosial, sehingga penentuan dampak penting seringkali kurang tepat dan pada akhirnya dokumen AMDAL kualitasnya diragukan dan tidak bersifat operasional. Hal tersebut menyebabkan dokumen AMDAL yang merupakan acuan di dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan selama kegiatan berlangsung tidak dapat diterapkan di lapangan, sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan bahkan kerusakan lingkungan.

Sesungguhnya dokumen AMDAL merupakan hasil studi kelayakan lingkungan yang mengkaji secara cermat dan mendalam tentang berbagai dampak penting yang akan terjadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan tidak layak atau layak lingkungan, maka kegiatan dapat ditolak dan atau sebaliknya. Proses persetujuan dokumen AMDAL dari KA-ANDAL, RKL dan RPL membutuhkan waktu paling cepat 2-3 tahun. Penilaian AMDAL yang dibantu oleh tim teknis dan para pakar hanya pada waktu rapat komisi seterusnya evaluasi untuk persetujuan AMDAL dilaksanakan oleh komisi dan disetujui oleh komisi.

Dokumen AMDAL yang efektif dan efisien ditentukan dari peraturan perundangan dan atau kebijakan yang dipakai sebagai acuan di dalam penyusunan dokumen AMDAL tersebut, prosedur penyusunan AMDAL, waktu penyusunan, kualitas penyusun AMDAL dan pemrakarsa, kinerja komisi penilai dan tim teknis AMDAL serta kualitas dokumen AMDAL (substansi dokumen AMDAL) maka dirumuskan hal-hal sebagai berikut:

1. Kebijakan AMDAL yang ditetapkan selama ini belum efektif dan belum efisien, kekurangan dari peraturan perundangan yang sudah ada antara lain:


(26)

PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL yang tidak mengatur substansi-substansi untuk prakiraan dampak penting dan evaluasi dampak penting sehingga muncul isu bahwa dokumen AMDAL hanya bersifat formalitas dan mahal.

2. Kinerja komisi penilaian AMDAL belum efektif dan belum efisien yang menyebabkan kualitas AMDAL diragukan. keputusan menteri negara lingkungan hidup No. 40 tahun 2000 tentang pedoman tata kerja komisi penilai AMDAL, tim teknis tidak ikut memberikan evaluasi dalam penerbitan persetujuan AMDAL hanya ikut diwaktu penilaian sidang komisi.

3. Pelaksanaan dan waktu pengumuman masyarakat serta waktu penerbitan persetujuan dokumen AMDAL terlalu lama. Keputusan kepala Bapedal No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL, menentukan waktu terlalu lama untuk mengumpulkan pendapat masyarakat dan berdasarkan PP. 27 tahun 1999 tentang AMDAL bahwa dokumen KA-ANDAL disetujui selama 75 hari kerja dan dokumen KA-ANDAL, RKL, RPL disetujui juga selama 75 hari.

4. Kualitas tim penyusun AMDAL tidak independen dan ditunjuk langsung oleh Pemrakarsa. Sampai saat ini belum ada landasan hukum yang mengatur tentang konsultan penyusun AMDAL.

5. Pedoman penyusunan AMDAL lebih terfokus pada sistematika penulisan dokumen, sedangkan penentuan isu pokok dan prakiraan dampak besar dan penting serta evaluasi dampak penting tidak terdapat arahan metode-metode yang baku untuk aspek ekologi, ekonomi dan sosial, tidak memasukkan metode valuasi ekonomi (sesuai Kepdal No. 229 tahun 1996). Namun hanya disebutkan secara garis besar memakai metode formal/non formal, baik di dalam peraturan menteri negara lingkungan hidup No. 08 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan AMDAL maupun di dalam keputusan menteri energi sumberdaya mineral No.1457 tahun 2000 tentang pedoman penyusunan AMDAL kegiatan usaha migas.

Dengan demikian maka pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:


(27)

1. Bagaimana efektivitas dan efisiensi kebijakan AMDAL migas yang ada saat ini ?

2. Bagaimana merumuskan kebijakan AMDAL migas yang efektif dan efisien di masa mendatang ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah merumuskan kebijakan AMDAL yang efektif dan efisien dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Untuk mencapai tujuan tersebut secara operasional dilakukan tahapan penelitian meliputi:

1. Mereview kebijakan AMDAL saat ini.

2. Menganalisis kualitas dokumen AMDAL migas.

3. Menganalisis kinerja lingkungan implementasi AMDAL kegiatan migas. 4. Menganalisis kebutuhan stakeholders terhadap kebijakan AMDAL migas

dimasa mendatang

5. Merumuskan strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas. 1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dari sisi ilmiah adalah sebagai upaya pengembangan ilmu dan pengetahuan, khususnya kajian lingkungan yang menyangkut analisis mengenai dampak lingkungan dalam kegiatan usaha migas.

Manfaat penelitian dari sisi praktis adalah sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan AMDAL yang efektif dan efisien pada kegiatan usaha migas di masa datang serta sebagai acuan atau pedoman dalam penyusunan dokumen AMDAL migas.

1.6 Kebaruan Penelitian

Kebaruan dari penelitian ini berupa kajian terhadap kebijakan AMDAL yang efektif dan efisien yang terfokus pada substansi, prosedur dan kelembagaan di dalam AMDAL kegiatan usaha migas. Kebaruan dari aspek metode pendekatan yang digunakan yakni melibatkan semua stakeholder dengan teknik analisis yang terintegrasi antara FGD, PCA dan AHP serta valuasi ekonomi.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU No. 23 tahun 1997). Lingkungan hidup sebagai suatu sistem yang terdiri atas: lingkungan alam (ecosystem), lingkungan buatan (technosystem) dan lingkungan sosial (sociosystem) dimana ketiga sub sistem ini saling berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang dinamis. Ketahanan masing-masing sub sistem akan memberikan jaminan berkelanjutan yang tentunya akan memberikan peningkatan kualitas hidup setiap makhluk hidup didalamnya (Hendartomo, 2001).

Masalah lingkungan hidup pada dasarnya timbul karena dinamika penduduk, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang kurang bijaksana serta kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan dan teknologi maju. Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya positif dan memberikan manfaat yang besar terhadap manusia seringkali terjadi sebaliknya, manusia menjadi korban akibat dampak yang ditimbulkan dari aktivitas ekonomi yang dilakukan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup merupakan dua permasalahan yang paling banyak timbul, sebagai dampak dari kegiatan ekonomi dan pembangunan.

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya, sedangkan kerusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (UU No. 23 tahun 1997).

Dalam perspektif ekonomi lingkungan dipandang sebagai asset gabungan yang menyediakan berbagai jasa/fungsi yakni untuk mendukung kehidupan


(29)

manusia dan memenuhi kebutuhan manusia. Lingkungan menyediakan bahan baku yang ditransformasikan ke dalam bentuk barang dan jasa melalui proses produksi dan energi selanjutnya menghasilkan residual yang kembali ke lingkungan (Kusumastanto, 2000).

Hubungan timbal balik antara aspek ekonomi dan sumberdaya alam dan lingkungan kemudian menjadi sangat penting. Ekstraksi terhadap sumberdaya alam yang dilakukan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan menghasilkan benefit dan limbah. Aktivitas manusia secara langsung maupun tidak langsung telah dan akan memberikan dampak terhadap resistensi sumberdaya alam dan lingkungan.

Manusia melakukan aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan sumberdaya alam (air, udara, tanah, hutan, minyak, dan ikan) namun disisi lain pemanfaatan tersebut juga menimbulkan residual (limbah) yang kembali ke lingkungan, dan berdampak terhadap kualitas lingkungan tersebut. Sebagai salah satu negara yang luas di dunia, Indonesia tidak hanya memiliki wilayah daratan dan perairan yang luas tetapi juga kaya dengan sumberdaya alam. Hutan tropis yang luasnya diperkirakan mencapai 144 juta hektar sangat kaya dengan ribuan jenis burung, ratusan jenis mamalia dan puluhan ribu jenis tumbuhan. Perairan yang luas menjadi tempat bagi perkembangan populasi ikan dan hasil perairan lainnya. Demikian pula dengan buminya yang mengandung deposit berbagai jenis mineral dalam jumlah yang tidak sedikit.

Pengelolaan sumberdaya alam merupakan suatu hal yang sangat penting dibicarakan dan dikaji dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional kita. Dengan potensi sumberdaya alam yang berlimpah sesungguhnya kita dapat melaksanakan proses pembangunan bangsa ini secara berkelanjutan tanpa harus dibayangi rasa cemas dan takut akan kekurangan modal bagi pelaksanaan pembangunan tersebut. Pemanfaatan secara optimal kekayaan sumberdaya alam ini akan mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa Indonesia.

Namun demikian perlu kita sadari eksploitasi secara berlebihan tanpa perencanaan yang baik bukannya mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan


(30)

namun malah sebaliknya akan membawa malapetaka yang tidak terhindarkan. Akibat dari pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang tidak memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan dapat kita lihat pada kondisi lingkungan yang mengalami degradasi baik kualitas maupun kuantitasnya. Hutan tropis yang kita banggakan setiap tahun luasnya berkurang sangat cepat, demikian juga dengan jenis flora dan dan fauna di dalamnya sebagian besar sudah terancam punah. Perairan yang sangat luas sudah tercemar sehingga ekosistemnya terganggu. Demikian juga dengan dampak eksploitasi mineral yang terkandung dalam perut bumi juga mulai merusak keseimbangan dan kelestarian alam sebagai akibat proses penggalian, pengolahan dan pembuangan limbah yang tidak dilakukan secara benar.

Pengelolaan sumberdaya alam selama ini tampaknya lebih mengutamakan meraih keuntungan dari segi ekonomi sebesar-besarnya tanpa memperhatikan aspek sosial dan kerusakan lingkungan. Pemegang otoritas pengelolaan sumberdaya alam berpusat pada negara yang dikuasai oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah tidak lebih sebagai penonton. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan cenderung bersifat sektoral, sehingga kadangkala menjadi kebijakan yang tumpang tindih. Sentralisasi kewenangan tersebut juga mengakibatkan pengabaian perlindungan terhadap hak azasi manusia. Selama puluhan tahun praktek pengelolaan sumberdaya alam tersebut dilaksanakan telah membawa dampak yang sangat besar bagi daerah.

Berdasarkan implementasi dari UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang mendefinisikan tiga konsep utama dalam pembangunan berkelanjutan yaitu: kondisi SDA, kualitas lingkungan dan faktor demografi. Oleh karena itu perlu adanya optimalisasi usaha untuk menyusun penghitungan kualitas lingkungan. Tujuan dari penghitungan kualitas lingkungan adalah: a) memberikan deskripsi tujuan dari aktivitas manusia (sosial dan ekonomi) dan fenomena alami keadaan lingkungan dan demografi, b) memberikan informasi yang komprehensif untuk masyarakat dan pembuat kebijakan, c) sebagai alat yang sangat membantu dalam mengevaluasi pengelolaan demografi dan lingkungan (Landiyanto dan Wardaya, 2005).


(31)

Agar upaya pelestarian lingkungan berjalan secara efektif dan efisien serta berkelanjutan, dibutuhkan kebijakan untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam skenario politik ekonomi yang rumit saat ini, amatlah penting untuk menetapkan kebijakan lingkungan dan sosial yang kuat disemua tingkatan. Demikian juga penegakan hukum harus berjalan secara efektif agar pelestarian keanekaragaman hayati dapat berjalan dengan baik.

Kebijakan adalah peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan (mempengaruhi pertumbuhan) baik besaran maupun arahnya yang melingkupi kehidupan masyarakat umum. Kebijakan dikatakan efektif apabila penerapan kebijakan dan instrumennya dapat menghasilkan perubahan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sedangkan dikatakan efisien jika kebijakan tersebut membutuhkan biaya yang rendah. Tahapan kebijakan terdiri dari fase formulasi kebijakan dan fase implementasi kebijakan, sedangkan analisis kebijakan aktivitas menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan Clay dan Shaffer (1984) dalam Sanim (2003).

Salah satu tindakan pemerintah dalam analisis kebijakan lingkungan adalah dengan menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan dalam setiap pelaksanaan usaha atau kegiatan terhadap lingkungan hidup. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin.

AMDAL di Indonesia telah lebih dari 20 tahun diterapkan. Meskipun demikian berbagai hambatan dan masalah selalu muncul dalam penerapannya, seperti juga yang terjadi pada penerapan AMDAL di negara-negara berkembang lainnya. Dalam komisi penilai AMDAL, sangat jelas terlihat kerancuan dalam proses penilaian, dengan tidak adanya kriteria dan indikator penilaian yang standar, sehingga menjadikan proses penilaian AMDAL menjadi sangat subyektif.

Kriteria dan indikator merupakan jembatan yang menghubungkan antara tujuan dan aksi yang dilakukan. Ada empat indikator untuk melihat keberhasilan sebuah kebijakan (Kusumastanto, 2003) yakni: 1) kebijakan tersebut harus


(32)

memiliki instrumen yang efektif untuk menjalankannya (policy tools) dengan kriteria: dapat diaplikasikan secara leluasa (discretionary) dan universal, serta dapat ditegakkan secara hukum dan memiliki kewenangan administratif yang mencakup aspek insentif dan regulatif, 2) kebijakan tersebut dapat memberikan dampak terhadap perekonomian domestik maupun global. Artinya, kebijakan itu mendapatkan dukungan/konsensus secara nasional (khususnya di level pemerintah dan legislatif) maupun internasional, 3) kebijakan tersebut harus efisien dan efektif secara ekonomi serta adil, sehingga mampu mendorong pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, dan 4) kebijakan tersebut harus mampu mendorong kemandirian rakyat dan berlandaskan nilai-nilai luhur agama dan moralitas.

Agar indikator atau persyaratan tersebut dapat terpenuhi, maka diperlukan beberapa pendekatan, yakni: 1) pendekatan pasar yang didukung oleh instrumen kebijakan yang diterapkan, misalnya pajak, pungutan, sanksi dan insentif serta disinsentif, 2) pendekatan kelembagaan. Aturan yang diterapkan dalam pendekatan ini harus dikenal dan diikuti secara baik oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dan memberi naungan serta konstrain terhadap mereka. Kebijakan ini mampu memberikan perlindungan dan pembatasan akses terhadap sumberdaya, adanya peraturan perundangan yang mendukungnya. Aturan ini ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, atau tidak ditulis formal sampai pada aturan adat dan norma masyarakat serta kearifan lokal. Aspek penting lainnya dari aturan tersebut adalah dapat diprediksi, essentially stable dan dapat diaplikasikan pada situasi berulang, 3) pendekatan percampuran pasar dan bukan pasar serta pendekatan kelembagaan yang efektif dan efisien. Pendekatan ini dapat menilai sumberdaya alam dan lingkungan secara wajar dan tidak undervalue, sehingga kesejahteraan yang hakiki bagi masyarakat Indonesia serta pembangunan yang bersifat lestari dapat terwujud.

Optimalisasi nilai manfaat sumberdaya alam dan lingkungan yang ada bagi pengembangan wilayah secara berkelanjutan dan menjamin kepentingan umum secara luas, diperlukan intervensi kebijakan dan penanganan pengelolaan dalam pengembangan wilayah. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan dapat terselenggara secara optimal jika arah kebijakan pengembangan wilayah dan


(33)

tata ruang menjadi instrumen intervensi kebijakan dengan memperhatikan kepentingan stakeholders selain didukung oleh program-program sektoral yang melibatkan para pihak yang terkait dalam pengelolaan wilayah.

Kebijakan dengan berbagai indikator dan pendekatan yang dilakukan merupakan upaya untuk senantiasa menjaga keberhasilan dalam implementasi kebijakan yang dilakukan. Dalam kaitannya dengan kebijakan pengelolaan lingkungan pada kegiatan usaha migas, berbagai undang-undang, peraturan pemerintah hingga keputusan menteri diterbitkan, sebagai upaya untuk menjaga keberlanjutan pembangunan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian lingkungan, mencegah dan menanggulangi pencemaran. Kemudian dalam UU No. 22 tahun 2001 tentang migas dinyatakan bahwa semua kegiatan usaha migas wajib melakukan pengelolaan lingkungan hidup, mulai tahap perencanaan hingga pasca operasi. Artinya kegiatan usaha migas harus menyusun AMDAL sebelum kegiatan operasi baik kegiatan hilir maupun kegiatan hulu.

2.2 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 2.2.1 Defenisi AMDAL

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. AMDAL merupakan bagian kegiatan studi kelayakan perencanaan usaha dan atau kegiatan dan merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha yang mana hasil dari AMDAL digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah.

AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL dirumuskan sebagai suatu analisis mengenai dampak lingkungan dari suatu proyek yang meliputi pekerjaan evaluasi dan pendugaan dampak proyek dari pembangunannya (Suratmo, 2002).


(34)

Dampak lingkungan adalah perubahan yang terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia. Aktivitas tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, kimia, fisik maupun biologi. Dampak kemudian menjadi permasalahan akibat perubahan yang terjadi dan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan.

Dampak dalam kaitannya dengan pembangunan memiliki dua batasan yakni: 1) Dampak pembangunan terhadap lingkungan yakni perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan setelah ada pembangunan, 2) Dampak pembangunan terhadap lingkungan, yakni perbedaan antara kondisi lingkungan yang diperkirakan terjadi tanpa adanya pembangunan dan yang diperkirakan terjadi dengan adanya pembangunan tersebut (Mun, 1979 dalam Sumarwoto, 2005). Lebih jauh Clark (1978) dalam Sumarwoto (2005) bahwa aktivitas pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat menimbulkan efek yang tidak direncanakan di luar sasaran yaitu yang disebut dampak. Dampak dapat bersifat biofisik dan atau sosial-ekonomi-budaya yang memiliki pengaruh terhadap sasaran yang ingin dicapai. Dampak primer dapat menimbulkan dampak sekunder dan tersier. Lebih rinci, tampak pada Gambar 2.

Gambar 2 Aktivitas pembangunan menimbulkan dampak (Clark, 1978 dalam Suratmo, 2002)

Dampak

Dampak Sekunder

Dampak Sosial-Ekonomi-Budaya

Dampak Biofisik

Pembangunan

Kenaikan Kesejahteraan

Dampak Biofisik

Dampak Sosial-Ekonomi-Budaya

Kegiatan Dampak

Tujuan

Dampak Primer


(35)

Dampak yang muncul kemudian harus teridentifikasi dan diketahui secara dini, apakah dampak tersebut menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Untuk mengukur dan menentukan dampak besar dan penting tersebut, digunakan beberapa kriteria yakni: a) besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan atau kegiatan, b) luas wilayah penyebaran dampak, c) intensitas dan lamanya dampak berlangsung, d) banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak, e) sifat kumulatif dampak dan f) sifat berbalik (reversible) dan tidak berbalik (irreversible) dampak (Hendartomo, 2001).

Mengacu pada PP No. 27 tahun 1999 pasal 3 ayat 1 bahwa usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi: a) pengubahan bentuk lahan dan bentang alam, b) eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui (renewable) maupun yang tak terbaharui (non-renewable), c) proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumberdaya alam dalam pemanfaatannya, d) proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan dan lingkungan sosial budaya, e) proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelesatarian kawasan konservasi sumberdaya dan atau perlindungan cagar budaya, dan f) introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jenis jasad renik.

Tujuan umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Sementara tujuan studi AMDAL adalah mengidentifikasi rencana kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting, mengidentifikasi komponen atau parameter lingkungan yang akan terkena dampak penting, melakukan prakiraan dan evaluasi dampak penting sebagai dasar untuk menilai kelayakan lingkungan, menyusun strategi pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Menurut Mukono (2005) bahwa tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup. Dengan melalui studi AMDAL diharapkan usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan


(36)

dan mengelola sumberdaya alam secara efisien, meminimumkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positip terhadap lingkungan hidup.

Untuk itu, AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup. Proses AMDAL kemudian menjadi wajib dilakukan bagi setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak penting.

2.2.2 Landasan Hukum Pelaksanaan AMDAL

Landasan hukum pelaksanaan AMDAL migas di Indonesia adalah: 1. UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.

2. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL.

3. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

4. Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1974 tentang pengawasan pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai.

5. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran dan atau perusakan laut.

6. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara.

7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2006 tentang jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. 8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 tahun 2006 tentang

pedoman penyusunan AMDAL.

9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 tahun 1998 tentang pedoman penetapan baku mutu lingkungan.

10. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 42 tahun 1996 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan minyak dan gas serta panas bumi.

11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1998 tentang baku mutu tingkat kebisingan.

12. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 tahun 2000 tentang panduan penilaian dokumen AMDAL.


(37)

13. Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 1457 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan lingkungan dibidang pertambangan dan energi.

14. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL.

15. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 299 tahun 1996 tentang pedoman teknis kajian aspek sosial dalam penyusunan AMDAL. 2.2.3 Prosedur Pelaksanaan AMDAL

Proses pelaksanaan AMDAL terdiri atas: 1) penapisan (screening) atau penentuan rencana kegiatan wajib AMDAL atau tidak, 2) pelingkupan (scoping) adalah proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang barkaitan dengan dampak penting. Pelingkupan dampak penting yakni identifikasi dampak penting, evaluasi dampak potensial dan pemusatan dampak penting. Pelingkupan wilayah studi dengan memperhatikan batas proyek, batas ekologi, batas sosial, dan batas administratif. Beanlands dan Dunker (1983) dalam Suratmo (2002) mengelompokkan scoping sosial yaitu scoping yang menetapkan dampak penting berdasarkan pandangan dan penilaian masyarakat. Scoping ekologis adalah proses dari scoping yang menetapkan dampak penting berdasarkan nilai-nilai ekologi atau peranannya di dalam ekologi, 2) penyusunan dokumen kerangka acuan (KA-ANDAL) merupakan ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan yang merupakan hasil pelingkupan yang memuat isu pokok yang perlu dikaji di dalam dokumen AMDAL, 3) melaksanakan studi analisis dampak lingkungan (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang direncanakan, 4) penyusunan rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya pengelolaan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan, dan 5) penyusunan rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan.


(38)

Proses AMDAL tersebut menghasilkan empat buah dokumen AMDAL terdiri atas: a) dokumen KA-ANDAL, b) dokumen ANDAL, c) dokumen RKL dan d) dokumen RPL. Untuk menghasilkan keempat dokumen tersebut, dilakukan prosedur pelaksanan AMDAL yakni: a) penapisan (screening), b) proses pengumuman dan konsultasi masyarakat, c) penyusunan dan penilaian KA-ANDAL, dan penyusunan dan penilaian KA-ANDAL, RKL dan RPL (Hendartomo, 2001).

Proses penapisan merupakan proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yakni untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib AMDAL atau tidak, sementara proses pengumuman dan konsultasi masyarakat didasarkan pada UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa: a) setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya, b) setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup dan c) lembaga swadaya masyarakat berperan sebagai penunjang bagi pengelolaan lingkungan hidup serta mengacu pada keputusan Kepala Bapedal No. 08 tahun 2000, bahwa pemrakarsa wajib mengumunkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut menanggapi masukan yang diberikan dan melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.

Berdasarkan undang-undang dan kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut maka tujuan dasar dari partisipasi masyarakat di Indonesia ialah: a) mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, b) mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan negara dan c) membantu pemerintah untuk dapat mengambil kebijakan dan keputusan yang lebih baik dan tepat.

Diharapkan manfaat dari partisipasi masyarakat dalam penyusunan dokumen AMDAL pada suatu kegiatan usaha yaitu: 1) masyarakat mendapatkan informasi mengenai rencana pembangunan didaerahnya sehingga dapat mengetahui dampak apa yang akan terjadi baik yang positif maupun yang negatif dan cara menanggulangi dampak negatif yang akan dan harus dilakukan. 2) masyarakat akan ditingkatkan pengetahuannya mengenai masalah lingkungan,


(39)

pembangunan, dan hubungan pembangunan dengan lingkungan sehingga pemerintah dapat menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup dan 3) masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapatnya atau persepsinya kepada pemerintah terutama masyarakat di tempat proyek yang akan terkena dampak.

Implementasi AMDAL sangat perlu disosialisasikan tidak hanya kepada masyarakat namun perlu juga pada para calon investor agar dapat mengetahui perihal AMDAL di Indonesia. Karena proses pembangunan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya. Dengan implementasi AMDAL yang sesuai dengan aturan yang ada, maka diharapkan akan berdampak positif pada pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (Mukono, 2005).

AMDAL didasarkan atas berbagai regulasi nasional yang telah ditetapkan dengan baik serta berbagai acuan yang dikenal di seluruh sektor utama di pemerintahan. Prosedur review dan persetujuan secara relatif telah menjadi kebiasaan yang diterima dengan baik di dalam organisasi dan berlaku secara umum di tingkat nasional dan propinsi, berdasarkan komite administratif dan teknis lintas pemerintahan. Sistem tersebut didukung oleh suatu jaringan pusat studi lingkungan yang menyediakan berbagai masukan teknis, pelatihan formal dan kendali mutu, sementara berbagai reformasi penting juga telah dilakukan untuk mencoba menstimulasi keterlibatan publik dalam jumlah yang lebih besar dalam AMDAL (Purnama, 2003).

Secara lebih rinci prosedur teknis penyusunan dokumen AMDAL di Indonesia sebagaimana termaktub dalam PP No. 27 tahun 1999 terdiri atas:

1. Pemrakarsa kegiatan menyampaikan ke instansi yang bertanggung jawab terhadap rencana kegiatan.

2. Instansi yang bertanggung jawab berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 yang telah direvisi menjadi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2006 tentang kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL.

3. Pemrakarsa diwajibkan melakukan pengumuman masyarakat dalam waktu 30 hari kerja dan selanjutnya menunggu tanggapan dari masyarakat.


(40)

4. Pemrakarsa menyusun kerangka acuan (KA-ANDAL).

5. Kerangka acuan dinilai oleh tim teknis, pakar pada sidang komisi.

6. Komisi AMDAL menerbitkan surat keputusan kelayakan dalam waktu 75 hari kerja.

7. Pemrakarsa menyusun AMDAL bersama dengan pihak ketiga yang ditunjuk oleh pemrakarsa.

8. Dokumen AMDAL dinilai oleh tim teknis dan para pakar pada sidang komisi (sidang komisi 1 dan sidang komisi 2).

9. AMDAL disetujui dalam jangka 75 hari kerja.

AMDAL bukanlah suatu proses yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari proses AMDAL yang lebih besar dan lebih penting sehingga AMDAL dapat dikatakan berguna bagi pengelolaan lingkungan, pemantauan lingkungan, pengelolaan proyek, pengambilan keputusan, dan menjadi dokumen yang penting. Sedangkan peranan AMDAL dalam pengelolaan kegiatan yakni sebagai: a) fase identifikasi, b) fase studi kelayakan, c) fase desain kerekayasaan (engineering design) atau disebut juga sebagai fase rancangan, d) fase pembangunan proyek, e) fase proyek berjalan atau fase proyek beroperasi, dan f) fase proyek telah berhenti beroperasi atau pascaoperasi.

Lingkupan dan fase-fase dalam proses penyusunan AMDAL tersebut memerlukan pengembangan metodologi. Metode yang dipakai dalam penentuan dampak besar dan penting antara lain:

1. Metode Leopold ini juga dikenal sebagai Matriks Leopold atau matriks interaksi dari Leopold. Metode matriks ini mulai diperkenalkan oleh Leopold dan teman-temannya pada tahun 1971. Matriks yang diperkenalkan adalah matriks dari 100 macam aktivitas dari suatu proyek dengan 88 komponen lingkungan. Identifikasi dampak lingkungan dari proyek ditulis dalam interaksi antara aktivitas dan komponen lingkungan. Macam-macam aktivitas proyek dan komponen-komponen lingkungan dalam Matriks Leopold. Aktivitas proyek dibagi menjadi 100 aktivitas yang terdiri dari 10 kelompok: a) modifikasi areal 13 aktivitas, b) perubahan lahan dan pembuatan bangunan fisik, c) ekstraksi sumberdaya, d) pemrosesan, e) perubahan lahan, f) pembaharuan sumberdaya, g) perubahan lalu lintas, h) penempatan dan


(41)

pengolahan limbah, i) pengolahan bahan kimia dan j) kecelakaan. Komponen lingkungan dibagi menjadi 88 yang terdiri dari 5 kelompok sebagai berikut: a) fisik dan kimia yang terdiri dari bumi, air, atmosfer dan proses, b) keadaan biologi yang terdiri dari flora dan fauna dan c) sosial budaya yang terdiri dari tata guna lahan, rekreasi, estetika dan minta masyarakat, status budaya, fasilitas dan aktivitas buatan manusia, ekologi dan lain-lain komponen.

2. Metode yang diperkenalkan Moore tahun 1973 dikenal pula dengan nama Matriks dampak dari Moore. Keistimewaan dari metode Moore adalah dampak lingkungan dilihat dari sudut dampak pada kelompok daerah yang sudah atau sedang dimanfaatkan manusia atau dapat digambarkan pula sebagai proyek pembangunan manusia lainnya.

3. Metode yang dikembangkan Sorenson pada tahun 1971 merupakan analysis networks yang pertama. Disusun untuk digunakan pada proyek pengerukan dasar laut (dreging). Bentuk jaringan kerja ini diberi nama sebagai aliran dampak.

Penggunaan metode-metode tersebut merupakan metode standar yang umumnya digunakan dalam penyusunan AMDAL. Selain itu untuk lebih mengetahui sisi AMDAL di Indonesia, berbagai pengalaman penyusunan AMDAL di negara maju dan berkembang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan ke arah yang lebih baik. AMDAL negara lain diambil untuk melihat kegiatan usaha AMDAL di negara berkembang yaitu Filipina dan negara maju yakni Kanada.

1. Philipina

Pedoman sistem evaluasi laporan AMDAL di Filipina ditetapkan pada tahun 1978 oleh National Environmental Protection Council (NEPC) yang berada di bawah departemen sumberdaya alam. Skema dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

Langkah pertama NEPC menetapkan instansi mana yang akan menjadi instansi yang bertanggung jawab atau lead agency dari proyek yang diusulkan.

Langkah kedua pemrakarsa proyek menyampaikan usulan proyeknya dengan laporan Initial Environmantal Evaluation (IEE) atau PIL yang disusun


(42)

menyampaikan usulan proyeknya dengan pemerintah kepada instansi yang bertanggung jawab.

Langkah ketiga instansi yang bertanggung jawab mengevaluasi usulan dan laporan IEE untuk menetapkan perlu studi AMDAL atau tidak. Hasil evaluasi yang merupakan tiga kemungkinan sebagai berikut: a) apabila diputuskan perlu studi AMDAL maka pemrakarsa proyek diberitahu untuk menyelenggarakan studi ANDAL, b) apabila diputuskan tidak perlu mengadakan studi AMDAL maka proses perizinan dapat dilakukan untuk dapat membangun proyek, c) apabila instansi yang bertanggung jawab ragu-ragu atau tidak tahu maka instansi ini dapat berkonsultasi dan menanyakan kepada NEPC.

Langkah keempat adalah langkah yang harus dilakukan pemrakarsa proyek apabila ditetapkan harus melakukan studi ANDAL. Maka pelaksanaan studi ANDAL merupakan tanggung jawab pemrakarsa proyek dan kemudian menyusun laporan draft ANDAL. Masih disebut draft karena belum dievaluasi dan belum disetujui oleh yang mengevaluasi.

Langkah kelima menyerahkan laporan draft ANDAL kepada instansi yang bertanggung jawab. Instansi yang bertanggung jawab mengirim ke instansi-instansi lain yang erat hubungannya dengan proyek (berdasarkan suatu pedoman atau suatu surat keputusan) untuk mendapatkan pendapat-pendapat atau saran-sarannya. Instansi yang bertanggung jawab tersebut juga menetapkan apakah usulan proyek ini perlu dengar pendapat atau public hearing karena tidak semua proyek harus ada dengar pendapat. Apabila dianggap perlu pemrakarsa proyek diberitahu. Apabila ditetapkan perlu dengar pendapat maka instansi yang bertanggung jawab menyelenggarakan dengar pendapat.

Langkah keenam merupakan kesibukan dari instansi yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan semua pendapat-pendapat dari berbagai instansi yang ikut mengevaluasi (secara tertulis) dan hasil dari dengar pendapat kalau diadakan, kemudian mengirimkannya ke NEPC. NEPC menyusun reviews dari laporan draft, pendapat-pendapat dari berbagai instansi pemerintah dan dengar pendapat apabila ada. NEPC menyampaikan hasil reviews kepada instansi yang bertanggung jawab. Instansi yang bertanggung jawab meneruskan reviews ke pemrakarsa proyek. Pemrakarsa proyek berdasarkan review termasuk saran-saran


(43)

dari NEPC menyusun laporan akhir AMDAL dan dikirim ke instansi yang bertanggung jawab.

2. Kanada

Sistem evaluasi laporan AMDAL di Kanada yang berlaku untuk proyek-proyek federal dikeluarkan oleh kabinet pada tanggal 20 Desember 1973. Sistem evaluasi di Kanada disebut sebagai Environmental Assestment and Review Process (EARP) atau proses pendugaan dampak dan review. Berdasarkan pedoman yang telah diperbaiki dan dikeluarkan pada tahun 1979, pedoman sistem evaluasi yang dikeluarkan tahun 1973 tersebut terus dilakukan penyempurnaan, di antaranya penyempurnaan pedoman pada tahun 1979, tahun 1984, dan pada tahun 1985 sedang disempurnakan lagi pada bagian penyaringan dan pelaksanaan PIL.

Secara garis besar skema tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemrakarsa proyek menyampaikan usulannya kepada instansi yang bertanggung jawab terhadap proyek tersebut dan melakukan penyaringan atau screening untuk menilai potensi dampak lingkungan dari proyek. Pedoman dari penyaringan dibuatkan oleh kantor lingkungan yang disebut The Federal Environtmental Assestment Review Office (FEARO) dalam pekerjaannya memberikan laporannya langsung kepada Menteri Lingkungan Federal.

2. Secara garis besar kesimpulan dari penyaringan tersebut adalah: a) proyek yang tidak ada dampak negatifnya atau dampak negatifnya ada tetapi tidak nyata atau penting atau telah tersedia teknologi yang dapat menekan atau menghilangkan dampak tersebut maka proyek tersebut dapat dibangun tanpa PIL atau ANDAL, b) proyek yang mempunyai potensi dampak lingkungan yang tidak atau belum diketahui maka perlu dilakukan studi IEE atau PIL yang kemudian akan dilakukan penyaringan kembali untuk menentukan apakah potensi dampaknya nyata atau tidak. Kalau dianggap perlu mengadakan review dari dengar pendapat masyarakat, maka suatu panel yang dibentuk oleh FEARO akan menyelenggarakan penyaringan tersebut. Bila penyaringan menghasilkan kesimpulan bahwa potensi dampak lingkungan tidak dapat diterima atau tidak diizinkan terjadi maka proyek tersebut dapat ditolak untuk dibangun atau apabila pemrakarsa proyek


(1)

Lampiran 18. Output analisis komponen utama pengembangan kebijakan AMDAL di masa datang dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas

Akar ciri (Eigenvalues)

Faktor Eigenvalue % Total Variance

Cumulative

Eigenvalue Cumulative %

1 7.581975 25.27325 7.58198 25.2733

2 6.475323 21.58441 14.05730 46.8577

3 5.976343 19.92114 20.03364 66.7788

4 4.547562 15.15854 24.58120 81.9373

5 3.136916 10.45639 27.71812 92.3937

6 2.281880 7.60627 30.00000 100.0000

Korelasi variabel terhadap Faktor (Faktor Loadings)

Variabel Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 Factor 5 Factor 6 DAM 0.572315 0.668309 -0.175141 0.164647 0.291000 0.288712 PEM 0.631812 0.282424 0.402482 -0.126324 -0.578404 -0.092467 KOM 0.433909 -0.588774 -0.047886 0.090932 0.650822 -0.175887 EFI 0.780436 -0.531174 -0.078891 0.249747 0.199162 -0.022619 PMA 0.287117 -0.744378 -0.217735 0.158115 -0.181278 0.508128 PER 0.321887 -0.610896 -0.358335 0.619594 0.082598 0.063801 ASP -0.065825 0.145063 0.026324 0.525801 -0.308308 -0.776151 NEL -0.333307 0.828284 0.207863 0.006437 0.397837 0.036453 KET 0.673554 0.150831 0.370755 0.537225 0.019316 0.311659 KEL -0.740202 0.457702 -0.045598 -0.036489 0.397277 -0.285253 SDM -0.067131 -0.126517 -0.900558 0.073379 -0.307393 0.261929 AKR -0.698597 0.242914 0.604627 0.166308 0.209087 0.126515 TEV 0.062316 0.076154 -0.234570 0.063624 -0.894152 -0.362957 PEL -0.367453 -0.277770 -0.505995 0.702820 -0.056711 -0.186060 TLM -0.037097 0.820541 0.025622 0.397996 -0.292256 0.284369 MET -0.672690 -0.450729 0.368219 0.037076 -0.195231 0.411408 PDK -0.437703 -0.521981 0.611848 -0.028950 0.394042 0.074071 TPM -0.294854 -0.435724 0.527832 0.649084 -0.152476 0.006238 RPL 0.519144 -0.060685 0.624669 0.570415 -0.102748 0.025802 INT 0.140138 0.256923 0.221134 0.581552 0.521930 -0.504815 SUB 0.861342 0.139896 -0.163321 -0.365501 -0.082282 -0.267365 KTR 0.023969 0.178216 0.913453 -0.255431 -0.257579 0.040941 HUK 0.397941 0.265276 -0.800348 -0.282867 0.193253 0.115559


(2)

Variabel Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 Factor 5 Factor 6 KTL 0.783056 -0.056537 0.244456 -0.511839 0.048272 -0.244047 KAD 0.211708 0.773777 -0.301940 0.471693 0.127226 0.163096 PRO 0.673554 0.150831 0.370755 0.537225 0.019316 0.311659 PEA 0.767618 0.178686 0.582782 0.157066 -0.025141 -0.117886 EST 0.566712 -0.681228 -0.099773 -0.278456 0.331501 -0.131836 SIM 0.209503 0.753345 -0.551657 0.184016 0.184910 0.127281 TLG -0.367453 -0.277770 -0.505995 0.702820 -0.056711 -0.186060

Kontribusi variabel terhadap faktor

Variabel Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 Factor 5 Factor 6 DAM 0.043200 0.068975 0.005133 0.005961 0.026995 0.036529

PEM 0.052649 0.012318 0.027106 0.003509 0.106650 0.003747

KOM 0.024832 0.053535 0.000384 0.001818 0.135027 0.013557

EFI 0.080333 0.043572 0.001041 0.013716 0.012645 0.000224

PMA 0.010873 0.085571 0.007933 0.005498 0.010476 0.113150

PER 0.013666 0.057633 0.021485 0.084418 0.002175 0.001784

ASP 0.000571 0.003250 0.000116 0.060794 0.030302 0.263997

NEL 0.014652 0.105949 0.007230 0.000009 0.050455 0.000582

KET 0.059836 0.003513 0.023001 0.063465 0.000119 0.042566

KEL 0.072263 0.032352 0.000348 0.000293 0.050313 0.035659

SDM 0.000594 0.002472 0.135703 0.001184 0.030122 0.030066

AKR 0.064368 0.009113 0.061170 0.006082 0.013936 0.007014

TEV 0.000512 0.000896 0.009207 0.000890 0.254871 0.057732

PEL 0.017808 0.011915 0.042841 0.108620 0.001025 0.015171

TLM 0.000182 0.103977 0.000110 0.034832 0.027229 0.035438

MET 0.059683 0.031374 0.022687 0.000302 0.012151 0.074174

PDK 0.025268 0.042077 0.062640 0.000184 0.049497 0.002404

TPM 0.011467 0.029320 0.046618 0.092645 0.007411 0.000017

RPL 0.035546 0.000569 0.065293 0.071549 0.003365 0.000292

INT 0.002590 0.010194 0.008182 0.074370 0.086840 0.111679

SUB 0.097852 0.003022 0.004463 0.029376 0.002158 0.031327

KTR 0.000076 0.004905 0.139617 0.014347 0.021150 0.000735

HUK 0.020886 0.010868 0.107182 0.017595 0.011906 0.005852

KTL 0.080873 0.000494 0.009999 0.057609 0.000743 0.026101


(3)

Variable Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 Factor 5 Factor 6 PRO 0.059836 0.003513 0.023001 0.063465 0.000119 0.042566

PEA 0.077716 0.004931 0.056830 0.005425 0.000201 0.006090

EST 0.042359 0.071668 0.001666 0.017050 0.035032 0.007617

SIM 0.005789 0.087645 0.050922 0.007446 0.010900 0.007100

TLG 0.017808 0.011915 0.042841 0.108620 0.001025 0.015171

Proyeksi variabel terhadap faktor utama 1 dan 2

Projection of the variables on the factor-plane ( 1 x 2)

Active DAM

PEM

KOM EFI PMA

PER ASP

NEL

KET KEL

SDM AKR

TEV

PEL TLM

MET PDK

TPM

RPL INT

SUB KTR

HUK

KTL KAD

PRO PEA

EST SIM

TLG

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

Factor 1 : 25.27% -1.0

-0.5 0.0 0.5 1.0


(4)

Keterangan:

No. Komponen Simbol

1. Dampak penting DAM

2. Keadaan darurat/emergency KEA

3. Komisi AMDAL KOM

4. Efisiensi penyusunan EFI

5. Pelingkupan PEL

6. Metode studi MET

7. Aspek sosial ekonomi ASP

8. Keterlibatan masyarakat KTL

9. Analisis TEV TEV

10. Kelengkapan dokumen KEL

11. Penyusun AMDAL PEA

12. Substansi dokumen SUB

13. Prosedur penyusunan PRO

14. Teknologi pengelolaan limbah minyak TLM 15. Teknologi pengelolaan limbah gas TLG

16. Kontribusi PDRB KTR

17. Taraf pendidikan dan Kesehatan PDK

18. Tumpahan Minyak TPM

19. RKL/RPL secara dinamis dapat diperbaharui seiring dengan perubahan teknologi yang digunakan

RPL

20. Integrasi keadaaan darurat dengan AMDAL INT 21. Pemerintah daerah dan lembaga swadaya

masyarakat merupakan bagian dari anggota komisi AMDAL

PEM

22. Simplifikasi penyusunan AMDAL SIM 23. Peningkatan SDM komisi AMDAL pusat SDM 24. Mekanisme keterlibatan masyarakat lokal yang

jelas

KET 25. Penetapan proporsi/persentase pembiayaan studi

yang jelas/baku

PER 26. Estimasi pembiayaan pengelolaan lingkungan

selama umur kegiatan dengan mempertimbangkan teknologi alternatif, sesuai dengan perkembangan teknologi

EST

27. AMDAL sebagai dokumen yang berkekuatan hukum

HUK 28. Pengembangan metodologi AMDAL PMA 29. Perlu akreditasi lembaga penyusun AMDAL AKR 30. Pengkajian nilai ekonomi lingkungan NEL


(5)

Lampiran 19. Hasil analytical hierarchy process strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah kerusakan lingkungan

Model Name: AHP-OK

Treeview

Goal: Stretegi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan

PENYUSUN ( L: .297) EFEKTI F ( L: .500)

Operasional ( L: .540) Menjadi Acuan ( L: .163) I mplementasi ( L: .297) EFI SI EN ( L: .500)

Biaya ( L: .286) Waktu ( L: .143) SDM ( L: .571) PEMRAKARSA ( L: .163)

EFEKTI F ( L: .500) Operasional ( L: .286) Menjadi Acuan ( L: .143) I mplementasi ( L: .571) EFI SI EN ( L: .500)

Biaya ( L: .571) Waktu ( L: .286) SDM ( L: .143)

KOMI SI DAN TI M TEKNI S ( L: .540) EFEKTI F ( L: .500)

Operasional ( L: .400) Menjadi Acuan ( L: .400) I mplementasi ( L: .200) EFI SI EN ( L: .500)

Biaya ( L: .143) Waktu ( L: .286) SDM ( L: .571)


(6)

Model Name: AHP-OK

Priorit ies w it h respect t o: Goal: St ret egi Pengem bangan Kebi...

KOMI SI DAN TI M TEKNI S .540

PENYUSUN .297

PEMRAKARSA .163

I nconsist ency = 0.01 w it h 0 missing judgm en ts.

Model Name: AHP-OK Synthesis: Summary

Synthesis with respect to:

Goal: Stretegi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan

Overall Inconsistency = .01

Peningkatan Kualitas Dokumen .441 Penyempurnaan Prosedur .263 Penguatan Hukum dan .296