secara langsung maupun tidak langsung sehingga menyebabkan terhambatnya pembangunan yang berkelanjutan pada waktu tertentu.
Masih seringnya terjadi tumpuhan minyak emergency yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, sehingga
membutuhkan penanganan keadaan darurat yang terencana. Menurut Suratmo 2002, bahwa walaupun dampak emergency belum pasti terjadi uncertain
negative impact , tapi harus dikaji di dalam AMDAL.
Selain dari tumpahan minyak dapat juga terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat semburan liar blow out dari sumur pemboran baik umur
eksploitasi maupun sumur produksi, semburan liar yang biasanya diikuti dengan kebakaran yang dapat mengakibatkan kerugian waktu, biaya dan rusaknya
lingkungan. Semburan liar merupakan peristiwa mengalirnya fluida minyak, gas dan air dari formasi kedalam sumur, lalu menyembur ke permukaan tanpa dapat
dikendalikan Purnomo dan Tobing, 2007.
5.3.2 Kualitas Limbah Cair
Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk
murni, tapi bukan berarti semua air terpolusi. Sebagai contoh, meskipun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari
polusi, air hujan selalu mengandung bahan-bahan terlarut seperti CO
2
, O
2
dan N
2
serta bahan-bahan tersuspensi seperti debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa dari atmosfer PPLH UNSRI, 2003.
Salah satu hasil sampingan dari kegiatan industri migas adalah limbah cair dengan kadar minyak yang tinggi, limbah cair ini dapat mencemari terhadap
perairan di sekitarnya, dapat menurunkan kualitas lingkungan dan menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas air apabila dibuang secara langsung tanpa diolah
terlebih dahulu. Untuk mengurangi kadar minyak yang tinggi tersebut maka diperlukan suatu sistem pengolahan Effendi, 2003.
Kualitas air digunakan baku mutu kualitas air limbah untuk kegiatan usaha migas yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan menteri negara lingkungan
hidup No. 42 tahun 1996 tentang baku mutu limbah bagi usaha danatau kegiatan
minyak dan gas serta panas bumi. Parameter kualitas limbah cair yang dianalisis yakni minyak dan lemak, COD, sulfida dan amoniak.
a. Minyak dan Lemak
Keberadaan minyak dan lemak dalam limbah cair atau dalam badan air akan membentuk lapisan yang tipis disebut film minyak pada permukaan air
massa jenis minyaklemak lebih kecil dari massa jenis air. Lapisan tipis ini akan menghambat kelarutan udara terutama oksigen ke dalam badan air padahal
kelarutan oksigen dalam air dibutuhkan oleh biota perairan. Selain itu keberadaan lapisan minyak dalam badan air akan menghambat masuknya cahaya matahari ke
dalam air, sehingga proses fotosintesis dalam badan air akan terhambat. Proses fotosintesis sangat berguna untuk meningkatkan kandungan oksigen yang terlarut
dalam badan air. Kadar maksimum minyak dan lemak dalam limbah cair adalah 35 mgl.
Kandungan minyak dan lemak dalam perairan dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain: pembersihan dan pencucian kapal tangker water blase,
pengeboran minyak di dekat perairan, kebocoran kapal pengangkut minyak serta sumber-sumber lainnya seperti buangan pabrik. Hal tersebut, disebabkan karena
minyak tidak larut dalam air, sehingga apabila terjadi tumpahan minyak di perairan maka, minyak akan mengapung dan dalam beberapa hari akan
mengalami penguapan dan mengalami emulsifikasi yang akhirnya air dan minyak dapat bercampur.
Gambar 7 Kandungan minyak lemak di enam lokasi kegiatan usaha migas
- 5
10 15
20 25
30 35
40
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
mgL
CPI Duri Pertamina Plaju
Suryaraya Teladan Lapindo Brantas
Expan Toili BP Tangguh
Baku Mutu Lingkungan
Hasil pemantauan yang dilakukan pada enam perusahaan migas, pada masing-masing lokasi masih memiliki kandungan minyak dan lemak di bawah
baku mutu lingkungan yang ditetapkan. Kondisi tersebut dimungkinkan karena pada umumnya perusahaan migas dalam melakukan operasi telah menerapkan dan
menggunakan teknologi tinggi, dengan kemungkinan kebocoran minyak yang sangat kecil. Disisi lain, apabila terjadi kebocoran minyak, kesiapan penanganan
keadaan darurat emergency response plan dan treatment merupakan prosedur utama, sehingga kemungkinan untuk menjumpai luberan minyak ataupun
kandungan minyak lemak di atas ambang batas sangat jarang. Kadar minyak dan petroleum yang diperkenankan terdapat pada air minum berkisar antara 0,01-0,1
mgl. Kadar yang melebihi 0,3 mgl bersifat toksik terhadap beberapa jenis ikan air tawar Effendi, 2003.
b. Hidrogen Sulfida
Senyawa hidrogen sulfida H
2
S merupakan senyawa yang terbentuk dari penguraian anaerobik terhadap senyawa yang mengandung belerang. Senyawa ini
akan menimbulkan bau dan warna terhadap badan air dimana H
2
S ini bersifat racun terhadap biota perairan. Baku mutu lingkungan berdasarkan Kepmen LH
No. 42 tahun 1996 untuk bahan pencemar adalah 1,0 mgl.
Gambar 8 Kandungan H
2
S di enam lokasi kegiatan usaha migas
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
mgL
Pertamina Plaju CPI Duri
Suryaraya Teladan Lapindo Brantas
BP Tangguh Expan Toili
Buku Mutu Lingkungan
Hasil pemantauan yang dilakukan pada enam perusahaan migas, ditemukan bahwa pada tahun 1993 di lokasi Pertamina UP III Plaju kandungan
H
2
S melebihi baku mutu lingkungan yang ditetapkan namun di tahun berikutnya hingga tahun 2007 kadungan H
2
S di bawah baku mutu lingkungan yang ditetapkan 0,5 mgl. Sedangkan pada perusahaan PT.CPI Lapangan Duri,
kandungan H
2
S melebihi baku mutu lingkungan 1,0 mgl terjadi pada tahun 1994-1995 dan selanjutnya terjadi penurunan hingga tahun 2006. Gambar 8
menunjukkan bahwa perusahaan sangat peduli pada lingkungan. Hal tersebut tergambarkan pada nilai H
2
S yang dari tahun ke tahun berada di bawah baku mutu lingkungan untuk H
2
S 0,5 mgl. c.
Kebutuhan Oksigen Kimiawi Kebutuhan oksigen kimiawichemical oxygen demand COD
menunjukkan kandungan bahan organik dan anorganik yang dapat didegradasi dan dinyatakan dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
degradasinya. Makin tinggi nilai COD pada badan air air permukaan dan air limbah maka kualitas air tersebut makin buruk. COD menggambarkan jumlah
total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi biodegradable maupun yang sukar
didegradasi secara non biologi non biodegradable menjadi CO
2
dan H
2
O Effendi, 2003.
50 100
150 200
250 300
350
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
mgL
Pertamina Plaju CPI Duri
Suryaraya Teladan Lapindo Brantas
BP Tangguh Expan Toili
Baku Mutu Lingkungan
Gambar 9 Kandungan COD di enam lokasi kegiatan usaha migas
Hasil pemantauan diperoleh bahwa pada enam lokasi kegiatan usaha migas ternyata tidak terdapat kandungan kebutuhan oksigen kimiawi COD yang
melebihi baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan 300 mgl. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam kegiatan usaha migas telah diterapkan penggunaan
teknologi yang ramah lingkungan, serta telah dilakukan pengelolaan limbah. Kesemua hal tersebut menjadi perhatian serius dari perusahaan yang beroperasi,
sehingga kemungkinan kandungan COD yang melebihi baku mutu lingkungan tidak dan jarang terjadi.
d. Amoniak Bebas
Amoniak dalam air permukaan badan air dapat berasal dari hasil degradasi baik secara aerobik maupun anaerobik, bahan yang mengandung unsur nitrogen
misalnya protein. Adanya amoniak dalam air permukaan dapat menimbulkan bau. Batas maksimum amoniak yang diperbolehkan berdasarkan Kepmen LH No. 42
tahun 1996 adalah 10 mgl.
Gambar 10 Kandungan amoniak di enam lokasi kegiatan usaha migas Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa kandungan amoniak di
Pertamina-Suryaraya Teladan pada awal operasi melebihi baku mutu amoniak yang telah ditetapkan 10 mgl dan mengalami penurunan mulai dari tahun 2001
hingga tahun 2006. Hal ini terjadi karena meningkatnya penggunaan teknologi
2 4
6 8
10 12
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
mgL
Pertamina Plaju CPI Duri
Suryaraya Teladan Lapindo Brantas
BP Tangguh Expan Toilii
Baku Mutu Lingkungan
yang digunakan untuk mengurangi kandungan amoniak. Sedangkan pada PT.CPI Lapangan Duri dan Pertamina UP III Plaju, kandungan amoniaknya dari tahun
1993-2006 tidak melampaui baku mutu amoniak yang telah ditetapkan 10 mgl. Demikian pula kandungan amoniak di BP Tangguh, PT.Lapindo dan Expan Blok
Toili yang dipantau dari tahun 2001-2006 tidak melampaui batas baku mutu yang telah ditetapkan 10 mgl.
5.3.3 Kualitas Udara dan Kebisingan