Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia Kontribusi Minyak dan Gas Bumi

Cadangan gas bumi Indonesia secara total pada tahun 2006 yaitu sebesar 187,16 TSCF triliun stock crude fuel terdiri atas: cadangan gas terbukti 94,00 TSCF dan cadangan potensial 93,10 TSCF. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir kondisi cadangan gas bumi Indonesia meningkat sebesar 18,90 TSCF atau naik sekitar 11,24 dari total cadangan gas bumi pada tahun 2001 yaitu 168,20 TSCF terdiri atas cadangan gas terbukti 92,10 TSCF dan cadangan potensial 76,10 TSCF. Cadangan gas bumi tersebut tersebar pada 14 propinsi yakni dengan cadangan terbesar terdapat di Kepulauan Riau Natuna dengan total potensi yaitu 53,58 TSCF dan cadangan terendah berada di Propinsi Maluku yaitu 0,006 TSCF. Tabel 3 Cadangan gas bumi Indonesia tahun 2006 No. Propinsi Cadangan TSCF 1 Nangroe Aceh Darussalam 4,57 2 Sumatera Utara 1,38 3 Riau 7,83 4 Sumatera Selatan 24,30 5 Kepulauan Riau 53,58 6 Jawa Barat 6,04 7 Jawa Timur 6,20 8 Salawesi Selatan 0,79 9 Sulawesi Tengah 3,92 10 Kalimantan Timur 42,40 11 Kalimantan Selatan 2,37 12 Maluku 0,006 13 Papua 24,47 14 Nusa Tenggara Timur 6,30 Total 184,16 Sumber: Ditjen Migas, 2007

3.3 Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia

Total produksi minyak bumi Indonesia tahun 2006 adalah sekitar 1 juta barel per hari, terdiri atas produksi minyak 883 ribu barel per hari dan kondesat yaitu 123 ribu barel per hari. Produksi minyak dalam kurun waktu tujuh tahun terkahir, telah terjadi penurunan produksi minyak bumi sekitar 335 ribu barel per hari atau sekitar 24,99 dibanding produksi pada tahun 2001 yaitu 1,3 juta barel per hari, terdiri atas produksi minyak sebanyak 1,2 juta barel per hari dan kondensat sebanyak 132 ribu barel per hari. Perkembangan produksi minyak bumi Indonesia dalam kurun waktu 2001 hingga 2006. Gambar 3 Perkembangan produksi minyak bumi Indonesia Ditjen Migas, 2007 Kondisi produksi gas bumi Indonesia berbeda dengan produksi minyak bumi. Produksi gas bumi mengalami peningkatan dalam kurun waktu tujuh tahun terkahir. Tercatat bahwa produksi gas bumi Indonesia pada tahun 2006 yaitu sebesar 8.093,0 MMSCFD terdiri atas pemanfaatan 7.783,0 MMSCFD dan dibakar 308,0 MMSCFD. Produksi gas bumi Indoensia pada tahun 2001 yaitu hanya sebesar 7.690,0 MMSCFD terdiri atas pemanfaatan 7.188,0 MMSCFD dan dibakar 502,0 MMSCFD. Data produksi tersebut menunjukkan peningkatan produksi gas bumi Indonesia sebesar 403,0 MMSCFD atau sekitar 5,24. Perkembangan produksi gas bumi Indonesia dalam kurun waktu tahun 2001 hingga 2006. 200 400 600 800 1000 1200 1400 R ib u B a rel P er h a r i Total 1,340.6 1,249.4 1,146.8 1,094.4 1,062.1 1,005.6 Minyak 1,208.7 1,117.6 1,013.0 965.8 934.8 883.0 Kondensat 131.9 131.8 133.8 128.6 127.3 122.6 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Gambar 4 Perkembangan produksi gas bumi Indonesia Ditjen Migas, 2007

3.4 Kontribusi Minyak dan Gas Bumi

Peranan minyak dan gas bumi sangat penting antara lain: penghasil devisa negara, penyedia energi dalam negeri, penyedia bahan baku industri, wahana alih teknologi, pencipataan lapangan kerja, mendorong pengembangan sektor non migas dan pendukung pengembangan wilayah. Meskipun kontribusi sektor minyak dan gas bumi terhadap devisa dan APBN semakin menurun seiring menurunnya produksi minyak, namun kontribusi tersebut masih signifikan terhadap pendapatan negara. Sebagai sumber energi dalam negeri peran minyak dan gas bumi dalam penerimaan negaradevisa pajak dan bukan pajak sekitar 30 dari penerimaan negara keseluruhan. Penerimaan minyak dan gas bumi dipengaruhi antara lain: besarnya tingkat produksi minyak mentah dan kondesat, volume ekspor LNG dan LPG, harga minyak mentah dari biaya produksi. Penurunan produksi minyak terjadi disebabkan oleh sumur-sumur yang ada sudah tua, teknologi yang digunakan sudah ketinggalan dan iklim investasi di sektor pertambangan minyak kurang kondusif sehingga tidak banyak perusahaan asing maupun nasional melakukan investasi di sektor perminyakan. Disisi konsumsi terhadap produk minyakbahan bakar minyak yang terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000 MMS C F D Produksi 7,690 8,318 8,644 8,278 8,179 8,093 Pemanfaatan 7,188 7,890 8,237 7,909 7,885 7,785 Dibakar 502 428 407 369 294 308 2001 2002 2003 2004 2005 2006 ekonomi di Indonesia. Sejak tahun 2004, jika hasil produksi minyak Indonesia di semua kilang dihitung, maka hasilnya tetap tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sejak tahun 2004, Indonesia telah mengalami defisit sebesar 49,3 ribu barel per hari. Namun demikian peranan minyak bumi tidak bisa diabaikan Dartanto, 2005. Fluktuasi harga minyak dunia selain berpengaruh terhadap penerimaan negara juga berpengaruh terhadap pengeluaran negara khususnya subsidi bahan bakar dan bagi hasil sumberdaya alam kepada pemerintah daerah. Perhitungan bagi hasil minyak dan gas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan mekanisme bagi hasil berdasarkan berbagai skema kontrak kerjasama Dartanto dan Khoirunurrofik, 2006. Dengan demikian bahwa produksi minyak Indonesia bukan hanya milik pemerintah semata, akan tetapi juga dibagi dengan kontraktor perusahaan minyak asing production sharing contract yang beroperasi. Skema bagi hasil yaitu sebesar 85 pemerintah dan 15 kontraktor. Pembagian 85:15 tersebut merupakan hasil produksi minyak bersih artinya nilai produksi dikurangi dengan biaya ekploitasi, pajak, land-rent, dan royalti. Sehingga bagi hasil minyak mentah antara pemerintah dan KPS umumnya menjadi 60 untuk pemerintah dan 40 untuk kontraktor. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka minyak mentah yang diterima pemerintah adalah sebesar 656.64 ribu barel per hari 60 x 1.094,4 sedangkan KPS menerima 437.76 ribu barel per hari 40 x 1.094,4. Bagian minyak KPS diekspor keluar negeri dan semua hasilnya merupakan milik KPS. Selanjutnya berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka hasil minyak yang diperoleh pemerintah pusat harus dibagi dengan daerah penghasil dengan proporsi 85 dan 15. Pada pasal 14 UU No. 33 tahun 2004 bagi hasil sumberdaya alam khususnya minyak dan gas bumi dijabarkan sebagai berikut: a penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 84,50 untuk pemerintah dan 15,50 untuk daerah, b penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 69,50 untuk pemerintah dan 30,50 untuk daerah, c pertambangan panas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan yang merupakan penerimaan negara bukan pajak PNBP, dibagi dengan perimbangan 20 untuk pemerintah dan 80 untuk daerah Dartanto dan Khoirunurrofik, 2006. Berdasarkan pasal 19 ayat 2 UU No. 33 tahun 2004, 15,5 bagian pemerintah daerah yang disebutkan pada pasal 14 huruf e angka dibagi dengan rincian lebih kurang sebagai berikut: 3 untuk pemerintah propinsi, 6 untuk kabupatenkotamadya penghasil, 6 untuk kabupatenkotamadya lain di dalam satu propinsi. Penerimaan pemerintah pusat dari sumberdaya alam minyak bumi dan gas alam yang akan dibagihasilkan ke daerah adalah bagian pemerintah dari hasil produksi minyak bumi dan gas alam yang sudah dikurangi pajak dan pungutan lainnya. Pola bagi hasil antara pemerintah dengan korporasi yakni: 1 pola bagi hasil produksi antara kontraktor production sharing contractor dan joint operation body dan pemerintah diatur berdasarkan NOI net operating income , pada dasarnya NOI merupakan lifting hasil produksi minyak bumigas alam yang dijual setelah dikurangi biaya eksplorasi. Bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor ini baru dilakukan setelah biaya eksplorasi tertutupi. Jika pemerintah tidak mendapatkan penerimaan dari sumberdaya alam ini pada awal periode kontraktor berproduksi. Kebijakan ini diterapkan karena resiko kerugian eksplorasi ditanggung sepenuhnya oleh perusahaankontraktor yang terlibat. Ketentuan bagi hasil antara kontraktor dan pemerintah ini disebut sebagai equity share entitlement dan 2 equity share entitlement pada dasarnya belum mengeluarkan komponen pajak pusat masih ada pajak perseroan dan pajak dividen di dalamnya. Bagian pemerintah dari kontraktor yang telah dikurangi komponen pajak dan pungutan inilah yang akan dibagihasilkan ke daerah. Besarnya penerimaan pemerintah yang akan dibagihasilkan ke daerah dipengaruhi oleh: 1 proses produksi eksploitasi yang terdiri dari primary recovery, secondary recovery dan third recovery, 2 pola bagi hasil atau equity share entitlement yang tentunya tergantung dari jenis production sharing dan 3 rejim pajak yang berlaku Dartanto dan Khoirunurrofik, 2006. Mengingat kontribusi yang besar terhadap devisa negara, maka upaya- upaya pengembangan akan tetap dilakukan. Upaya tersebut diimplementasikan dengan meningkatkan cadangan dan produksi migas serta mengembangkan lapangan marginal dan optimalisasi penerapan teknologi echanges oil recovery EOR, serta insentif untuk daerah remote, laut dalam, lapangan marginal dan brown field . Pengembangan lapangan marginal, daerah remote dan laut dalam, merupakan sasaran pengembangan kedepan. Dengan demikian pengaruh limbah dan eksternalitas negatif yang dapat muncul dari kegiatan usaha migas, menjadi kecil. Pengembangan tersebut dilakukan dengan program produksi bersih, zero discharge , penggunaan bahan dasar non toxic, serta desain peralatan pengolahan limbah.

3.5 Permasalahan dalam Kegiatan Migas